• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Minggu, 19 Mei 2024

Opini

PMII dan Kesadaran Arsip

PMII dan Kesadaran Arsip
ilustrasi: Buku-buku PMII
ilustrasi: Buku-buku PMII

Tulisan ini dimaksudkan sebagai pengantar akan beberapa hal yang kerap dihadapi oleh PMII secara organisasi, salah satunya terkait kesadaran arsip yang ada di lingkungan PMII. Hal itu setidaknya terlihat akan minimnya kajian yang mendalam dan komprehensif atas dinamika dan perkembangan organisasi tersebut. Walhasil, realitas tersebut mengantarkan pada kenyataan lain: tak ada buku-buku baru yang lahir baik di kalangan peneliti atau bahkan dari kalangan kader PMII itu sendiri.


Pada perhelatan hari lahir yang ke-61 PMII, 17 April 2021 yang lalu, ada sebuah acara yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar (PB) PMII untuk menyemarakkan momentum peringatan satu tahun sekali dengan mengambil tema besar PMII Terdepan dalam Kemajuan. Ada satu forum yang bertajuk Panggung Inovasi Kader Pergerakan di mana penulis menjadi salah satu kader yang diundang untuk berbicara dalam agenda secara dalam jaringan (daring), dengan spesifikasi sebagai kader yang memfokuskan dalam aktivitas dunia kepenulisan. Kader lain yang diundang setidaknya ada tiga lagi dengan latar belakang masing-masing berbasis gerakan ekonomi kreatif, inovasi teknologi, dan akademik yang mendapat beasiswa LPDP di salah satu kampus di luar negeri.


Pada waktu itu, penulis secara personal menyampaikan beberapa hal terkait progresivitas kerja-kerja di dalam PMII. Salah satunya adalah perhatian terhadap data maupun arsip yang berkait dengan keberjalanan PMII. Penulis agak curiga dengan melontarkan sebuah pertanyaan: apakah sekalipun di sekretariat PB PMII masih diletakkan sistem pengelolaan arsip baik itu berhubungan dengan pertanggungjawaban tiap kepengurusan maupun data yang berhubungan dengan corak gerakan dalam tiap periode.


Kenyataan itu membuat realitas akan keberadaan di PMII cukup mengkhawatirkan. Tak ada pengembangan diskursus secara mendalam akan corak gerakan dengan berbasis teks. Teks tersebut tentu merujuk pada produk intelektual, baik itu berupa buku, jurnal, dan sebagainya. Seolah-olah, makin hari PMII terjauhkan dari sisi intelektualitasnya. Ini ancaman yang cukup nyata di tengah percepatan arus informasi dan pergeseran makna dalam hadirnya teknologi dan media informasi. Mafhum, dalam situasi terkini, PMII terkadang mudah mendapati sebuah kegamangan dalam dinamika organisasi.


Diskursus Akademik

Dalam pengamatan penulis, PMII untuk pertama kalinya diangkat dalam dunia akademik, tepatnya saat tahun 1987 ketika Otong Abdurrahman menyelesaikan skripsinya di jurusan Sejarah Peradaban Islam IAIN Sunan Kalijaga. Ia menyertakan judul berupa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dalam Perspektif Sejarah Bangsa (1960 – 1985). Otong yang menjadi satu bagian dari tim inti penyempurnaan Nilai Dasar Pergerakan (NDP), yang disahkan dalam momentum Kongres ke-IX PMII pada 14 – 19 September 1988 di Surabaya. Rasa penasaran yang muncul kemudian membawa diri penulis untuk mencari naskah tersebut.


Di beberapa kesempatan saat penulis bertemu dengan kader PMII baik dari Sleman maupun Yogyakarta, penulis kerap menyampaikan hal itu. Selanjutnya, berharap kerelaan masing-masing untuk mengecek apakah di perpustakaan kampus terkait apakah masih tersimpan naskah skripsi itu. Nihil, saat ada salah satu kader PMII Sleman mengonfirmasi. Sudah tidak ada. Setelah itu masih ada dua kesempatan yang perlu ditempuh, yakni masing-masing: konfirmasi ke sekretariat PB PMII dan kedua adalah menemui sosok aktor yang juga merupakan salah satu anggota pleno dalam Kongres ke-IX tersebut.


