
Pengasuh pondok pesantren An-Nawawi Berjan, Purworejo, KH Achmad Chalwani saat memberikan taushiyah di acara P4SK se-Jateng dan DIY. Sabtu (26/4/2025)
Muhammad Mukromin
Kontributor
Purworejo, NU Online Jateng
Sikap tawadhu atau rendah hati bukan sekadar akhlak mulia, tetapi juga menjadi kunci keberhasilan seorang santri dalam menuntut ilmu. Pesan mendalam ini ditegaskan oleh pengasuh pondok pesantren An-Nawawi Berjan, Purworejo, KH Achmad Chalwani dalam mauidzah hasanah pada pengajian rutin Ahad Legi Jamaah Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah An Nawawi, Berjan, Purworejo. Ahad (27/4/2025).
Sebagaimana rutinitas pengajian di Pesantren An-Nawawi Berjan, acara diawali dengan tawassul kepada para masyayikh dan mursyid yang telah mendahului, dilanjutkan pembacaan surat Al-Waqi’ah bersama para jamaah.
Dalam penyampaiannya, Kiai Chalwani menjelaskan makna bulan Syawal dari sisi bahasa dan spiritualitas. Beliau menegaskan bahwa bulan Syawwal (شَوَّال) memiliki makna yang istimewa jika ditilik dari akar katanya.
شَا لَ (syāla): telah meningkat
يَشُوْلُ (yasyūlu): sedang bertambah
شَوْلًا (syawlan): peningkatan
شَوَّالًا (syawwālan): banyak peningkatan
“Ini menunjukkan bahwa Syawal adalah momentum peningkatan dalam segala hal, baik ibadah, dzikir, belajar, maupun amal kebajikan lainnya,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Rais 'Ali Jam'iyyah Ahlit Thoriqoh Al Mu’tabaroh An-Nahdliyyah (JATMAN) ini juga menghimbau kepada para jamaah untuk lebih istiqomah dalam melaksanakan kegiatan tarekat.
Dalam suasana hangat dan khidmat, Kiai Chalwani juga berbagi pengalaman ketika mengikuti acara halal bihalal Persatuan Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyyah Kaffah (P4SK) se-Jawa Tengah dan DIY yang digelar di pondok pesantren Al-Anwar, Bogangin, Sumpiuh, Banyumas. Di tempat tersebut terdapat maqbarah (makam) almarhum simbah KH Abdullah Suyuti, guru dari KH Nawawi, ayahnya.
Dikisahkan bahwa hubungan keilmuan antara Simbah KH Abdullah Suyuti dan simbah Ibrahim Nglirap mencerminkan teladan para ulama salaf seperti Syaikh Ibnu Malik dan Syaikh Ahmad Satibi.
Syekh Ibnu Malik dikenal sebagai ulama ahli tajwid, tetapi menulis kitab fenomenal dalam bidang nahwu: Alfiyah Ibnu Malik.
Sebaliknya, Syekh Ahmad Satibi adalah ulama ahli nahwu, namun justru menulis kitab dalam bidang tajwid.
Sejarah tersebut tidak jauh berbeda dengan sejarah KH Abdullah Suyuti dengan simbah Ibrahim Nglirap. Yakni KH Abdullah Suyuti merupakan seorang kiai yang ahli nahwu shorof akan tetapi justru mendirikan pondok pesantren yang mengampu bidang fiqih.
Kemudian simbah Ibrahim Nglirap sendiri merupakan Kiai yang ahli dalam bidang fiqih, namun mendirikan pondok pesantren yang mengampu bidang nahwu dan shorof.
"Ulama dulu itu tidak hanya menguasai satu bidang, tapi lintas bidang, menunjukkan keluasan ilmu dan keluwesan pengabdian," terangnya.
Selain menyampaikan sejarah dari pendiri pondok pesantren Al-Anwar Bogangin, Sumpiuh. Kiai Chalwani menyampaikan mengenai para pendiri dari P4SK se-Jateng dan DIY yaitu simbah Kiai Chudlori Tegalrejo, Magelang; simbah Kiai Raden Alwi Randucanan, Bandongan, Magelang; simbah KH Muntaha Kalibeber, Wonosobo; Simbah KH Nawawi Berjan, Purworejo; dan simbah KH Sururudin Kebumen.
Selain hal tersebut, dengan berkembangnya pondok pesantren di Indonesia, beliau menghimbau kepada para jama’ah agar dalam memasukan anak-anak kedalam pondok pesantren harus berhati-hati.
