• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Sabtu, 20 April 2024

Tokoh

Mengenal KH Hisyam Zuhdi Penerus Pesantren Leler Banyumas 

Mengenal KH Hisyam Zuhdi Penerus Pesantren Leler Banyumas 
Almaghfurlah KH Hisyam Zuhdi Banyumas (Foto: Dok)
Almaghfurlah KH Hisyam Zuhdi Banyumas (Foto: Dok)

Pada kurun awal abad 19 dapat dikatakan Pesantren Leler adalah salah satu pesantren tertua di Banyumas. Itu karena peran yang besar dari Kiai Hisyam Zuhdi dalam mengelola Pesantren At-Taujieh Al-Islamy Desa Randegan, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas. Kurang lebih sudah 100 tahun Pesantren Leler berdiri. Di Dusun Leler, Randegan, Kebasen salah satu cucu mbah Dito Wongso laskar Diponegoro yang babat alas di daerah tersebut juga mendirikan pesantren. Bermula dari tokoh laskar Diponegoro itu adalah Kiai Zuhdi bin Abdul Manan bin Dito Wongso, menantu dari Kiai Abdullah Suyuthi. 


Pondok yang dibangunnya pada tahun 1914 ini dinamakan dengan Pondok Pesantren Tarbiyah Nahwiyah dan lebih terkenal dengan nama Pondok Leler. Dinamakan dengan Tarbiyatun Nahwiyah karena pondok ini mengedepankan pembelajaran ilmu alat dan dinamakan Pondok Leler dikarenakan keberadaanya di dusun yang bernama Leler. Pondok Leler mengalami masa vakum selama tujuh tahun setelah Kiai Zuhdi wafat dan baru beraktivitas lagi setelah putra tertua Kiai Zuhdi yang bernama Hisyam pulang dari pondok. Santri dari Kiai Zuhdi di antaranya adalah Kiai Hisyam Kali Jaran Purbalingga (1909-1989), Kiai Muslih (1910-1998), seorang pejuang kemerdekaan sekaligus pendiri yayasan Diponegoro dan Kiai Mas'ud (1998), Jombor, Cilongok.


Pada era kepemimpinan Kiai Hisyam, Pesantren Leler mengalami perubahan nama. Nama Tarbiyatun Nahwiyah diubah menjadi Syamsul Huda dan pada akhir 1984 nama Syamsul Huda diganti menjadi At-Taujieh al-Islamy. Era kepemimpinan Mbah Hisyam merupakan era keemasan kedua. Hampir semua kiai di Banyumas pernah bertabarukan kepada beliau dan banyak dari murid beliau yang menjadi ulama besar. Kepemimpinan Pesantren Leler sesudah beliau wafat pada tahun 1994 dipegang oleh trio bersaudara (KH Athaurrahman Hisyam, KH Dzakiyul Fuad, dan KH Zuhrul Anam Hisyam) dan dua orang menantu, KH Nasuha Kurdi dan KH Sya'bani Muqri (wafat tahun 2006)


Di samping pondok-pondok di atas, sebenarnya masih banyak pesantren tua di Banyumas, seperti Pesantren Kebarongan yang didirikan Kiai Habib (1778-1888) dan sekarang terkenal dengan MWI Kebarorngan, Pesantren Ngasinan, Kali Wedi, Kebasen, dan lain-lain. Hanya saja, penulis mencukupkan diri dengan pesantren yang telah tersebut dengan tujuan untuk mengurutkan genealogi keilmuan kyai Banyumas pada masa sekarang.


Hisyam Zuhdi belajar Al-Qur'an dan dasar-dasar keislaman kepada ayahnya sendiri KH Muhammad Zuhdi. Nama yang terahir merupakan santri dari Kiai Sanusi Kali Wedi, Kebasen pernah mondok di Bendo Pare, Kediri di bawah asuhan Kiai Khozin, ngaji di Pesantren Pakis Aji Kediri, belajar ilmu astronomi kepada Kiai Dahlan Jampes, Kediri dan murid sekaligus menantu dari KH Abdullah Suyuthi Bogangin, Sumpiuh, Banyumas. Konon, Kiai Zuhdi juga pernah nyantri kepada Kiai Kholil Bangkalan.


Kiai Abdullah Suyuthi sebagai orang yang berpengaruh dalam jiwa keilmuan Kiai Zuhdi pernah mondok di Pesantren Langitan, Tuban. Pada waktu Kyai Abdullah Suyuthi mengaji di Langitan, diperkirakan yang menjadi pengasuh adalah Kiai Ahmad Sholeh yang menjadi pengasuh periode kedua (1870-1902 M). Kiai Ahmad Soleh pernah tabarukan kepada Syekh Zaini Dahlan ketika menjalankan ibadah haji. Pondok Langitan merupakan pondok tua yang melahirkan alumni-alumni besar seperti Kiai Kholil Bangkalan, Kiai Hasyim Asy'ari, Kiai As'ad Syamsul Arifin, dan kiai-kiai besar lainnya sehingga hal ini memudahkan untuk melacak relasi keilmuan para ulama nusantara.


