• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Selasa, 7 Mei 2024

Tokoh

Habib Ahmad Al-Athas dari Yaman Berdakwah dengan Akhlak yang Mulia (2-habis)

Habib Ahmad Al-Athas dari Yaman Berdakwah dengan Akhlak yang Mulia (2-habis)
Makam Habib Ahmad Al-Athas di Kota Pekalongan (NU Online)
Makam Habib Ahmad Al-Athas di Kota Pekalongan (NU Online)

Pengantar redaksi

Tahun 2020 Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Pekalongan melalui Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) menerbitkan buku 'Jejak Ulama Nusantara' seri 1 dengan menulis sejarah ulama-ulama lokal di Pekalongan dan sekitarnya. NU Online Jateng secara bertahap akan mengangkat ulang melalui kanal 'Tokoh' dengan harapan untuk bisa diteladani perjuangan semasa hidupnya. Selamat membaca.


Melihat suasana pendidikan agama waktu itu yang masih sangat sederhana, maka Habib Ahmad tergerak untuk mendirikan Madrasah Salafiyah yang letaknya berseberangan dengan Masjid Wakaf. Begitu pesatnya kemajuan Madrasah Salafiyah waktu itu, hingga banyak menghasilkan ulama-ulama. Madrasah ini yang didirikan lebih sekitar satu abad lalu, menurut Habib Abdullah Bagir merupakan perintis sekolah-sekolah Islam modern yang kemudian berkembang di kota-kota lain. 


Ilmu Habib Ahmad memang sangat luas, namun ilmu itu bukan sekadar dikuasai dan tidak diamalkan. Selain diamalkan, Habib Ahmad tidak pernah menyombongkan ilmunya, melainkan selalu tampil dengan rendah hati, suka bergaul, jujur, sabar, istiqamah, dan disiplin dalam menjalankan agama.


Di Kota Pekalongan beliau aktif meneruskan kegiatan-kegiatan dakwahnya. Beliau tidak ambil pusing dengan urusan-urusan duniawi. Semua tenaga dan fikirannya semata ditujukan untuk kepentingan dakwah. Waktunya dipenuhi dengan kegiatan dakwah, ibadah, dzikir kepada Allah, dan membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Keluasan ilmu yang beliau miliki dihiasi pula dengan akhlak beliau yang mulia.


Menurut sejumlah orang tua di Kota Pekalongan, berdasarkan penuturan ayah atau mereka yang hidup pada masa Habib Ahmad, habib ini selalu tampil dengan rendah hati (tawadhu) dan suka bergaul.


Habib Ahmad terkenal dengan ketegasannya dalam melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Jika beliau melihat seseorang yang melakukan suatu kemungkaran, beliau tidak segan-segan untuk menegurnya. Namun perkataan-perkataan yang keluar dari lisan beliau, selalu diucapkan dengan jujur dan niat yang suci.


Habib Ahmad tidak dapat mentolerir terhadap hukum-hukum Allah yang dilanggar atau melihat orang yang meremehkan soal agama. Sebagai contoh, Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Athas dikenal dengan keketatannya pada kaidah pakaian wanita muslim. Orang-orang di Kota Pekalongan tahu betul akan hal itu dan para wanitanya tidak pernah berani berjalan di antara rumahnya dan masjid tanpa menutupi tubuhnya secara ketat. Oleh sebab itu para wanita, tidak akan berani lalu lalang di depan kediamannya tanpa mengenakan kerudung atau tutup  kepala.  Tidak  peduli wanita muslim, maupun wanita Cina atau Belanda, mereka menggunakan tutup kepala bila lewat di tempat kediamannya. Pernah seorang istri Residen Pekalongan dimarahi karena berpapasan dengan beliau karena tidak menggunakan tutup kepala. Cerita-cerita yang  berhubungan dengan tindakan Habib Ahmad ini sudah begitu tersebar luas di tengah masyarakat Pekalongan. 


Bahkan, setiap perayaan yang menggunakan bunyi-bunyian seperti drumband, mulai perempatan selatan sampai perempatan utara Jl KH Agus Salim, tidak dibunyikan karena akan melewati rumahnya. Ia juga sangat keras terhadap perjudian dan perzinaan. Bagi Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Athas itu merupakan kewajiban yang harus ia lakukan.


Habib Ahmad dikenal sebagai orang yang sangat wara dan zuhud. Beliau sangat hati-hati dalam masalah harta supaya tidak ada harta haram yang beliau gunakan apalagi dimakan. Demi kehati-hatian pula Habib Ahmad tidak mau menerima sesuatu dari seseorang kecuali dari orang yang diketahui baik pergaulannya dan benar niatnya.


Selama bertahun-tahun dirinya hidup dalam keadaan yang sederhana. Suatu ketika beliau menitipkan uang dalam jumlah yang besar kepada seseorang, kemudian uang itu hilang semuanya. Ketika diberitahu, beliau hanya tertawa dan sedikitpun tidak menunjukkan kemarahan serta sama sekali tidak terpengaruh dengan kejadian itu.


Habib Ahmad juga tidak suka bergurau baik dalam perbuatan maupun ucapan dan selalu menghindari gurauan dalam semua majelisnya, sehingga yang ada di dalam majelisnya hanyalah kesungguh-sungguhan. Aib orang tidak pernah disebut dalam majelisnya. Majelis sepenuhnya merupakan majelis ilmu, dzikir, dan dakwah.


Keseharian Habib Ahmad disibukkan dengan kegiatan ta’lim dan dakwah di Masjid Wakaf, Jl. Surabaya. Sebelum wafat beliau sempat mengalami patah tulang pada pangkal pahanya, akibat jatuh hingga tidak dapat berjalan. Sejak itu beliau mengalihkan kegiatannya di kediamannya, termasuk shalat berjamaah dan pengajian.


Habib Ahmad Al-Athas wafat pada Sabtu malam 25 Rajab tahun 1347 Hijriyah (6 Januari  1929) dan dimakamkan di Sapuro, Kota Pekalongan. Hari, tanggal dan tahun meninggalnya tertulis dalam batu nisan di makamnya.


Setiap tahun diadakan acara haul untuk mengenang jasanya. Namun peringatan haulnya   diselenggarakan setiap tanggal 14  Sya’ban bersamaan dengan malam Nisfsu Sya’ban.  Acara haul ini setiap tahun dihadiri oleh ribuan orang. Perjuangannya kemudian diteruskan oleh keturunannya yaitu Habib Ali, kemudian Habib Ahmad, dan sekarang oleh Habib Muhammad Baqir.


Catatan:

  1. Tulisan versi lengkap bisa dibaca pada buku 'jejak Ulama Nusantara' diterbitkan Lakpesdam NU Kota Pekalongan CP: Abdul Adhim 0858 4221 2530
  2. Redaksi juga menerima tulisan profil tokoh ulama, kiai, habaib dari berbagai daerah di Jawa Tengah. Tulisan bisa dikirim via email redaksi: [email protected]


Penulis: Muji Lestari 

Editor: M Ngisom Al-Barony


Tokoh Terbaru