Keislaman

Khutbah Jumat: Agama adalah Akhlak yang Mulia

Kamis, 5 September 2024 | 12:00 WIB

Khutbah Jumat: Agama adalah Akhlak yang Mulia

Ilustrasi (freepik)

Agama bukan sekadar ritual, melainkan cermin dari akhlak yang mulia. Sesungguhnya Islam hadir untuk membentuk manusia yang penuh kasih, jujur, dan berbuat adil, karena akhlaq yang baik adalah inti dari keimanan. Tanpa akhlak, ibadah hanya menjadi formalitas tanpa makna. Mari kita jaga akhlak mulia dalam setiap langkah, karena itulah yang akan menjadi saksi di hadapan Allah dan sesama manusia.


Khutbah Jum’at kali ini berjudul “Agama adalah Akhlak yang mulia.” Semoga bermanfaat!


Khutbah I


الْحَمْدُ لله الَّذِي أرْسَلَ رَسُوْلَهُ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَ نَذِيْرًا وَدَاعِيًا إلى الله بإذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا واَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه رَبُّ الْعَالَمِيْن وَقَيُّوْمُ السَّمَوَاتِ و اْلَارْضِ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه الْمَبْعُوْثُ لِأتَمِّمَ مَكَارِمَ الأخْلاَقِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْن. الّلَهُمَّ صَلّ وَسَلِّم عَلَى سَيِّدنا محمد وَعَلَى ألِهِ وأصْحَابِه والتَّابِعِيْن والْعَاِملِيْن بِسُنَّتِهِ. أما بعد. فَيَا عِبَادُ الله أوْصِيْكُمْ ونَفْسِي بتقوى الله وَتَزَوَّدُوْا فَإنَّ خَيْرَ زَادِ التَّقْوَى فقال الله تعالى: وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَ يَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لايْحتَسِب


Maasyirol Muslimin Rahimakumullah

 

Mengawali khutbah Jumat ini, khatib mengajak kepada jamaah untuk menguatkan rasa syukur dan takwa kepada Allah yang telah menganugerahkan ni’mat iman dan Islam, sehingga di tengah-tengah kesibukan kita dalam beraktifitas kita masih diberikan kemampuan untuk memenuhi panggilanya dalam rangkaian shalat Jum’at yang mulia ini. Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kita kepada takwa sebagaimana firman Allah:

 

 وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَ يَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَايْحتَسِبْ


“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar (solusi) baginya. Dan akan memberi Rizki dari jalan yang tidak disangka”


Maasyirol Muslimin Rahimakumullah

 

Melihat sejarah bangsa arab sebelum Islam mayoritas mengatakan bahwa periode tersebut dinamakan periode Jahiliyyah atau kebodohan. Apakah anggapan ini benar secara realita bahwa masyarakat pra islam saat itu penuh dengan keterbelakangan, kebodohan dan kegelapan? Dalam kitab Muqaddimah karya Ibnu Khaldun deiterangkan bahwa sebenarnya masyarakat Arab pra Islam telah memiliki sebuah peradaban bukan bangsa yang terbelakang seperti anggapan semula. Hal ini didasarkan kepada beberapa hal:

 
  1. Pengetahuan tentang astronomi. Hal ini didasarkan kepada perjalanan mereka dari satu tempat ketempat lain tanpa tersesat. Meniti padang pasir yang luas dan penuh misteri tanpa bantuan alat saat itu seperti kompas, peta, apalagi google map. Namun dengan ilmu pengetahuannya mereka dapat melakukan perjalanan jauh tanpa harus tersesat. Salah satunya adalah menggunakan letak posisi bintang di langit mereka mampu melihat arah utara, selatan, timur dan barat. Ilmu seperti ini sekarang disebut sebagai ilmu astronomi.
  2. Mampu menulis dengan baik. Dalam bukunya Ibnu Khaldun dijelaskan bahwa setelah datangnya Islam ditemukan ada setidaknya 17 orang yang sudah mampu menulis dengan baik dan hal ini sangat berkorelasi ketika Rasulullah saw dalam salah satu perang pernah bertukar tawanan perang sebagai imbalan mereka (tawanan kafir qurays) harus mengajari anak-anak Muslim saat itu belajar menulis dan membaca.
  3. Dalam hal seni sastra, masyarakat pra Islam dikenal memiliki nilai sastra yang tinggi. Hal ini dibuktikan bahwa terdapat perlombaan-perlombaat sastra setiap tahunan saat itu dan sastra atau puisi terbaik akan digantung disekeliling kakbah atau disebut “Al-Muallaqaat”. Disamping itu salah satu misi Al-Qur'an diturunakan dengan sastra terbaik dan terindah adalah sebagai pesaing sastra-sastra masyarakat pra Islam yang saat itu sangat viral dan menjadi komoditas kekuasaan, kebanggaan dan lambang supremasi.
  4. Daya hafal yang kuat. Hal ini dapat dibuktikan dengan mampu menghafal nama-nama silsilah nasabnya yang jauh, menghafal sastra-sastra terbaik di zamannya.


