Khutbah

Khutbah Jumat: Pentingnya Intropeksi Diri

Kamis, 21 November 2024 | 12:00 WIB

Khutbah Jumat: Pentingnya Intropeksi Diri

Ilustrasi Intopeksi Diri (Foto:Freepik)

Kita hidup di dunia yang sementara ini haruslah menyertakan muhasabah di dalamnya. Hal ini karena didalam diri kita terdapat dimensi pertarungan, interaksi antara kekuatan baik dan buruk. Khutbah Jumat kali ini mengangkat judul “Pentingnya Intropeksi Diri” tersedia dua versi bahasa yaitu bahasa Indonesia dan Jawa. Untuk Mendowndload naskah khutbah link biru di atas. Semoga bermanfaat!


Khutbah Pertama

اِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه . اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن .  وَالْعَصْرِۙ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ .يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

مَعَاشِرَ المُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ


Melalui khutbah jum’at ini, saya mengajak para jamaah untuk ber-muhasabah, yakni mengevalusi diri. Marilah kita melakukan evaluasi diri, ber-muhasabah menghitung kembali terhadap apa yang sudah kita lakukan. Dengan kesadaran muhasabah, maka akan memunculkan dorongan dalam diri kita semua untuk selalu senantiasa menghitung, memperbaiki, menyempurkanan, dan meningkatkan derajat ketakwaan kita kepada Allah swt.


Setiap kali disampaikan khutbah jumat seperti ini, yang harus senantiasa kita evaluasi adalah sejauh mana kita bertakwa kepada Allah.


Dalam arti, sejauh mana kesungguhan kita menjalankan perintah Allah dan menjahui larangan-Nya. Pada dasarnya, kunci dan modal utama mendapatkan kebahagiaan yang hakiki adalah “Imtistalu awamirihi wa ijtinabu nawahihi”.


Sebaliknya, bahwa mengabaikan terhadap apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah adalah awal dari malapetaka dalam kehidupan kita.


Muhasabah, berarti menghitung kembali apa yang sudah kita lakukan. Marilah kita cermati, mana yang menjadi investasi kebaikan, bernilai ibadah, baik ibadah yang berkaitan langsung dengan Allah (Hablumminallah) maupun ibadah yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat (Hablumminannas), maupun mana yang menjadi amal yang sia-sia, dan mana yang perlu kita sempurnakan.


مَعَاشِرَ المُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ


Kita hidup di dunia yang sementara ini haruslah menyertakan “muhasabah” didalamnya. Hal ini karena didalam diri kita terdapat dimensi pertarungan, interaksi antara kekuatan baik dan buruk.


Sebagai manusia biasa, wajar jika kita memiliki syahwat, nafsu, ambisi untuk menjadi yang terkaya, terhebat, paling berkuasa. Dan semua itu harus kita kelola dan kendalikan dengan baik, tentunya juga dengan akal yang baik pula.


Maqolah Sayyidina Ali  menggambarkan;


إِنَّ اَللَّهَ تَعَالَى رَكَّبَ اَلْعَقْلَ فِي اَلْمَلاَئِكَةِ بِدُونِ اَلشَّهْوَةِ وَ رَكَّبَ اَلشَّهْوَةَ فِي اَلْبَهَائِمِ بِدُونِ اَلْعَقْلِ وَ رَكَّبَهُمَا جَمِيعاً فِي بَنِي آدَمَ فَمَنْ غَلَبَ عَقْلُهُ عَلَى شَهْوَتِهِ كَانَ خَيْراً مِنَ اَلْمَلاَئِكَةِ و مَنْ غَلَبَتْ شَهْوَتُهُ عَلَى عَقْلِهِ كَانَ شَرّاً مِنَ اَلْبَهَائِمِ.


Dalam diri manusia ada dua dimensi yang terus saling melakukan interaksi dan bertarung tiada pernah berhenti. Keduanya merupakan kekuatan yang disusun oleh Allah dalam diri manusia. Dimensi kekuatan itu adalah akal dan syahwat.


Riwayat Maqolah di atas memberikan keterangan kepada kita bahwa jika syahwat itu telah menguasai akal manusia, maka hal buruk akan terjadi.


Sebagai contoh, jika seorang melakukan kejahatan tetapi tidak didukung dengan kekuatan akal yang berupa kecerdasan maka dia akan melakukan kejahatan berdasarkan naluri kekuatan fisik saja.


Namun jika seseorang itu melakukan kejahatan dan didukung akal berupa kecerdasan, kekuatan ilmiah, intelektualitas yang tinggi maka akan sangat berbahaya, dan jauh lebih membahayakan daripada kejahatan yang dilakukan oleh binatang sekalipun.


Untuk menundukkan hawa nafsu sebagaimana tertuang dalam al-Minahus Saniyyah adalah mengurangi tidur. Ini bukan berarti kita begadang dengan ragam kegiatan yang mubazir.

 

Tidur, sebagaimana juga makanan, bisa menjadi sumber yang menutup kejernihan kita dalam menerima cahaya Tuhan. Mengurangi tidur berarti bergiat bangun menunaikan shalat malam, memperbanyak dzikir, serta bermunajat kepada Allah, dan kegiatan-kegiatan “berat” lainnya.

 

Rasululah ﷺ bersabda:


عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ ، فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ ، وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ ، وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ ، وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ


“Laksanakanlah qiyamul lail (shalat malam) karena ia merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian, mendekatkan kepada Rabb kalian, menghapus dosa-dosa kalian, dan menjauhkan kalian dari berbuat dosa.” (HR at-Tirmidzi).


Bisa dikatakan, nafsu ibarat hewan beringas dan nakal. Untuk menjinakkannya, menjadikan hewan itu lapar dan payah merupakan pilihan strategi yang efektif. Selama proses penundukkan itu, nafsu mesti disibukkan dengan hal-hal positif agar semakin jinak dan tidak buas.


Manusia memiliki nafsu makan minum, maka akalnya mengarahkan pada makan minum yang halal serta dengan tatakrama yang baik.


Manusia berambisi untuk berpolitik, maka berpolitiknya pun benar. Manusia bernafsu ingin dihormati, maka dia dengan akalnya akan mengarahkan untuk mendapatkan kehormatan dengan cara yang baik dan benar.


Sebagai akhir dari khutbah ini, kita tegaskan lagi bahwa mengevaluasi diri, muhasabah, itu sangatlah penting. Muhasabah adalah melihat bagaimana diri kita sendiri agar senantiasa bisa mengontrol akal dan syahwat kita.


Muhasabah dengan mengontrol akal dan syahwat itu bertujuan agar kita menjadi insan yang ihsan muttaqin. Semoga kita menjadi insan yang gemar ber-muhasabah dengan mengontrol akal dan syahwat kita dengan baik. Amin


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
 

Khutbah Kedua

 

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ.


اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا, أَمَّا بَعْدُ


فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.


عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ والله يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ


Oleh Kiai Luthfi Taufiq, M.Ag Pengurus Lembaga Dakwah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LD PWNU) Jawa Tengah. Bidang Tabligh dan Pengembangan Masyarakat.