Lebih Utama Perbanyak Khataman Al-Qur'an atau Mendalaminya?
Secara etimologi, kata khatm berasal dari akar kata م - ت - خ (kha-ta-mim). Akar kata ini kemudian membentuk kata kerja khatama-yakhtimu. Dalam Kamus Al-Munjid dan Kamus Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, kata khatam sendiri memiliki banyak makna, seperti cincin, segel, stempel, madu, lak, cap, lumpur, penghabisan, penutup, selesai, tamat, dan akhir. Secara terminologi, khatm Al-Qur'an berarti tamat atau selesai membaca Al-Qur'an.
Mengkhatamkan Al-Qur'an adalah suatu ibadah yang memiliki kandungan pahala yang besar, terlebih jika dilakukan di bulan suci Ramadhan yang semua perbuatan baik dilipatgandakan pahalanya berkali-kali lipat. Tak ayal masyarakat muslim berlomba-lomba mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan. Amalan khatm Al-Qur'an diperkuat dengan hadits riwayat At-Turmudzi bahwa Rasulullah mengkhatamkan Al-Qur'an dengan membacanya dari awal hingga akhir dan mengulanginya lagi dari awal hingga akhir.
Banyak hadits yang menerangkan tentang keutamaan mengkhatamkan Al-Qur'an, misalnya:
Ada sebagian orang yang karena merasa khatam Al-Qur'an dianggap sebagai kompetisi, justru mengabaikan hal-hal yang bersifat sangat penting seperti tajwid, makharijul huruf, merenungi kandungan Al-Qur'an dan implementasi Al-Qur'an dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Jika terlalu fokus pada kuantitas khatam Al-Qur'an, tidak sedikit yang abai terhadap kualitas dalam mengkhatamkan Al-Qur'an. Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan jangan sampai semangat mengkhatamkan Al-Qur'an mengabaikan hal-hal yang sangat penting tersebut.
Amalan khatam Al-Qur'an termasuk amal yang baik (a'malul akhirat) bisa menjadi suatu hal yang buruk (a'malud dun-ya) karena niat yang kurang baik, misal karena ujub, sum'ah, riya' dan sombong sehingga cenderung merasa diri lebih 'wah' dibanding mereka yang belum atau tidak bisa khatam Al-Qur'an karena udzur atau faktor tertentu lainnya.
Syekh Az-Zarnuji menyebutkan:
Unsur-unsur negatif ini perlahan-lahan perlu dihilangkan karena jika dibiarkan bisa merusak amal ibadah seseorang. Apabila unsur-unsur negatif dalam beramal mulai dikikis maka seseorang akan naik level atau derajat muttaqinnya ke tahapan yang lebih tinggi.
Menghatamkan Al-Qur'an bagi orang yang memiliki waktu senggang yang lebih banyak tentunya lebih dianjurkan dibanding mereka yang memiliki sedikit waktu luang dikarenakan kesibukan mengurus kemaslahatan umat atau bekerja untuk menafkahi diri sendiri dan keluarga.
Syekh Abu Bakr Muhammad Syatha menyatakan:
Begitu juga bagi orang yang super sibuk, tetap perlu mengatur/menjadwalkan kembali agenda mengkhatamkan Al-Qur'an. Mengkhatamkan Al-Qur’an ini tentu dianjurkan bagi yang sudah bagus tajwidnya dan baik makharijul huruf. Bagi yang belum? Gunakan bulan Ramadhan sebagai waktu belajar bacaan (tahsinul qira-ah) kepada ustadz atau guru yang mumpuni. Hal ini tentu lebih baik daripada mengejar kuantitas bacaan.
Berbeda lagi bagi orang yang bacaannya sudah mapan, ia perlu memperbanyak kuantitas bacaan Al-Qur'an mereka sehingga bisa mengkhatamkan Al-Qur'an dengan jumlah yang banyak.