• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Minggu, 19 Mei 2024

Opini

Jangan Berlebihan dalam Beragama

Jangan Berlebihan dalam Beragama
Ilustrasi: NU Online Jateng
Ilustrasi: NU Online Jateng

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) salah satu arti mabuk adalah berbuat di luar kesadaran. Mabuk agama adalah prilaku seseorang dalam mengamalkan ajaran agama secara belebihan sehingga mengabaikan ilmu dan akal sehat. Mereka beragama tapi tak menyadari makna beragama. Untuk itu KH Ahmad Mustofa Bisri sering dhawuh dalam berbagai kesempatan semangat beragama diimbangi dengan pemahaman beragama.


Tahapan orang menjadi gila yang pertama adalah diawali dengan nafsu/keinginan kemudian keinginan yang kuat berubah menjadi ambisi. Dari ambisi yang berlebihan menjadi mabuk dan mabuk yang tak terbendung menjadi gila. Misal gila agama, harta, tahta, cinta, dan sebagainya. Jadi mabuk adalah fase sebelum gila.


Salah satu ciri seseorang yang sedang mabuk agama adalah mengesampingkan logika, akal sehat, budi bahkan kemanusiaan untuk melaksanakan ajaran agama tanpa mempertimbangkan dampak baik-buruk, benar-salah, bagus-tidak terhadap lingkungan sekitar.


Agama memang menjauhkan kita dari dosa, tapi berapa banyak dosa yang kita lakukan atas nama agama. Itulah penggalan pernyataan Kartini yang secara tidak langsung menyindir orang-orang yang dilanda mabuk agama.


Bung Karno juga pernah berkata seperti ini: Kalau jadi Hindu jangan jadi orang India, kalau jadi orang Islam jangan jadi orang Arab, kalau Kristen jangan jadi orang Yahudi, tetaplah jadi orang nusantara dengan adat-budaya nusantara yang kaya raya ini. Pendapat itu bukan berarti bung Karno anti-agama tapi lebih kepada menghargai kearifan budaya lokal.


Akibat dari sikap berlebihan dalam beragama ini setidaknya terjadi tiga hal. Pertama, labelisasi syariah produk barang dan jasa misal koperasi syariah, Rumah sakit syariah, Hotel syariah, Perumahan syariah, agen travel syariah bahkan tidak sedikit yang berujung penipuan. Penipuan berkedok syariah kita bisa lihat diberita misal kampanye Zaim Saidi di Depok tentang pemakaian mata uang Dinar, Dirham & fulus, umroh abal-abal First Travel & Abu Tours, Investasi Bodong 212 mart, Kanjeng Dimas pengganda uang, Aisyah Wedding anjuran nikah 12 th, seorang yang ditokohkan yang mencabuli pasien. Motif penipuan ini berorientasi pada ekonomi, politik bahkan seks. Hal ini diperparah dengan oknum tokoh agama yang memprovokasi umat untuk percaya pada hal-hal yang berbau syariah tanpa cross check dan tabayyun.


Kejadian-kejadian penipuan berkedok agama kenapa terus terjadi dewasa ini? Bagaimana menanggulanginya? Kapan berhentinya? Jawabannya, karena di Indonesia sekarang banyak orang yang mabuk agama. Yakni mereka yang bermodalkan semangat, tak mengedepankan ilmu dan akal sehat dalam menjalani hidup beragama. Ditambah dengan fanatik buta. Kritikus sastra asal Inggris Robert Graves fanatik terhadap agama adalah bentuk kegilaan yang membahayakanIngat kesempitan berpikir dlm beragama membawa dapat mengarahkan kepada kemudharatan. Gunakan akal sehat agar hidup lebih bermanfaat.


Kedua, gerakan takfiri yaitu gerakan yang menuduh bahwa selain kelompoknya baik muslim atau non muslim dianggap kafir. Biasanya menggunakan jargon TBC (Takhayul Bidah Churofat). Pemicu gerakan takfiri ini karena kelompok ini merasa paling benar dan selain kelompoknya dianggap salah sehingga muncullah sifat sombong ini. Ingat iblis dibenci karena sombong atau merasa paling benar.


Ketiga, munculnya fenomena hijrah yang HANYA bersifat simbolik dan menyalahkan yang belum hijrah. Tren ini muncul di kalangan anak muda yang mengubah pola atau gaya hidup yang dianggap lebih Islami. Gerakan ini kian massif karena didukung oleh publik figur atau artis yang ikut-ikutan hijrah.


Wa ba'du, kiranya perlu kita renungi kembali mutiara kata kanjeng Nabi:

 

الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَه لِلّه


"Orang yang berjihad sejati adalah orang yang memerangi hawa nafsunya karena Allah" (HR. Ahmad).


Karena sangking semangatnya beragama (baca: jihad) hingga mengabaikan pemahaman beragama, mengabaikan akal dan budi. Jihad yang semula bertujuan mulia terbelokkan oleh nafsu dan kepentingan dunia sesaat. Untuk itu, berjihadlah denga akal dan budi! Berjihadlah untuk-Nya dan sebaik-baik jihad adalah jihad melawan diri sendiri.

 

Wallahu A'lam


Abdul Rozak, Mahasiswa Pasca UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


Opini Terbaru