• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 26 April 2024

Tokoh

HARLAH KE-76 MUSLIMAT NU

Nyai Solichah Saifuddin Zuhri, Ketua PW Muslimat NU Jateng Tahun 1950-1955

Nyai Solichah Saifuddin Zuhri, Ketua PW Muslimat NU Jateng Tahun 1950-1955
Nyai Hj Solichah Saifuddin Zuhri (Sumber Foto: buku 50 tahun Muslimat NU)
Nyai Hj Solichah Saifuddin Zuhri (Sumber Foto: buku 50 tahun Muslimat NU)

Keputusan untuk berkiprah dalam organisasi tanpa melalaikan kewajiban sebagai Ibu rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Namun, hal itulah yang dilakukan Nyai Siti Solichah. Istri dari KH Saifuddin Zuhri ini berprinsip aktif dalam sebuah organisasi tak harus meninggalkan peran utama dalam keluarga.

Karena itu pula, wanita kelahiran Purworejo tanggal 1 Oktober 1924 (sumber lain, semisal di data anggota Konstituante RI menyebut 15 Oktober 1926) tersebut selalu mengajak anak-anaknya dalam kegiatan organisasi yang dia lakukan. Seperti saat kampanye Pemilu 1955. Dikutip dari buku 50 Tahun Muslimat NU: Berkhidmat untuk Agama, Negara, dan Bangsa, saat itu Nyai Solichah diberi tanggung jawab sebagai Juru Kampanye (Jurkam) Nahdlatul Ulama (ketika masih menjadi partai politik) ke luar daerah.

Pada Pemilu tahun 1955, ia terpilih menjadi anggota Konstituante Republik Indonesia. Tercatat mulai dari November 1956 hingga Juli 1959, ia termasuk dari beberapa kader Muslimat NU yang masuk menjadi anggota Konstituante. Bertepatan kala itu dia punya momongan yang masih kecil, yakni seorang putri berusia 10 tahun bernama Farida (kelak menjadi istri KH Salahuddin Wahid) dan adiknya yang masih bayi bernama Baihaqi.

Meski berada di panggung kampanye, Nyai Solichah tetap membawa kedua anaknya menghadiri undangan rapat kampanye. Alhasil, Nyai Solichah berpidato sementara si kecil Baihaqi digendong sang kakak tanpa bantuan pengasuh bayi. Hal itu sebagai bukti kemandirian sosok Nyai Solichah Saifuddin Zuhri (penyematan nama Saifuddin Zuhri ini, sekaligus untuk membedakan dengan Tokoh Muslimat NU lainnya yang bernama sama, Nyai Solichah Wahid Hasyim, red).

Memang, selama hidupnya Nyai Solichah berpandangan bahwa kaum perempuan harus bisa mandiri tanpa bergantung pada orang lain. Selain itu, seorang perempuan harus menguatkan kehidupan keluarganya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk berkarir atau pun berorganisasi. Karena tanggung jawab sebagai Ibu Rumah Tangga menjadi tanggung jawab utama. Karena prinsip-prinsip yang dia pegang itu lah tak ayal dia tetap membawa anak kala beraktivitas dalam organisasi.

Keterlibatan Nyai Sholichah dalam Muslimat NU dimulai dari bawah ketika menjadi Pimpinan Cabang (PC) Muslimat NU Purworejo tahun 1942-1948, kemudian Ketua Komisaris Daerah Muslimat NU Karesidenan Kedu tahun 1947-1949.

Ketika KH Saifuddin Zuhri pindah ke Semarang, Nyai Solichah juga turut bersama sang suami. Di sana ia kembali dipercaya menjadi Ketua Muslimat NU Cabang Semarang tahun 1950-1953. Karirnya di organisasi wanita NU itu kemudian berlanjut sebagai Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Muslimat NU Jawa Tengah tahun 1950-1955.

Kemudian mulai 1956-1989, dia masuk ke jajaran pengurus Pimpinan Pusat (PP) Muslimat NU. Bahkan, hingga Nyai Solichah wafat 6 Maret 1990, beliau masih berstatus sebagai pengurus PP Muslimat NU

Kiprahnya dalam Muslimat NU tampak menonjol di bidang kesehatan. Dia pernah menjabat sebagai Direktris Rumah Bersalin Muslimat NU di Hang Tuah, Jakarta Selatan. Rumah bersalin itu dibangun di atas tanah wakaf suaminya KH Saifuddin Zuhri.

Meski menjadi bagian dari Direktris, dia tetap menjalankan hobinya dalam hal menjahit dan berkebun. Dari perkawinannya dengan KH Saifuddin Zuhri, Nyai Solichah dikaruniai 10 anak yakni Fahmi D Saifudin, Farida Salahuddin Wahid, Annisa S Hadi, Aisyah Wisnu, Andang Fatati, Ahmad Baehaqi Saifudin, Yulia Nur Soraya, Annie Lutfia, Adib Daruqutni, dan Lukman Hakim Saifudin yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama RI.

Disadur dari NU Online 


Tokoh Terbaru