• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Minggu, 28 April 2024

Regional

Wagub Jateng: Berpendidikan Tinggi Seharusnya Jadi Teladan

Wagub Jateng: Berpendidikan Tinggi Seharusnya Jadi Teladan
Wagub Jateng, KH Yaj Yasion Maimoen (Foto: Dok)
Wagub Jateng, KH Yaj Yasion Maimoen (Foto: Dok)

Semarang, NU Online Jateng
Wakil Gubernur Jawa Tengah KH Taj Yasin menegaskan, intelektualitas yang tinggi tidak menjamin seseorang tidak melakukan kekerasan seksual. Gus Yasin, sapaan akrabnya mengungkapkan bahwa kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan, setidaknya bisa menjadi gambaran tersebut.


“Karena dari data, isu kekerasan seksual, 40% itu di kampus. Bahkan di kampus sendiri, ternyata (terjadi) di strata 2, yang mana mereka ini mindsetnya di masyarakat adalah orang-orang yang memiliki intelektual yang tinggi," ujarnya. 


Dikatakan, dengan semakin tingginya jenjang prestasi, mereka dianggap orang-orang yang patut dihormati, menjadi teladan. Kalau teladannya sudah seperti itu, bagaimana masyarakat kita?.


Pernyataan itu disampaikan Wakil Gubernur saat menghadiri kegiatan 'Sosialisasi Prosedur Operasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual' di Hotel Patrajasa Semarang, Jumat (14/10/2022) pekan lalu.


Menurutnya, untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual, tidak cukup dengan hanya intelektualitas yang tinggi. Tetapi, butuh ada internalisasi nilai-nilai agama. Pihaknya yakin, semua agama pasti mengecam tindakan kekerasan seksual karena perbuatan tercela dan tidak manusiawi. 


“Yang agama Islam harus didampingi, yang agama Kristen harus didampingi, Hindu harus didampingi, dan semua agama harus didampingi oleh guru-gara agama yang notabenenya benar-benar guru agama," ucapnya. 


Disampaikan, tidak hanya sebagai identitas guru agama saja. Karena kalau hanya identitas, jangan-jangan malah pelakunya dari mereka yang berkedok agama. Untuk itu Gus Yasin menyambut positif langkah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. 


"Regulasi ini menjadi pintu masuk bagi warga kampus untuk melakukan tindakan preventif (pencegahan) kekerasan seksual. Keberadaan regulasi ini bertujuan menumbuhkan kehidupan kampus yang manusiawi, bermartabat, setara, inklusif, kolaboratif, serta tanpa kekerasan di antara mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan dan warga di perguruan tinggi," terangnya. 


Dengan adanya regulasi itu, Gus Yasin tidak menginginkan lagi ada lembaga pendidikan yang menyembunyikan kasus kekerasan seksual, apabila terjadi di lembaganya. Menyembunyikan kasus sama dengan mengabaikan hak-hak korban. Padahal dampak yang ditanggung sebagai korban kekerasan seksual tidak ringan. 


“Akhirnya apa? Penyintas itu merasa nggak diuwongke (tidak dimanusiakan). Merasa nggak punya teman. Saya sudah menjadi korban, saya sudah beritikad baik melaporkan, saya ingin hidup normal, ternyata masih diabaikan. Seandainya pun ditangani, butuh berbulan-bulan, bahkan tahunan. Maka ini tugas kita bersama,” tutupnya.


Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat
 


Regional Terbaru