Keislaman

Amalan dan Doa Rebo Wekasan: Tradisi Walisongo, Harmoni Budaya, serta Tolak Bala

Selasa, 19 Agustus 2025 | 13:00 WIB

Amalan dan Doa Rebo Wekasan: Tradisi Walisongo, Harmoni Budaya, serta Tolak Bala

Ilustrasi Rebo Wekasan (Foto: NU Sumenep)

Tradisi Rebo Wekasan menjadi bukti nyata bagaimana Walisongo memahami pentingnya pendekatan kultural dalam menyebarkan ajaran Islam. Para wali tidak serta-merta menghapus kebiasaan masyarakat, melainkan menyelaraskannya dengan nilai-nilai Islam, sehingga muncul berbagai tradisi seperti pengajian khusus, doa bersama, hingga pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an untuk memohon keselamatan. Proses ini menjadi cermin bahwa Islam di Nusantara tidak berkembang melalui konfrontasi, tetapi melalui dialog budaya yang saling menghargai.


Dalam cakupan yang lebih luas, akulturasi tersebut membentuk wajah Islam Nusantara yang ramah, toleran, dan penuh kearifan lokal. Walisongo berhasil menghadirkan model dakwah yang menyentuh hati, menjadikan tradisi seperti Rebo Wekasan bukan hanya sebagai warisan budaya, tetapi juga sebagai wujud harmoni antara keyakinan spiritual dan identitas kebudayaan bangsa. Hingga hari ini, semangat itu masih hidup dalam masyarakat, menjadi pengingat bahwa agama dapat tumbuh subur melalui penghargaan terhadap budaya lokal.


Tanggal 20 Agustus 2025 M menjadi Rabu terakhir di bulan Shafar 1447 H atau yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Rebo Wekasan. Sebagian masyarakat meyakini bahwa hari tersebut merupakan waktu turunnya bala bencana. Menurut sebagian ulama dari kalangan Ahlil Kasyf, Rebo Wekasan disebut sebagai waktu pertama kalinya diturunkan tiga ratus ribu macam bala ke bumi.


Keyakinan tersebut bersumber dari pandangan para wali Allah yang kasyaf, sebagaimana tertulis dalam Kanzun Najah was-Surur fi Fadhail Al-Azminah wash-Syuhur. Penafsiran serupa juga ditemukan dalam Faydhul Qadir, yang di dalamnya memuat hadits Nabi Muhammad SAW tentang hari Rabu terakhir setiap bulan sebagai hari sial yang terus-menerus.


Namun demikian, Rasulullah SAW bersabda:


لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ، وَفِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الْأَسَدِ


"Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga tidak ada kesialan pada bulan Shafar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa."
(HR al-Bukhari) (Badruddin ‘Aini, ‘Umdâtul Qâri Syarhu Shahîhil Bukhâri, [Beirut, Dârul Kutub: 2006], juz IX, halaman 409).


Selaras dengan hal tersebut, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar, juga menyampaikan bahwa keyakinan tentang hari nahas terus-menerus adalah bagi mereka yang meyakininya. Menurutnya, orang-orang beriman memahami bahwa setiap waktu, hari, bulan, dan tahun memiliki manfaat dan mafsadah, kegunaan dan mudarat masing-masing.


"Hari bisa bermanfaat bagi seseorang, tetapi juga bisa nahas bagi orang lain. Artinya hadits ini jangan dianggap sebagai suatu pedoman, bahwa setiap Rabu akhir bulan adalah hari naas yang harus kita hindari. Karena ternyata pada hari itu, ada yang beruntung, ada juga yang buntung. Tinggal kita berikhtiar meyakini, bahwa semua itu adalah anugerah Allah," kata Kiai Miftach, dikutip NU Online Jateng dalam artikel Rabu Wekasan Antara Hari Nahas Dan Hari Untung pada Selasa(19/8/2025).