Guru Kiai Zuhdi yang lain adalah Kiai Khozin, Bendo dan Kiai Dahlan, Jampes Kediri. Mereka berdua adalah kakak beradik di mana salah satu dari keduanya (Kiai Khozin) merupakan kiai yang paling berpengaruh dalam pembentukan pribadi, karakter, dan keilmuan Kiai Hisyam. Jadi, Kiai Zuhdi dan Kiai Hisyam Zuhdi mengaji kepada kiai yang sama. Ketika nyantri di Bendo, Pare, Kiai Zuhdi satu angkatan dengan Kiai Badawi Hanafi, pendiri dan pengasuh Pesantren Ihya Ulumudin, Kesugihan, Cilacap.


Kiai Zuhdi meninggal pada tahun 1937 dalam usian 50 tahun. Menurut penuturan mbah Hasyim Suyuthi adik Mbah Hasyim, ketika Kiai Zuhdi wafat kakaknya sudah sunatan (sepit). Menurut perkiraan penulis, usia beliau berkisar 16 -17 tahun. Beliau merasa sangat sedih dengan meninggalnya sang ayah dan selalu menitikan air mata setiap kali usai berziarah di makam ayahnya. Apalagi kalau beliau melihat bangunan pondok yang kian lama semakin sepi. Pesantren Tarbiyah Nahwiyah (Pondok Leler) mengalami masa vakum pada tahun 1937-1944.


Melihat kesedihan Hisyam kecil, Nyai Muhfilah ibu kandungnya, dan adiknya (Kiai Hasyim Suyuthi) bersepakat untuk mengirim Hasyim kecil ke pesantren. besar harapan dari keluarga, Hasyim akan dapat meneruskan perjuangan sang ayah. Untuk biaya mondok, Nyai Muhfilah dengan dibantu Kiai Hasyim akan berusaha menanggungnya. Walaupun nanti di perjalanan mondoknya mbah Hisyam lebih banyak priatin dan tidak terlalu mengandalkan kiriman dari rumah.


Dalam bidang dirayah, mbah Hisyam mengaji kepada para kiai berpengaruh di zamannya. Di antara pesantren yang pernah di singgahi Mbah Hisyam adalah Pesantren Kasingan, Rembang di bawah asuhan Kiai Kholil bin Harun, di Sucen, Purworejo, asuhan Kiai Sonhaji Sucen, di Bendo, Pare, Kediri, di bawah asuhan Kiai Khozin, pernah ngaji kepada Kiai Hasyim Asy'ari dan mengaji di Termas kepada Kiai Hamid Dimyathi dan tabarukan kepada beberapa kiai besar lainnya. Guru yang paling berpengaruh dalam perjalanan intelektual beliau adalah Kiai Khozin, Bendo dan kiai yang paling membentot kekagumannya adalah KH Hasyim Asy'ari.


Mbah Hisyam ngaji alat kepada Kiai Kholil bin Harun dalam rentang waktu 1937-1939. Sebab, Kiai Kholil Kasingan wafat pada tahun 1939. Menurut penuturan Kiai Dzakiyul Fuad, Mbah Hisyam ngaji kitab Mughni Labib dan Ibnu Aqil kepada beliau. Kitab yang digunakan oleh Mbah Hisyam ngaji kepada Kiai Kholil masih tersimpan rapi oleh Kiai Fuad. Kyai Kholil Kasingan merupakan murid Kiai Kholil Bangkalan, Syekh Mahfuzh Termas dan Syekh Umar Hamdan al-Mahrasi. Dua nama terahir merupakan ulama besar yang berdomisili di Makkah, yang pertama berasal dari Aljazair, guru utama dari Syekh Yasin Padang dalam bidang dirayah dan riwayah dan yang kedua merupakan ulama besar asli Termas, Pacitan, Indonesia.


Karena ilmu alat yang diperoleh Mbah Hisyam diterima dari Kiai Kholil, tidak terbilang aneh kalau dalam pemaknaan kitab ala utawi iki-iku mirip dengan pembacaan kitab yang ada di Leteh, Rembang dan Pesantren Kempek, Cirebon. Pesantren-pesantren tersebut merupakan pesantren yang diampu oleh Kiai lulusan Kasingan. Terlebih, Kiai Kholil Kasingan merupakan Murid Kiai Kholil Bangkalan yang menjadi maha gurunya para kiai dan pembaharu dalam pembacaan kitab dengan metode utawi iki-iku. Sebagian sanad keilmuan Kiai Kholil Bangkalan dapat dilacak dalam buku kumpulan sanad Syekh Yasin Al-Fadani yang bernama al-'Iqd al-Farîd. Untuk sanad keilmuan Kiai Kholil Kasingan dari Syekh Umar Hamdan Al-Mahrasi akan dengan mudah dilacak dalam kumpulan sanad dan guru Syekh Umar Hamdan, karya dari Syekh Yasin Al-Fadani. Karya yang dimaksud adalah Itḫâf al-Ikhwân bikhtishâr Mathmaḫ al-Wujdân fî Asânîd as-Syaikh Umar Hamdan. 