Walhasil, pada 16 Januari 2021 lalu, penulis bersama beberapa sahabat di antaranya: Ajie Najmuddin (Ketua LTN-NU Surakarta), Khoiri Habib Anwari dan Ahmad Kurnia Sidiq (keduanya Kader PMII UNS) menemui Pak Otong di salah satu desa yang ada di Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Kami dibantu oleh salah seorang anak dari Pak Otong Abdurrahman, Sufina Nuristiqomah, yang saat itu menjadi Wakil Ketua I PMII Komisariat Kentingan periode 2020–2021. Di pertemuan tak kurang dari empat jam tersebut, kami berbincang banyak hal terkait dengan PMII.


Pak Otong membuka pertemuan tersebut dengan menjelaskan lanskap sejarah pengetahuan awal mula kelahiran Nahdlatul Ulama (NU), hingga proses pendirian PMII yang secara resmi dideklarasikan pada 17 April 1960 Masehi atau 21 Syawal 1379 Hijriah tersebut. Semenjak menjadi sebuah partai setelah keluar dari Masyumi tertanggal 5 April 1952, NU memiliki sebuah strategi dalam pengembangan organisasi sayap (underbow). Dalam hal ini harus diakui termasuk PMII menjadi organisasi sayap dalam gerakan mahasiswa. Pak Otong menyebutkan istilah underbow maupun organisasi sayap tersebut sebagai “mantel”.


Pilihan tersebut dalam kacamata sejarah tentunya adalah keperluan dalam pembasisan ideologi yang diperjuangkan oleh partai. Kendati demikian, nantinya saat tahun 1971, PMII menyatakan independensi dengan ditegaskan melalui Deklarasi Murnajati saat momentum Musyawarah Besar II PMII di tanggal 14 – 16 Juni 1972. Pak Otong kemudian berbicara terkait periode demi periode yang dilalui oleh PMII, khususnya pada era Orde Lama dan Orde Baru. Apa yang dijelaskan olehnya, seolah bagi penulis terbesit dalam benak: pasti itu kurang lebihnya skripsi yang dikerjakan oleh beliau.


Sampai pada akhirnya, penulis menanyakan terkait tentang keberadaan skripsinya, apakah masih tersimpan. Lagi-lagi nihil. Sebab, penjelasan beliau, memang ada satu naskah yang pernah dipegang sebagai koleksi pribadi. Sebelum pada akhirnya, perwakilan panitia Kongres ke-XV PMII di Cipayung, Bogor pada tahun 2005 terang Pak Otong meminjam draft skripsinya itu, dengan dalih pada momentum tersebut direncanakan untuk diterbitkan menjadi sebuah buku. Namun, pengakuan Pak Otong, selain buku yang direncanakan tak ada wujudnya—dengan kata lain tak terbit, di sisi lain draft yang dipinjam itu pun juga tidak kembali.


Urgensi Manajemen Arsip

Harus diakui, secara konteks luas, diskursus perkembangan wacana khususnya dalam teks yang ada di PMII masih minim. Kalau dianalisis, itu terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, rasanya ada kemunduran diskursus wacana yang terjadi dalam PMII di beberapa tahun terakhir. Setidaknya itu terrepresentasi dengan sedikitnya buku yang disebarluaskan berkaitan dengan PMII. Situasi dilematis ini menjadikan kekhawatiran dalam konteks keberjalanan PMII. Ancaman tersebut tentu saja merujuk akan lambat laun sejarah mulai hilang.