Sementara itu, Ustadz Tris Wijaya menyatakan bahwa Rebo Wekasan merupakan cerminan dari interaksi antara agama, sosial, dan budaya. Dalam masyarakat Islam Jawa, misalnya, pada hari tersebut lazim dilakukan sembahyang bersama, doa bersama, silaturahmi, hingga sedekah.


"Dari rangkaian kegiatan itu semua mengarah pada satu makna yang berfungsi sebagai tolak bala (menangkal marabahaya)," jelasnya dalam artikel Tentang Tradisi Rebo Wekasan. Secara teologis, lanjut Tris, praktik semacam itu merupakan bentuk sublimasi ajaran Islam tentang pentingnya memohon dan bersyukur kepada Allah.


"Dalam konteks Rebo Wekasan ini, termasuk (ritual keagamaan adalah) upaya permohonan selamat dari berbagai macam jenis bahaya yang diyakini akan datang," sambungnya.


Senada dengan itu, Ustadz Abdul Wahab Ahmad menjelaskan bahwa keyakinan terhadap Rabu terakhir sebagai hari bala justru dapat membuka pintu bala itu sendiri. Pasalnya, menurutnya, Allah SWT menyesuaikan rahmat dan takdir-Nya terhadap seorang hamba sesuai dengan prasangkanya.


"Aku (Allah) sesuai persangkaan hamba-Ku tentang diri-Ku," tulis Ustadz Wahab mengutip hadits Qudsi dalam artikelnya di NU Online berjudul Rebo Wekasan Hari Untung Bukan Buntung.


Lebih dari itu, justru hari Rabu diyakini sebagai hari yang penuh keberkahan. Terdapat riwayat bahwa Allah SWT menciptakan cahaya pada hari Rabu. Bahkan, dalam beberapa riwayat lain disebutkan bahwa doa-doa Nabi Muhammad SAW dikabulkan pada hari Rabu, sehingga Sahabat Jabir bin Abdullah memanjatkan doa pada hari Rabu antara Zuhur dan Ashar karena diyakini mustajab.


Tidak hanya itu, tokoh sufi Imam al-Hafidz as-Sakhawi as-Syafi’i dalam Al-Maqashid al-Hasanah juga menyampaikan bahwa apa pun yang dimulai pada hari Rabu akan mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu, banyak kiai yang memulai kegiatan seperti pengajian dan majelis taklim pada hari Rabu untuk mengambil keberkahannya.


Adapun `amaliyahnya sebagai berikut:
1.    Shalat sunnah dengan cara:

  •     Shalat sunnah empat raka’at dengan dua salam.
  •     Setiap raka’at membaca:
  •     Surat Al-Fāātihah 1 x
  •     Surat Al-Kautsar 17 x
  •     Surat Al-Ikhlāās 5 x
  •     Surat Al-Falaq 1 x
  •     Surat An-Nāās 1 x

2.    Setelah shalat membaca doa:
 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ . اللَّهُمَّ يَاشَدِيدَ الْقُوَى اِكْفِنِي , يَا شَدِيدَ الْمِحَالِ يَا عَزِيرُ يَا مَنْ ذَلَّلْتَ بِعِزَّتِكَ جَمِيْعَ خَلْقِكَ اِكْفِنِي شَر َّ جَمِيعِ خَلْقِكَ يَامُحْسِنُ يَا مُجَمِّلُ يَا مُتَفَضِّلُ يَامُنْعِمُ يَا مُكْرِمُ يَامَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ . اللَّهُمَّ بِسِرِّ الْحَسَنِ وَأَخِيْهِ وَجَدِّهِ وَأَبِيْهِ اِكْفِنِي شَرَّ هَذَ الْيَوْمِ وَمَا يَنْزِلُ فِيهِ يَا كَافِيَ الْمُهِمَّاتِ يَادَافِعَ الْبَلِيَّاتِ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ وَحَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ . وَصَلى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ ، آمِينَ يَارَبِّ الْعَالَمِينَ


3.    Adapun rajahnya seperti dibawah ini:



Sumber: Buku Risalah Doa dan Sholawat Oleh KH. Achmad Chalwani