KH Hisyam adalah penerus dari KH Zuhdi (1914). Lewat kepemimpinan Kiai Hisyam Zuhdi dalam memimpin pesantren dan peran Kiai Hisyam Zuhdi dalam perkembangan Pondok Pesantren At-Taujieh Al-Islamy terbukti berhasil mengkader banyak ulama bidang pendidikan dan sosial keagamaan. Kiai Hisyam Zuhdi juga menerapkan cara pembelajaran yang unik dan tidak monoton dengan memeragakan apa yang sedang diajarkannya. Menerapkan kebebasan dalam semua aturan pesantren. Dalam bidang sosial keagamaan Kiai Hisyam Zuhdi menjadi panutan masyarakat dalam menghadapi masalah keagamaan. Aktif dalam kegiatan sosial keagamaan seperti menjadi imam shalat jenazah, menjadi penghulu dalam pernikahan-pernikahan, menjadi penasehat dan tokoh masyarakat yang semua hal yang dikatakan oleh Kiai Hisyam Zuhdi dilakukan secara takzim.                        


KH Hisyam, adalah pendiri Madrasah Tarbiyatun Nahwiyah (1914). Perlahan tapi pasti, madrasah yang beralamat di Grumbul Leler, Desa Randegan, Kecamatan Kebasen itu berkembang jadi Pesantren At-Taujieh Al-Islamy. Di tangan KH Hisyam, pesantren mengalami perkembangan yang signifikan. Sebelum membina santri, KH Hisyam telah nyantri dan berguru pada KH Cholil bin Harun, KH Bisri Mustofa (Rembang), Syekh Chozin (Bendo Pare), dan lain-lain.


"Ayah dulu ngaji kitab Bukhori pada Syaikh Hasyim Asy'ari (Tebuireng) dan Kitab Fathul Wahab ke KH Kholil Lasem," tutur Gus Anam, salah satu putra KH Hisyam.


"Saya dulu mondok di Leler sekitar tahun 1959-1961. waktu itu santrinya sekitar 450-an orang," kata H Muthohar, murid almarhum Mbah Hisyam, secara terpisah.


Menurutnya, pengajian sorogan dilakukan ba'da maghrib dan madrasah ba'da isya'. Pengajian yang diampu Mbah Hisyam waktu itu adalah Tafsir Jalalain (ba'da zhuhur), Ihya Ulumaddin (ba'da ashar, dan Kitab Majalis (ba'da dhuha).


Pada zamannya, KH Hisyam termasuk ulama yang jadi rujukan sekaligus panutan umat Islam Banyumas dan sekitarnya. Almarhum tidak berpolitik praktis. Tapi memilih suntuk mengurus umat dan para santri. "Tokoh politik justru sowan pada Mbah Hisyam," kenang H Muthohar.


Di mata para santri, KH Hisyam adalah sosok alim dan kharismatik. Sifat penyayang, sabar, tekun serta ulet tampak dalam keseharian. Sifat penyayang, misalnya, tidak terbatas pada santri tapi juga pada hewan piaraan. Di sela-sela kesibukan membina santri, Mbah Hisyam gemar memelihara perkutut. Selain itu, almarhum juga piawai membuat akik. Konon, batu akik buatannya laku hingga jutaan rupiah.


Sepeninggal KH Hisyam wafat pada 1994. Pondok Leler diasuh oleh anak-anak dan menantu almarhum. Trio bersaudara yang kini memegang kendali Pondok Leler adalah KH Atho'urrahman (alm), KH Dzakiyul Fuad, dan KH Zuhrul Anam alias Gus Anam. Ketiganya lulusan Makkah dan pernah menjadi murid Sayyid Muhammad Al-Maliki. Ketiganya juga dibantu oleh menantu Mbah Hisyam, KH Nashuha Kurdi.


Mbah Hisyam terkenal sebagai tokoh alim di Banyumas yang tidak begitu menyukai glamor dunia. Murid Mbah Hasyim Asy'ari ini juga pernah memberi penjelasan terhadap kitab Waraqât, salah satu kitab primer disiplin ushul fiqih.



Aji Setiawan, demisioner Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat KH Wachid Hasyim UII Jogjakarta. Selatan MINU 02 Cipawon, Desa Cipawon RT 06/RW 01, Bukateja, Kabupaten Purbalingga 53382 


Tokoh Terbaru