Dalam konteks pendidikan pesantren, Kiai Chalwani mengingatkan pentingnya selektif dalam memilih tempat menuntut ilmu. Ia mengutip dawuh simbah Kiai Chudlori, bahwa pesantren itu terbagi menjadi dua jenis:
1. Pesantren besi adalah pesantren yang benar-benar mengajarkan kitab-kitab kuning seperti Jurumiyyah, Imrithi, Alālatul Mubtadi’in, Alfiyah Ibnu Malik, Fathul Qorib, dan Fathul Wahab.
2. Sedangkan untuk macam yang kedua yaitu pondok pesantren plastik yang dimana diluar tertulis pondok pesantren, akan tetapi didalamnya tidak mengkaji kitab kitab pondok, tidak ada kitab Jurumiyah, Alala, Imrithi, Fathul Qorib, ataupun Fathul Wahab.
Kemudian, dirinya juga mengisahkan cerita inspiratif saat simbah Kiai Chudlori ketika sedang mondok di Gresik dan sowan ke simbah Kiai Dalhar Watucongol.
“Kowe mondok neng endi, Chudlori?” (Kamu mondok di mana, Chudlori?)
“Wonten Gresik, kiai” (Di Gresik, kiai.)
“Sinau opo?” (Belajar apa?)
“Ngapalaken Al-Qur'an” (Menghafal Al-Qur’an.)
“Oleh piro?” (Sudah dapat berapa?)
“Pitulas juz, kiai” (17 Juz, kiai.)
Mendengar hal itu, simbah Kiai Dalhar memberi arahan, “Wis, mandeg dhisik. Saiki sinau fiqih (Sudah, berhenti dulu. Sekarang pelajari fiqih),"
Mengenai kejadian tersebut, Kiai Dalhar memerintahkan kepada Chudlori untuk beristirahat dalam menghafalkan Al-Qur’an dan beranjak untuk mempelajari ilmu fiqih. Karena pada dasarnya, ilmu Fiqih yang paling penting daripada menghafalkan.
Dan pada akhirnya Chudlori tidak menghafalkan Al-Qur’an dan beranjak untuk mempelajari ilmu fiqih. Dan dengan tawadhu dan istiqomahnya dalam mencari ilmu fiqih, Chudlori menjadi kiai besar.
Berbicara mengenai simbah kiai Chudlori, KH Achmad Chalwani menjelaskan bahwa kiai Chudlori dengan kiai Nawawi satu guru yakni simbah kiai Maksum Lasem.
"Waktu Kongres Tarekat pertama yang berada di Tegalrejo, simbah kiai Maksum Lasem mendatangi acara tersebut dan menyampaikan bahwa ia memiliki dua jago di pesantrennya, yaitu Chudlori dan Nawawi," katanya.
“Chudlori jagoku pondok pesantren, Nawawi jagoku tarekat,” ucapnya menirukan kiai Maksum Lasem. Dan alhasil, ungkapan tersebut terwujud, dengan adanya fakta bahwa pesantren kiai Chudlori memiliki santri yang banyak, dan tarekat dari kiai Nawawi telah berkembang pesat.
Mengenai sejarah tersebut, maka dapat kita ketahui bahwasannya sifat tawadhu sangatlah penting terlebih terhadap guru kita. Dengan memiliki sifat tawadhu, kita dapat mencari ilmu dengan tenang dan nyaman sehingga ilmu dapat cepat masuk kedalam hati.
Pada akhir bulan syawal ini, marilah kita semua, dalam berinteraksi kepada siapa pun dan menjalani hidup, kita tingkatkan kebaikan dengan salah satunya mencoba untuk bertawadhu atau rendah hati dan yang lebih tepatnya tidak sombong kepada diri sendiri ataupun orang lain.
Wallahu a'lam
Terpopuler
1
Wagub Jateng Tegaskan Proyek Giant Sea Wall Diperpanjang hingga 20 KM
2
Polemik Nasab Ba'alawi dalam Perspektif Aswaja
3
Dari Barak Militer hingga Kabur Aja Dulu, Santri Bahas Isu Kekinian di FMPP 43 Jawa-Madura
4
Ketua Lesbumi PCNU Pati Terbitkan Buku 'Jabrik', Kritik Sosial Dibungkus Cerita Jenaka
5
Wagub Jateng Dorong Ijazah MDT Jadi Nilai Tambah dalam SPMB
6
Sekjen Kemenkes RI Resmikan RSI NU Cakra Medika Mayong
Terkini
Lihat Semua