• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Sabtu, 18 Mei 2024

Opini

Tidak Wajib Dijawab Salam yang Didahului dengan Basmalah 

Tidak Wajib Dijawab Salam yang Didahului dengan Basmalah 
foto: nu online
foto: nu online

Jarang bahkan mungkin tidak akan kita jumpai kiai-kiai sepuh NU dalam menyampaikan Mauidzah atau acara-acara yang lain membaca basmalah sebelum salam. 

 

Narasi pidato yang lazim di lingkungan nahdliyin ialah salam, hamdalah, shalawat kemudian salam penghormatan, bila kita bandingkan dengan narasi pidato timur tengah yang mengunakan Bahasa Arab biasanya diawali dengan basmalah, hamdalah shalawat lalu salam. 

 

Narasi pidato dengan mendahulukan basmalah daripada salam bila kita amati kini menjadi tren baru, kita akan mudah menemukan narasi pidato yang demikian itu dari ustadz-ustadz di televisi atau ustadz-ustadz muda lainnya baik dari kalangan nahdliyin atau selainya. 

 

Dari itu patut dipertanyakan apa hukum basmalah sebelum salam ? dan wajibkah dijawab salam yang didahului dengan basmalah ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut sebelumnya kita bahas tentang basmalah terlebih dahulu, Nabi Muhammad SAW bersabda:


 
كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيهِ بـ {بسم الله الرحمن الرَّحِيمِ} أَقْطَعُ

 

Artinya: “Setiap perkara yang mengandung kemuliaan yang tidak dimulai dengan {الرحيم‎بسم الله الرحمن‎‎} itu terputus (dari keberkahan, pen)”. (HR. ‘Abdul Qadir Al-Ruhawi dalam kitab Al-Arba’in, ‎dari Abu Hurairah)‎

 

Hadits tersebut menegaskan untuk memulai dengan basmalah setiap perkara yang mengandung kemuliaan. Terkait dengan hadits di atas, Syaikh Ibrahim Al-Baijuri memberikan penjelasan, bahwa “Dan ‎disyaratkan perkara tersebut bukan berupa dzikir murni seperti bacaan Al-Qur`an dengan ‎gambaran secara asalnya memang bukan berbentuk dzikir, atau berbentuk dzikir tetapi tidak murni, ‎maka disunnahkan membaca basmalah, berbeda dengan dzikir murni seperti kalimat :

 

"لا إله إلا الله". 

 

Dan (disyaratkan juga) bukan berupa hal yang oleh syari’ (pembuat syari’at) ‎ditetapkan keberadaannya diawali dengan selain Basmalah dan Hamdalah, seperti shalat yang telah ‎dijadikan permulaannya selain Basmalah dan Hamdalah, yaitu Takbir”.‎ (Syaikh Ibrahim Al-Baijuri Hasyiyah Al-Baijuri, [Bairut, Daar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah:tt] juz I, halaman 19). 

 

Kemudian terkait dengan salam sesuai keterangan Imam Al-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’, beliau menerangkan,

 

السُّنَّةُ أَنْ يَبْدَأَ بِالسَّلَامِ قَبْلَ كُلِّ كَلَامٍ وَالْأَحَادِيثُ الصَّحِيحَةُ الْمَشْهُورَةُ وَعَمَلُ الْأُمَّةِ عَلَى وَفْقِ هَذَا مِنْ ‏الْمَشْهُورَاتِ فَهَذَا هُوَ الْمُعْتَمَدُ فِي الْمَسْأَلَةِ
 ‎‎

”Sunnah yaitu memulai dengan Salam sebelum setiap perkataan ini sesuai dengan hadits-hadits shahih, mashur, dan kebiasaan umat. Pendapat ini adalah pendapat yang mu’tamad dalam permasalahan ini”. Abu Zakariza Yahya bin Syarof An-Nawawi, Syarh Al-Majmu’ [Bairut, Daar Fikr: tt] jus 4, halaman 598).

 

Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar, halaman 168 dalam menjelaskan permasalahan ini senada dengan keterangan yang ada di kitab Majmu’. Syekh Muhammad bin 'Allan Asy Syafi'I pensyarah kitab Al-Adzkar An-Nawawiah menjelaskan dalam kitabnya Al-Futuhat Al-‎Rabbaniyyah,

 

قوله: ‏‏(السلام قبل الكلام) أي لأنه تحية يبدأ به فيفوت بالافتتاح بالكلام كتحية المسجد فإنها قبل الجلوس وتفوت به. إهـ

 

“Perkataan mushanif (salam sebelum perkataan) Karena ia (salam) merupakan penghormatan yang dibuat permulaan. ‎Lantas (kesunnahan ini) akan hilang sebab pembukaan dengan suatu pembicaraan, seperti halnya ‎shalat Tahiyyat Al-Masjid, sungguh ia (dilakukan) sebelum duduk, maka ia akan hilang oleh sebabnya”.‎ (Syaikh Muhammad bin 'Allan Asy Syafi'I, Al-Futuhat Al-‎Rabbaniyyah [Bairut, Darul kutub ilmiyah: tt] juz 4, halaman 212).

 

Selanjutnya terkait pembahasan ini, Syekh Abu Ala’ Muhammad Abdu Arrahman dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi menjelakan bahwa kesunnahan di dalam menyampaikan salam yaitu dengan ‎menjadikan salam sebagai pembukaan atau awalan, karena di dalam memulainya dengan salam mengisyaratan keselamatan (keamanan), dan tabbaruk dengan cara menyebut ‎Asma Allah.

 

Dari keterangan di atas bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa tidak sunah memulai salam dengan membaca basmalah sebab perkara yang sunah dimulai dengan salam itu syaratnya bukan dzikir yang murni, sedangkan mengucapkan salam pada asalnya merupakan dzikir maka tidak sunah memulai salam dengan basmalah. 

 

Ketidaksunahan ini juga berpengaruh kepada tidak wajib dijawabnya salam yang dimulai dengan basmalah sebab basmalah sebelum salam menjadikan hilangnya kesunahan memulai sebuah perkataan yaitu salam.

 

Hal ini sekaligus mempertegas bahwa yang sudah menjadi budaya dalam lingkungan NU yang dicontohkan oleh kiai-kiai sepuh terdahulu adalah yang peling tepat menurut kajian ini sekaligus lebih menyakinkan kita bahwa apapun yang dilakukan kiai-kiai sepuh ada pijakan hukun yang kuat. Wallahu a’lam bissawab

 

Muhamad Hanif Rahman, pengajar pada Ponpes Al-Iman Bulus Purworejo dan Wakil Sekretaris Pengurus Cabang (PC) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah


Opini Terbaru