Pesantren

Ponpes Daarul Qur’an Surakarta Ziarahi Makam Sunan Ampel dan KH Hasan Gipo: Napak Tilas Spirit Keulamaan dan Kebangsaan

Kamis, 17 April 2025 | 14:00 WIB

Ponpes Daarul Qur’an Surakarta Ziarahi Makam Sunan Ampel dan KH Hasan Gipo: Napak Tilas Spirit Keulamaan dan Kebangsaan

Pondok Pesantren Daarul Qur’an Surakarta menyelenggarakan kegiatan ziarah ke makam dua tokoh besar Islam di Nusantara, yakni Sunan Ampel dan KH Hasan Gipo, Ketua Umum pertama PBNU, pada Ahad (14/4/2025).

Surakarta, NU Online Jateng

Dalam rangka memperingati milad ke-17, Pondok Pesantren Daarul Qur’an Surakarta menyelenggarakan kegiatan ziarah ke makam dua tokoh besar Islam di Nusantara, yakni Sunan Ampel dan KH Hasan Gipo, Ketua Umum pertama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), pada Ahad (14/4/2025).


Rombongan ziarah dipimpin langsung oleh KH Ahmad Muhamad Mustain Nasoha, Pimpinan dan Masyayikh Ponpes Daarul Qur’an Surakarta yang juga pengurus Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) Jawa Tengah. Turut serta para mudir, kepala sekolah, dewan asatidz, serta santriwan dan santriwati. Kegiatan berlangsung dalam suasana khidmat dan penuh kekhusyukan.


Ketua Yayasan Daarul Qur’an Surakarta, H Adib Aji Putra, menyampaikan bahwa kegiatan ziarah ini merupakan bentuk rasa syukur atas bertambahnya usia pesantren. Ia menegaskan pentingnya momentum tersebut sebagai sarana penguatan nilai spiritual dan semangat perjuangan.


"Ziarah ini menjadi momentum untuk meneladani semangat perjuangan para ulama besar dan nasionalis yang telah berjasa bagi agama dan bangsa," ujarnya.


Senada dengan itu, Mudir Pondok Ust Zainul Majdi menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan sekadar kunjungan, tetapi merupakan penyambungan sanad ruhani dan perjuangan. 


"Sunan Ampel dan KH Hasan Gipo adalah simbol ulama yang tidak hanya alim dalam ilmu, tetapi juga tangguh dalam membangun umat dan bangsa. Ini yang harus dicontoh oleh para santri," tegasnya.


Dalam tausiyahnya, KH Ahmad Muhamad Mustain Nasoha menekankan pentingnya meneladani para wali, khususnya Sunan Ampel, serta para ulama pendahulu seperti KH Hasan Gipo.


“Menziarahi makam Sunan Ampel dan KH Hasan Gipo bukanlah sekadar perjalanan lahiriah, melainkan pergerakan batiniah untuk menyambung diri dengan mata rantai keulamaan yang telah mengakar dalam sejarah Islam Nusantara. Kita datang bukan untuk hanya melihat batu nisan, tapi untuk lebih dari itu yaitu menyerap semangat perjuangan,” ungkapnya.

 

KH Mustain mengutip Imam al-Ghazālī dalam Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn, “Al-mayyit yastafīdu min duʿā’ al-ḥayy wa yaʿriful zā’ir” (Orang yang wafat mendapat manfaat dari doa orang hidup dan mengetahui siapa yang menziarahinya).


"Maka ketika kita menziarahi Sunan Ampel dan KH Hasan Gipo, kita hadir dalam rel spiritual bersama mereka," jelasnya.


Ia juga menyitir Syaikh Abu al-Najīb al-Suhrawardī dalam Ādāb al-Murīdīn, “Man lam yatafaqqah min salafih fī dīnih, ḍalla wa aḍalla”, yang berarti “Barang siapa tidak belajar dari pendahulunya dalam agama, ia akan sesat dan menyesatkan.”


"Meneladani Walisongo seperti Sunan Ampel berarti belajar bagaimana berdakwah dengan kelembutan, kearifan budaya, dan kekuatan ilmu," lanjutnya.


Terkait sosok KH Hasan Gipo, KH Mustain menegaskan perannya sebagai ulama dan pejuang bangsa.


"KH Hasan Gipo bukan sekadar organisatoris, tapi peletak dasar kebangsaan yang berakar pada Islam ahlussunnah. Sebagaimana dikatakan Syaikh ‘Alī al-Tanṭāwī dalam Tārīkh al-‘Ulamā’, 'Al-‘Ālim al-‘āmil huwa al-ṣawt al-khālid fī tārīkh al-ummah' (Ulama yang beramal adalah suara abadi dalam sejarah umat)," urainya.


Syaikh Abu al-Najīb al-Suhrawardī dalam Ādāb al-Murīdīn menulis, ‘Man lam yatafaqqah min salafih fī dīnih, ḍalla wa aḍalla’ yang artinya barang siapa tidak belajar dari pendahulunya dalam agama, ia akan sesat dan menyesatkan. Meneladani Walisongo seperti Sunan Ampel berarti meneladani bagaimana dakwah dilakukan dengan kelembutan, kearifan budaya, dan kekuatan ilmu.


KH Mustain juga menegaskan pentingnya mengenal KH Hasan Gipo sebagai ulama dan pejuang bangsa. 


“Syaikh ʿAlī al-Tanṭāwī dalam Tārīkh al-ʿUlamāʾ menulis, ‘Al-ʿĀlim al-ʿāmil huwa al-ṣawt al-khālid fī tārīkh al-ummah’ yang artinya ulama yang beramal adalah suara abadi dalam sejarah umat. KH Hasan Gipo bukan hanya organisatoris, tapi peletak dasar kebangsaan yang berakar pada Islam Ahlussunnah.”


Man lam yaḥtafi bi man sabaqahu, inqaṭaʿa silsilat al-barakah, yang artinya barang siapa tidak memuliakan pendahulunya, terputuslah rantai keberkahan. Maka kita sebagai santri harus menjaga kesinambungan itu: meneladani, meniru, dan melanjutkan perjuangan para wali dan ulama.


“Syekh Nawawī al-Bantanī dalam Nashā’iḥ al-ʿIbād menulis, 'Ittabiʿ sīrata al-ṣāliḥīn fa innahum ʿalā al-ṣirāṭ al-mustaqīm’ yang artinya ikutilah jalan orang-orang saleh, karena mereka berada di atas jalan yang lurus. Jalan dakwah Sunan Ampel adalah jalan yang memadukan tasawuf, fikih, dan akhlak; sementara jalan KH Hasan Gipo adalah jalan keulamaan yang menyatu dengan kebangsaan.”


KH Mustain menutup dengan pesan mendalam: “Ziarah ini bukan akhir, tapi awal. Awal dari tekad kita semua untuk meneruskan jalan yang telah ditunjukkan oleh para sābiqūn al-awwalūn, para pendahulu yang pertama. Kita tidak cukup hanya mengenang mereka, tetapi wajib meneladani perjuangan, keikhlasan, dan visi besar mereka demi Islam dan Indonesia.”


Ziarah ini diisi dengan pembacaan tahlil, doa bersama, tawasul, serta tausiyah oleh KH Mustain Nasoha yang mengingatkan pentingnya menjaga warisan keulamaan dan meneladani akhlak serta semangat perjuangan para tokoh besar Islam Nusantara.