• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 29 Maret 2024

Regional

Rektor UIN Walisongo: Kiai Shodiq Hamzah Pelanjut Tradisi Kiai Pesantren Menulis Kitab 

Rektor UIN Walisongo: Kiai Shodiq Hamzah Pelanjut Tradisi Kiai Pesantren Menulis Kitab 
KH Shodiq Hamzah (dua dari kanan) terima gelar doktor honoris causa dari UIN Walisongo Semarang (Foto: NU Online Jateng/Samsul Huda)
KH Shodiq Hamzah (dua dari kanan) terima gelar doktor honoris causa dari UIN Walisongo Semarang (Foto: NU Online Jateng/Samsul Huda)

Semarang, NU Online Jateng
KH Shodiq Hamzah Usman Pengasuh Pesantren As-Shodiqiyah Semarang  dinilai berjasa dalam merawat tradisi kiai pesantren dalam menulis kitab dan mengajarkannya sekaligus (ta'lif wa ta'lim) kepada para santri.


Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Prof KH Imam Taufiq mengatakan, itulah yang menjadi pertimbangan Fakultas Ushuludin dan Humaniora (FUHum) UIN Walisongo Semarang menganugerahinya gelar doktor (Dr) kehormatan (honoris causa).


"Penganugerahan gelar Dr Hc dilaksanakan dalam sidang senat terbuka UIN Walisongo Semarang, Selasa (29/11/2022) di Aula Kampus III," kata Prof Imam Taufiq di Semarang, Rabu (30/11/2022).


Disampaikan, Kiai Shodiq (67 th) setelah selesai nyantri di Futuhiyyah kembali ke masyarakat. Di sela kesibukan bekerja dan membangun rumah tangga menyempatkan mengajar ngaji, aktif di Nahdlatul Ulama (NU) Kota Semarang dan menulis kitab.


"Hingga sekarang sudah 37 kitab yang berhasil ditulis, satu di antaranya kitab tafsir 30 juz berjudul Al-Bayan fi Ma'rifah Ma'ani al-Qur'an yang secara sistematika penulisannya hampir sama dengan kitab-kitab tafsir yang ditulis para ulama Jawa sebelumnya seperti KH Bisyri Mustofa (tafsir Al-Ibriz) dan KH Misbah Mustofa (Al-Iklil)," terangnya.


Hanya saja lanjutnya, dalam konteks perkembangan diskursus tafsir kontemporer, tafsir Al-Bayan yang ditulis kiai Shodiq memiliki posisi penting di antara kitab tafsir lainnya.



Pengasuh Pesantren As-Shodiqiyah Semarang KH Shodiq Hamzah saat terima gelar doktor honoris causa dari UIN Walisongo Semarang (Foto: Samsul Huda)


Dia menambahkan, melalui tafsir Al-Bayan, Kiai Shodiq menunjukkan kiprah dan sumbangsih besar dalam aspek pengembangan ilmu keislaman khususnya tafsir. 


"Kiprah itu meliputi perannya sebagai penafsir Al-Qur'an, sebagai transleter masyarakat dalam memahami makna praktis Al-Qur'an dan penerus tradisi keilmuan pesantren yang khas dengan spirit ta'lif wa ta'lim yang saat ini bisa dikatakan sudah jarang digeluti oleh para tokoh pesantren," ucapnya.


Promotor penganugerahan gelar kehormatan Dr Hc KH Shodiq Hamzah Usman, Prof KH Ridlwan Nasir menjelaskan, paparan pidato Kiai Shodiq bertema 'Al-Qur'an dan Spirit Billisani Qoumihi: Ikhtiyar Melestarikan Risalah Agama Dalam Bingkai Kearifan Lokal' saat penganugerahaan gelar kehormatan mengandung dua hal penting.


"Pertama, menunjukkan tugas seorang ulama agar mampu memahami konsep agama secara tepat dan kontekstualisasi dan pribumisasi ajaran agama sesuai kondisi kaumnya," ungkapnya.


Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah HM Muzamil menyampaikan apresiasi dan selamat kepada Kiai Shodiq Hamzah. Beliau termasuk kiai yang rajin mendidik para santri, mendampingi para jamaah dalam menunaikan ibadah, juga berdakwah. Kiai Shodiq berkhidmah pada Jamiyah NU baik lewat struktur maupun kultur. 


"Terima kasih kepada UIN Walisongo yang telah memberikan gelar doktor honoris causa. Ini merupakan pengakuan akademik pada kapasitas keilmuan yang ditekuni di bidang ilmu tafsir," ucapnya.


Mewakili PWNU dan Nahdliyin Jateng, Muzamil berharap semoga bertambah manfaat dan barakah untuk pengembangan kajian ilmu-ilmu keislaman sehingga ulumumuddin senantiasa relevan dalam  menyelesaikan persoalan yang dihadapi umat, bangsa dan negara.


Tentu lanjutnya, masih banyak kiai-kiai NU yang memenuhi kualifikasi mendapatkan gelar akademik serupa, tinggal bagaimana agar kiai-kiai NU dalam menyampaikan ilmu-ilmunya tidak semata dengan bahasa lisan namun juga tulisan.


Sehingga ulumu syari'ah dapat dipahami dan diamalkan dalam kehidupan yang mengalami dinamika sosial, politik, ekonomi dan budaya, bahkan pertahanan, keamanan dan ketertiban," pungkasnya.


Penulis: Samsul Huda


Regional Terbaru