Nasional

Yenny Wahid: Gus Dur Adalah Nurani yang Mendengar Jeritan Rakyat Kecil

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB

Yenny Wahid: Gus Dur Adalah Nurani yang Mendengar Jeritan Rakyat Kecil

Yenny Wahid (Foto: NU Online)

Semarang, NU Online Jateng

Haul ke-15 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Pondok Pesantren Ciganjur, Jakarta Selatan berlangsung khidmat pada Sabtu (21/12/2024). Acara yang mengusung tema Menajamkan Nurani, Membela yang Lemah ini dipimpin oleh Hj Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid, putri kedua Gus Dur sekaligus ketua panitia pelaksana.


Dalam sambutannya, Yenny Wahid mengenang sosok Gus Dur sebagai pribadi yang memiliki nurani tajam, meski secara fisik tidak dapat melihat. Ia menegaskan bahwa Gus Dur mampu mendengar jeritan rakyat kecil di tengah kebisingan kekuasaan.


“Banyak dari kita yang mengenang Gus Dur sebagai sosok yang tidak bisa melihat secara fisik, tetapi nuraninya begitu tajam, jauh lebih tajam daripada orang-orang yang memiliki penglihatan sempurna. Dengan nuraninya itulah Gus Dur mampu melihat ketidakadilan, mampu mendengar jeritan hati rakyat kecil di tengah kebisingan kekuasaan,” ujar Yenny.


Sebelum memberikan sambutan, Yenny melantunkan tembang gubahan Sultan Agung Hanyokrokusumo yang mengingatkan akan kewajiban manusia untuk mencari hakikat kehidupan.


“Kenapa saya memulai sambutan saya dengan tembang ini? Karena untuk mengingatkan kita semua bahwa dalam kehidupan kita, secerdas apa pun kita, sekuat apa pun kita, tetap hakikat kehidupan yang paling utama adalah untuk mencari jalan Ilahi,” ungkapnya.


Dalam konteks ekonomi, Yenny mengkritik rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Ia menilai langkah tersebut tidak bijak, mengingat kondisi rakyat yang tengah sulit.


“Saat ini ada rencana pemerintah untuk menaikkan pajak pertambahan nilai menjadi 12%. Apakah ini bijak? Jika Gus Dur masih ada, saya yakin beliau akan berdiri bersama rakyat kecil dan mengatakan hentikan rencana ini,” jelas Yenny.


Ia juga menyoroti pentingnya pemisahan antara kekuasaan dan kemanusiaan, mengingatkan bahwa Gus Dur berjuang untuk memisahkan kepolisian dari TNI demi mencegah penyalahgunaan kekuasaan.


“Pada masa lalu, di bawah kekuasaan Orde Baru, tentara dan polisi berada dalam satu komando yang memberikan potensi penyalahgunaan kekuasaan. Gus Dur memahami bahwa untuk mewujudkan negara yang benar-benar demokratis, kita harus memastikan bahwa kepolisian menjadi institusi sipil yang berfungsi melindungi rakyat, bukan sebagai alat kekuasaan yang menindas,” ujarnya.


Ia juga mengajak hadirin untuk merasakan penderitaan masyarakat terpinggirkan, seraya mengingatkan bahwa kemanusiaan harus menjadi landasan dalam setiap keputusan.


“Gus Dur pernah berkata, yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan. Pernyataan ini mengajarkan kepada kita bahwa segala keputusan, kebijakan, dan tindakan kita harus berlandaskan nurani, sebab pada akhirnya nurani yang tajamlah yang akan membawa kita semua menuju jalan yang benar,” tambah Yenny.


Acara ditutup dengan doa dan harapan agar setiap tindakan diarahkan untuk menegakkan keadilan, melayani umat, serta memperjuangkan kaum terpinggirkan.


“Semoga kita semua menjadi penerus perjuangan Gus Dur, menjadi orang-orang yang berjuang untuk kaum-kaum yang terpinggirkan,” pungkasnya.

 

Penulis: Khoirin Nisatun Nazilah