Tokoh

KH Abdullah Dainuri, Ulama Penggerak Hizbullah Kota Semarang

Rabu, 28 Mei 2025 | 11:00 WIB

KH Abdullah Dainuri, Ulama Penggerak Hizbullah Kota Semarang

KH Abdullah Dainuri (Foto: Istimewa)

Oleh: Faisal Abdullah


Nama KH Abdullah Dainuri atau biasa disebut Yi Dulloh Sendangguwo sangat familiar bagi masyarakat Semarang dan sekitarnya. Beliau dikenal sebagai kiai pejuang yang berperan aktif dalam rekam jejak Laskar Hizbullah pada pertempuran lima hari di Semarang.


Nama besar beliau sebagai kiai jadug juga kembali populer saat terjadinya pemberontakan G30S/PKI tahun 1965. Namun, di balik semua jasa perjuangan tersebut, sisi kezuhudan KH Abdullah menjadi salah satu penyebab minimnya dokumentasi tertulis tentang dirinya.


Latar Belakang Keluarga


Menurut KH Dzikron Abdullah putranya, KH Abdullah Dainuri lahir pada tahun 1904 dan wafat pada 1971 dalam usia 67 tahun. Ia merupakan putra dari pasangan KH Abdullah Sajad dan Nyai Karsanah. Ayahnya adalah murid kesayangan KH Shaleh Darat Semarang, yang dakwahnya didukung penuh oleh sang guru hingga dibangunkan sebuah masjid. Masjid tersebut merupakan hasil pemindahan masjid asal Kampung Sekayu dan kini dikenal sebagai Masjid Jami’ As-Sajad Sendangguwo.


KH Abdullah Dainuri adalah anak kelima dari enam bersaudara, antara lain:

  • Nyai Aisyah – istri KH Munawir, pendiri Pondok Pesantren Salafiyah al-Munawir
  • KH Muhammad Dimyati – melanjutkan pesantren sang ayah
  • Agus Zuhdi – wafat muda
  • Kholil – wafat muda
  • KH Abdullah Dainuri
  • KH Masyhudi


Adapun silsilah nasab KH Abdullah Dainuri sebagaimana dikutip dari buku Jejaring Ulama Diponegoro (Zainul Milal Bizawie, 2020):
KH Abdullah Dainuri bin KH Abdullah Sajad bin KH Ahmad Rifa’i bin KH Abdurrahman (Tondano, Sulawesi Utara) bin KH Muhyidinirrofi’i (Loning, Purworejo) bin KH Nur Iman Mlangi (KGPH Sandeyo, Yogyakarta) hingga Prabu Brawijaya V Majapahit.


Pengasuh Pondok Pesantren


Sejak kecil, KH Abdullah Dainuri belajar al-Qur’an dan dasar-dasar Islam kepada ayahnya. Ia kemudian menimba ilmu di berbagai pesantren, termasuk Pondok Pesantren Watucongol yang diasuh KH Nahrowi Dalhar. Haul KH Nahrowi Dalhar rutin mengundang KH Dzikron Abdullah sebagai bentuk silaturahmi.


Setelah menyelesaikan masa nyantri, KH Abdullah membantu kakaknya KH Muhammad Dimyati mengasuh pondok pesantren. Kajian yang diajarkan meliputi tafsir, fikih, arudh, nahwu, sharaf, serta kitab-kitab klasik lainnya.


Ciri khas pondok yang diasuhnya adalah adanya kurikulum kejadugan (ilmu hikmah), yang relevan pada masa itu karena situasi bangsa yang belum stabil dan maraknya kejahatan. Nama KH Abdullah makin dikenal pasca meletusnya pertempuran lima hari di Semarang karena dipercaya sebagai rujukan penggemblengan spiritual para pejuang.


Pejuang Kemerdekaan


Selain mengasuh pesantren, KH Abdullah Dainuri bersama KH Muslih Mranggen mengikuti pelatihan militer anggota Hizbullah di Cibarusa, Februari 1945, bersama 500 peserta lainnya. Sepulang dari pelatihan, mereka merekrut dan melatih pemuda setempat, membentuk organisasi Hizbullah di tingkat lokal.


Organisasi Hizbullah Demak menjadi yang paling maju, ditandai dengan terbentuknya Batalyon Bintoro yang kemudian menjadi cikal bakal Barisan Hizbullah Divisi Semarang di bawah komando KH Abdullah Dainuri dan KH Muslih.


Saat pertempuran lima hari di Semarang, Hizbullah Mranggen berada di bawah Markas Medan Tenggara (MMTG) Semarang. Komando lapangan dipimpin oleh Soekaimi, murid KH Abdullah, yang gugur dan dimakamkan di depan Masjid Kauman Mranggen.


KH Abdullah mengajarkan strategi perang, pencak silat, serta ilmu hikmah seperti Hizbur Rifai, Hizbun Nashar, Hizbus Sakron, dan lembu sekilan. Sanad keilmuan hikmah diperoleh dari KH Wahab Hasbullah sebagaimana tercatat dalam karya KH Bisri Musthofa al-Asma’ wal Aurad.


Jejak Dzurriyah KH Abdullah Dainuri

Perjuangan KH Abdullah diteruskan oleh putra-putri dan cucunya. Beberapa pesantren yang masih aktif diasuh oleh dzurriyah beliau antara lain:

  • Ponpes Ad-Dainuriyah I (sekarang At-Thariq)
  • Ponpes al-Ibriz
  • Ponpes Ad-Dainuriyah II
  • Ponpes Ila Rahman As-Sajad
  • Ponpes Nurussiroj
  • Ponpes Tahfidz dan Ma’had Aly Walindo


Selain itu, masih banyak majelis taklim dan lembaga pendidikan lainnya yang diasuh oleh keturunan beliau yang tidak dapat disebutkan satu per satu.