Kedua, kelihatan kurang menarik pola gerakan PMII yang harusnya menjadikan ciri khas dan melahirkan perhatian banyak kalangan. Tak mengherankan, ketika tidak banyak—misalnya para kalangan di perguruan tinggi mengangkat sebuah kajian terkait PMII sebagai sebuah diskursus yang menjadikan kajian secara komprehensif. Selepas tahun 2000-an terlihat seperti itu. Tak bamyak digalakkan kajian akan gerakan PMII secara mendalam di berbagai lanskap gerakan yang dipilih. Bahkan, kabar buruknya, belum ada penulisan sejarah PMII di tingkatan nasional dalam tarikan sejarah mulai era reformasi hingga saat ini.


Dua alasan tersebut hendaknya menjadi latar belakang untuk melakukan tilikan mendalam perhatian khusus PMII terhadap keberadaan arsip, kemudian secara luas berhubungan erat dengan aspek kesejarahan. Menilik dari apa salah satu gagasan yang pernah dituliskan oleh KH Achmad Siddiq (Rais Aam PBNU 1984 – 1991) dalam salah satu karyanya berjudul Fikrah Nahdliyah atau Pedoman Berbikir Nahdlatul Ulama, sejarah merupakan tugas tajdid berupa menilai masa lalu yang dilakukan oleh NU—PMII menjadi bagian angkatan muda penerus perjuangan NU.


Tugas tajdid tersebut keseluruhan terdiri dari tiga hal, masing-masing berupa: menilai masa lalu, mengembangkan masa kini, dan merintis masa depan. Menilai masa lalu dimaksudkan untuk mempertahankan nilai-nilai positif hasil pemikiran atau ijtihad generasi yang lalu. Mengembangkan masa kini memiliki pengertian berupa menerima hal-hal baru yang bermanfaat dan tidak bertentangan dengan Islam, serta mengembangkannya ke arah yang bermanfaat dan sesuai dengan ajaran Islam. Kemudian, menolak dan mencegah hal-hal baru yang bertentangan dengan Islam atau membahayakan Islam. Sementara tugas merintis masa depan berupa menciptakan konsepsi dan inisiatif baru di bidang teknik perjuangan yang tidak bertentangan dengan azas dan haluan perjuangan Ahlussunnah wal Jamaah.


Untuk mempersiapkan kerja tersebut, setidaknya diperlukan sebuah langkah maupun usaha untuk menuju ke sana. Pertama, pemahaman di kalangan kader untuk merawat arsip, catatan, maupun diokumen penting yang berhubungan dengan perkembangan dan dinamika organisasi. Kalau perlu, dalam struktur kepengurusan dibentuk bidang yang khusus bertugas dalam kerja-kerja perawatan dan pengembangan arsip. Ranah tersebut tentunya sangatlah luas, apalagi mengingat dalam masa sekarang di era digitalisasi, perlu juga dalam melakukan digitalisasi arsip di tengah percepatan perubahan zaman.


Kedua, kegiatan dalam pengembangan diskursus kajian di PMII dalam perspektif kesejarahan haruslah digalakkan. Kalau belum mencakup seluruh nasional, setidaknya bisa dimulai dalam ranah cabang, komisariat, maupun rayon yang ada di dalam PMII. Langkah tersebut membutuhkan sebuah disiplin pengetahuan dalam upaya menghasilkan produk intelektual dalam bentuk teks. Hasil tersebut sebagai aktualisasi nilai-nilai positif yang harus perlu dipertahankan, dengan tidak menyingkirkan perhatian secara mendalam akan nilai positif baru dalam perkembangan PMII.


Dengan demikian, PMII memiliki sebuah kultur yang terpaut dari para pendahulu. Ijtihad tersebut tentu saja sebagai upaya untuk mempertegas komitmen PMII dalam aktivitas tradisi intelektualitas yang terus mencari benang-benang ilmu pengetahuan, atau dalam bahasa lain sanad keilmuan. Sebab, PMII bukanlah sesuatu yang sudah selesai. Ia terus berjalan dengan berbagai tantangan, maupun gejolak dalam perjuangan diri untuk menggapai tujuan organisasi di berbagai sub bidang kehdiupan ini. Begitu.


Joko Priyono, Penulis Lepas/ Kader PMII Kota Surakarta


Opini Terbaru