Maasyirol Muslimin Rahimakumullah

Lalu untuk apa Rasulullah diutus jika memang tatanan peradaban manusia tinggi saat itu? Lalu apa tujuan Allah menutus Rasulullah saat iu? Dalam masyarakat pra Islam sangat menonjol dalam bidang budaya dan intelektual bahkan pola pikirnya sangat rasional, namun dekadensi moralitas saat itu sangat merosot, pun juga spirit kemanusiaan dan nilai-nilai spiritual religius. Kita bisa lihat dari budaya Jahiliyyah pra Islam dengan legalnya perzinaan, budaya mabuk dan pesta, judi menjadi kebiasaan, segala masalah diselesaikan dengan perang, perjudian adalah budaya, merendahkan derajat wanita bahkan mereka akan malu ketika mereka mendapatkan anak pertama berjenis kelamin perempuan. Tidak sampai dalam tataran malu bahkan mengubur mereka hidup-hidup
 


“وإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَتْ ”


“Ketika mereka membunuh bayi-bayi perempuan mereka? Atas dasar dosa apa gerangan?” itulah salah satu kritik Al-Qur'an terhadap dekadensi moral saat itu.


Maasyirol Muslimin Rahimakumullah


Dalam hadits Rasulllah bersabda:
 

 “إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَکَارِمَ الْأَخْلَاق” 


“Aku diutus untuk penyempurna Akhlak yang mulia”. 
 

Allah mendidik langsung kepada Rasulullah dan Allah adalah sebaik-baik pendidik

“أَدَّبَنِي رَبِّي فَأَحْسَنَ تَأْدِيبِي”.

Agama adalah akhlak yang baik

 

 “الدين حسن الخلق ” أكمل المؤمنين إيماناً أحسنهم خلقا


 "Orang mukmin paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya"


” وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ  

“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti luhur”. (Q.S. al-Qalamm [68]: 4).


Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin Juz 3 Halaman 45 mengatakan:


فَالْخُلُقُ الْحَسَنُ صِفَةُ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَأَفْضَلُ أَعْمَالِ الصِّدِّيْقِيْنَ وَهُوَ عَلَى التَّحْقِيْقِ شَطْرُ الدِّيْنِ وَثَمْرَةُ مُجَاهَدَةِ الْمُتَّقِيْنَ وَرِيَاضَة الْمُتَعَبِّدِيْن


Husnul khulûq merupakan sifat para rasul dan perbuatan utama para shiddiqin. Husnul khulûq secara hakiki merupakan separuh dari keimanan, hasil dari mujahadah para muttaqin, dan hasil latihan orang yang beribadah.


Salah satu definisi akhlak yang baik dalam hubungan manusia sesama manusia adalah terciptanya masyarakat yang kondusif dan penuh keadamaian yang diwujudkan dengan selamatnya orang lain dari perilaku negatif yang disebabkan karena lisannya atau perilakunya. Dalam hadits riwayat Imam Bukhari disebutkan bahwa:

“اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلَمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِه” 

“Orang muslim adalah orang yang memberikan keamanan dan keselamatan kepada muslim lain dari bahaya yang ditimbulkan oleh lisan dan tangannya”.


Hal negatif yang akan merusak kondusifnya hubungan antara lain cepat marah, menyakiti perasaan dan fisik orang lain, adu domba, memperalat orang lain demi kepentingan sesaat, berdusta, claim sepihak, kata-kata provokatif, menyebar berita hoax tanpa klarifikasi, perilaku kasar dan pemaksaan kepada orang lain dan lain sebagainya. 


Maasyirol Muslimin Rahimakumullah


Wujud dari akhlak mulia ini adalah terbentuknya pribadi yang sholih secara ritual (Ibadah/Hablun min Allah) dan sholih secara sosial (Hablun minannas). Suatu saat ada seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah: “Ada seseorang yang berpuasa pada siang harinya, malamnya rajin beribadah tapi dia sangat buruk akhlaknya kepada manusia, mengganggu ketentraman saudara dan mencaci sesama”, Rasulullah pun menjawab: “Dia tidak berbudi dan termasuk ahli neraka”.


Dari sini tampak bahwa orang yang buruk akhlaknya adalah orang yang dilaknat oleh Rasulullah. Jadilah jelas bahwa Rasulullah diutus bukan untuk memperbaiki mereka yang cerdas dan ber IQ tinggi, kepintaran seseorang, tingginya pendidikan saja tapi untuk membimbing kepada mereka untuk berperilaku dan berakhlak yang mulia. Kita haruslah sadar bahwa hasil dari kita belajar, memiliki pendidikan tinggi adalah bukan hanya nilai yang tertulis dalam lembaran rapot atau ijazah saja tapi perbaikan perilaku, perbaikan diri, dan tingginya akhlak.


وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَاۗ  قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ 

“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya dan rugi orang yang mengotorinya”


 ويْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍۙ


“celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela”.


بَارَكَ اللهُ لِي وَلكم في الْقُرأنِ الْعَظِيم وَنَفَعَنِي وإيَّاكُم ِبما فيه من الأياتِ والذِّكْرِ الْحَكِيْم وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاَوتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْم


Khutbah II

   اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ  وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِأَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ  لْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ  .اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ   اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلَاءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلَازِلَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
 

H. Saiful Amar, Lc., M.SI (Ketua Lembaga Dakwah PWNU Jawa Tengah)