Menghidupkan Ramadhan dengan Ilmu dan Ketakwaan: Kisah Inspiratif Hafshah binti Sirin
Ahad, 9 Maret 2025 | 16:00 WIB
Avika Afdiana Khumaedi
Kolomnis
Banyak wanita yang berhasil dalam keilmuan dan ketakwaan dalam sejarah Islam. Mereka dikenal karena ibadahnya dan kontribusi mereka dalam fikih, hadis, dan tafsir Al-Qur'an. Salah satu tabi'iyyah terkenal di bidang ini adalah Hafshah binti Sirin. Dia adalah seorang wanita yang terkenal karena kesalehannya, pengetahuannya yang luas, dan ketekunannya dalam beribadah. Ia menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu, peran perempuan dalam keilmuan Islam telah diakui.
Hafshah binti Sirin hidup pada masa setelah para sahabat Nabi Muhammad saw dan belajar dari mereka. Ia adalah saudara dari ulama besar, Muhammad bin Sirin, seorang ahli tafsir mimpi dan ulama hadis terkenal. Sejak kecil, Hafshah sudah menunjukkan kecerdasan dan ketekunan dalam belajar, khususnya dalam Al-Qur'an. Bahkan, pada usia dua belas tahun, ia telah menguasai bacaan Al-Qur’an dengan sangat baik hingga menjadi rujukan bagi orang-orang di sekitarnya, termasuk ayahnya sendiri.
Selain dikenal sebagai wanita berilmu, Hafshah juga merupakan seorang ahli ibadah. Ia menjalani hidupnya dengan penuh kezuhudan dan menjauh dari gemerlap dunia. Ibadah baginya bukan hanya sekadar rutinitas, melainkan cara hidup dan bentuk latihan spiritual yang mendalam. Setiap waktu yang dimilikinya ia manfaatkan untuk beribadah kepada Allah, baik dalam keadaan sendiri maupun bersama murid-muridnya yang datang untuk belajar darinya.
Kesadaran Hafshah terhadap kematian juga sangat tinggi. Ia selalu membawa kain kafan sebagai pengingat bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara. Sikap ini menunjukkan betapa ia hidup dengan penuh persiapan untuk kehidupan setelah mati. Saat bulan Ramadhan, terutama pada sepuluh hari terakhir, ia semakin meningkatkan ibadahnya dan mengenakan kain kafannya seakan-akan ia sedang bersiap menemui Rabb-nya kapan saja.
Kisah Hafshah binti Sirin mengajarkan banyak pelajaran hidup. Keilmuannya, ketakwaan, dan keistiqamahannya dalam beribadah menjadi teladan bagi umat Islam, terutama bagi wanita yang ingin meneladani sosok perempuan salehah yang berkontribusi pada pengetahuan dan spiritualitas Islam. Ia menunjukkan bahwa wanita memiliki peran yang mulia dalam Islam, baik sebagai peneliti, guru, maupun sebagai hamba yang selalu mendekatkan diri kepada Allah.
Baca Juga
Taubatnya Wanita Pendosa
Disadur dari kitab نساء شهيرات (Wanita-Wanita Terkenal), berikut adalah penggalan kisah tentang Hafshah binti Sirin, seorang wanita tabi‘iyyah yang terkenal dengan ketakwaan dan keilmuannya, yang juga erat kaitannya dengan suasana Ramadan:
"كانت ذات صبر شديد على طاعة الله وعبادته، فقد كانت تدخل إلى مسجدها فتصلي فيه الظهر والعصر والمغرب والعشاء وتبقى فيه حتى تحين صلاة الصبح فتصلي وتخرج مع النهار ليكون نومها، ولم تكن تخرج إلا الحاجة أو مقابلة، فقد كان الناس يسألونها ويستفتونها في شؤون الدين." (نساء شهيرات، السيد محمد بن علوي العيدوس (سعد). ص.17)
Hafshah binti Sirin dikenal sebagai wanita yang sangat tekun dalam ibadah. Ia menghabiskan malamnya di masjid, melakukan shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya’, serta Subuh, dan tetap berada di dalam masjid hingga fajar. Kebiasaannya ini semakin intensif ketika bulan Ramadhan tiba. Pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, ia lebih memperbanyak ibadah, menghidupkan malam dengan shalat, membaca Al-Qur’an, dan berzikir, sebagaimana yang dianjurkan dalam Islam. Ia memahami bahwa Ramadhan adalah bulan keberkahan, dan terutama dalam malam-malam ganjil, ia lebih bersungguh-sungguh dalam mendekatkan diri kepada Allah.
"وكانت تصوم دائماً، وكما قيل عنها أنها كانت تصوم الدهر كله، ولم تكن تفطر إلا في العيدين وأيام التشريق." (نساء شهيرات، السيد محمد بن علوي العيدوس (سعد). ص.17)
Selain ibadah shalat, Hafshah juga dikenal dengan ketekunannya dalam berpuasa. Ia sering berpuasa sepanjang tahun, hanya berbuka pada hari-hari yang diharamkan berpuasa. Ramadhan menjadi waktu yang sangat istimewa baginya karena ia tidak hanya menjalankan ibadah puasa secara lahiriah, tetapi juga memanfaatkan setiap momen Ramadhan untuk semakin meningkatkan spiritualitasnya. Ramadan bagi Hafshah bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih kesabaran, meningkatkan introspeksi diri, dan memperbanyak amal ibadah.
Dikisahkan pula bahwa pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, Hafshah selalu mengenakan kain kafannya dan menghidupkan malam dengan penuh ibadah, seakan-akan ia sedang bersiap menyambut kematian setiap saat. Hal ini menunjukkan bahwa ia sangat memahami hakikat Ramadhan sebagai bulan pembersihan jiwa dan persiapan menuju kehidupan akhirat. Baginya, Ramadan adalah kesempatan emas untuk bermuhasabah, memperbaiki diri, dan mendekatkan diri kepada Allah dengan penuh keikhlasan.
Kisah Hafshah binti Sirin mengajarkan kita bahwa Ramadan bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga sarana untuk memperkuat hubungan dengan Allah. Kesungguhannya dalam beribadah, terutama pada malam-malam terakhir Ramadhan, menjadi teladan bagi kita semua agar tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada di bulan suci ini. Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi kita untuk meningkatkan ibadah di bulan Ramadhan dan menjadikannya sebagai momentum untuk lebih dekat kepada Allah.
Terpopuler
1
Novian Adijaya Terpilih Aklamasi sebagai Ketua PR GP Ansor Jatilaba Tegal
2
Lewat KOIN NU, PRNU Desa Cerih Jatinegara Tegal Bantu Syariah Santri Madin dan TPQ
3
PR Sukun Kudus Santuni 700 Yatim di Pati, Sinergi Kebaikan di Bulan Ramadhan
4
Masjid di Jalur Mudik Diminta Buka 24 Jam, Dukung Pemudik dan Program Khataman Al-Qur’an Nasional
5
Tarhim Ansor di Tegal: Menebar Dakwah, Meneguhkan Bakti kepada Orang Tua
6
PMII Komisariat Gusdur Demak Resmi Dilantik, Siap Bergerak Lebih Progresif
Terkini
Lihat Semua