• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 26 April 2024

Taushiyah

Lebih Utama Perbanyak Khataman Al-Qur'an atau Mendalaminya?

Lebih Utama Perbanyak Khataman Al-Qur'an atau Mendalaminya?
Ilustrasi: NU Online Jateng
Ilustrasi: NU Online Jateng

Secara etimologi, kata khatm berasal dari akar kata م - ت - خ (kha-ta-mim). Akar kata ini kemudian membentuk kata kerja khatama-yakhtimu. Dalam Kamus Al-Munjid dan Kamus Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, kata khatam sendiri memiliki banyak makna, seperti cincin, segel, stempel, madu, lak, cap, lumpur, penghabisan, penutup, selesai, tamat, dan akhir. Secara terminologi, khatm Al-Qur'an berarti tamat atau selesai membaca Al-Qur'an.


Mengkhatamkan Al-Qur'an adalah suatu ibadah yang memiliki kandungan pahala yang besar, terlebih jika dilakukan di bulan suci Ramadhan yang semua perbuatan baik dilipatgandakan pahalanya berkali-kali lipat. Tak ayal masyarakat muslim berlomba-lomba mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan. Amalan khatm Al-Qur'an diperkuat dengan hadits riwayat At-Turmudzi bahwa Rasulullah mengkhatamkan Al-Qur'an dengan membacanya dari awal hingga akhir dan mengulanginya lagi dari awal hingga akhir.


Banyak hadits yang menerangkan tentang keutamaan mengkhatamkan Al-Qur'an, misalnya:


إِذَا خَتَمَ الْعَبْدُ القُرْآنَ صَلَّى عَلَيْهِ عِنْدَ خَتْمِهِ سِتُّوْنَ أَلـْفِ مَلَكٍ


Artinya: Apabila seseorang mengkhatamkan Al Qur'an, maka pada saat khatamannya 60.000 malaikat memohonkan rahmat untuknya (HR Ad-Dailami)


Ada sebagian orang yang karena merasa khatam Al-Qur'an dianggap sebagai kompetisi, justru mengabaikan hal-hal yang bersifat sangat penting seperti tajwid, makharijul huruf, merenungi kandungan Al-Qur'an dan implementasi Al-Qur'an dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Jika terlalu fokus pada kuantitas khatam Al-Qur'an, tidak sedikit yang abai terhadap kualitas dalam mengkhatamkan Al-Qur'an. Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan jangan sampai semangat mengkhatamkan Al-Qur'an mengabaikan hal-hal yang sangat penting tersebut.


Amalan khatam Al-Qur'an termasuk amal yang baik (a'malul akhirat) bisa menjadi suatu hal yang buruk (a'malud dun-ya) karena niat yang kurang baik, misal karena ujub, sum'ah, riya' dan sombong sehingga cenderung merasa diri lebih 'wah' dibanding mereka yang belum atau tidak bisa khatam Al-Qur'an karena udzur atau faktor tertentu lainnya.


Syekh Az-Zarnuji menyebutkan:


روى عن رسول الله صلى الله عليه وسلم: كَمْ مِنْ عَمَلٍ يَتَصَوَّرُ بِصُوْرَة أعْمالِ الدّنْياَ وَيَصِيْرُ بِحُسْنِ النِيَّة مِن أَعْمَالِ الآخِرَة، كَمْ مِنْ عَمَلٍ يَتَصَوَّرُ بِصُوْرَة أعْمالِ الأخرة ثُمَّ يَصِيْر مِن أَعْمَالِ الدُّنْيَا بِسُوْءِ النِيَّة


Artinya: Banyak perbuatan yang tampak sebagai perbuatan duniawi berubah menjadi perbuatan ukhrawi lantaran niat yang bagus. Banyak pula perbuatan yang terlihat sebagai perbuatan ukhrawi bergeser menjadi perbuatan duniawi lantaran niat yang buruk. (Syaikh al-Jarnuzi, Ta'limul Muta'alim, Semarang: Thoha Putra, 2009, h. 2.)


Unsur-unsur negatif ini perlahan-lahan perlu dihilangkan karena jika dibiarkan bisa merusak amal ibadah seseorang. Apabila unsur-unsur negatif dalam beramal mulai dikikis maka seseorang akan naik level atau derajat muttaqinnya ke tahapan yang lebih tinggi.


Menghatamkan Al-Qur'an bagi orang yang memiliki waktu senggang yang lebih banyak tentunya lebih dianjurkan dibanding mereka yang memiliki sedikit waktu luang dikarenakan kesibukan mengurus kemaslahatan umat atau bekerja untuk menafkahi diri sendiri dan keluarga.


Syekh Abu Bakr Muhammad Syatha menyatakan:


والمختار أن ذلك يختلف باختلاف الأشخاص، من كان مشغولا بنشر العلم، أو فصل الحكومات بين المسلمين، أو غير ذلك من مهمات الدين والمصالح العامة للمسلمين، فليقتصر على قدر لا يحصل بسببه إخلال بما هو مرصد له، ولا فوات كماله، ومن لم يكن من هؤلاء المذكورين فليستكثر – ما أمكنه – من غير خروج إلى حد الملل أو الهذرمة في القراءة



Artinya: Pendapat yang dipilih adalah bahwa anjuran mengkhatamkan Al-Qur’an setiap individu relatif berbeda-beda. Bagi orang yang disibukkan dengan menyebarkan ilmu, memutuskan putusan hukum diantara orang muslim atau kesibukan yang lain berupa kepentingan agama dan kemaslahatan umat islam secara umum, hendaknya bagi mereka untuk mencukupkan membaca Al-Qur’an sekiranya tidak mengganggu kesibukan yang menjadi tanggung jawabnya dan tidak menghilangkan keoptimalan menjalankan kesibukannya. Barang siapa yang tidak termasuk golongan di atas, maka hendaknya memperbanyak membaca Al-Qur’an sebisa mungkin, sekiranya tidak sampai merasa bosan atau terburu-buru dalam membaca. (Syaikh Abu Bakr Muhammad Syatha, Hasyiyah I'anah at-Thalibin, juz II, Beirut: Dar al-Fikr,1993, juz 2, hal. 285)


Begitu juga bagi orang yang super sibuk, tetap perlu mengatur/menjadwalkan kembali agenda mengkhatamkan Al-Qur'an. Mengkhatamkan Al-Qur’an ini tentu dianjurkan bagi yang sudah bagus tajwidnya dan baik makharijul huruf. Bagi yang belum? Gunakan bulan Ramadhan sebagai waktu belajar bacaan (tahsinul qira-ah) kepada ustadz atau guru yang mumpuni. Hal ini tentu lebih baik daripada mengejar kuantitas bacaan.


Berbeda lagi bagi orang yang bacaannya sudah mapan, ia perlu memperbanyak kuantitas bacaan Al-Qur'an mereka sehingga bisa mengkhatamkan Al-Qur'an dengan jumlah yang banyak. 


 Abdul RozakMahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta


Taushiyah Terbaru