• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Selasa, 7 Mei 2024

Opini

Muliakan Walaupun Hanya Sebutir Nasi

Muliakan Walaupun Hanya Sebutir Nasi
Foto: Ilustrasi (terserahanda.com)
Foto: Ilustrasi (terserahanda.com)

Realitas sosial bermasyarakat selalu menekankan kita untuk selalu berinteraksi yang baik dengan makhluk lainnya. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, pastinya selalu membutuhkan bantuan dari orang lain. Terlebih-lebih dalam menjalani aktivitas kehidupan, manusia selalu membutuhkan bantuan dari orang lain. Maka dari itu, diperlukan kehidupan yang harmonis dengan saling membantu dan memudahkan urusan orang lain. 

 

Di kehidupan sehari-hari kita mempunyai urusan yang beraneka ragam. Oleh karena itu, kita harus mampu menjadi orang baik dan mampu memberikan jalan kemudahan bagi kesulitan orang lain. Maka dengan begitu, Allah SWT akan memberikan balasan berupa kemudahan atas kesulitan yang kita hadapi baik di dunia maupun di akhirat.

 

Dalam hal ini, umat Islam harus percaya bahwasanya segala nikmat dan keberkahan itu bersumber dari Allah SWT. Baik itu nikmat sehat, nikmat kebahagaiaan, nikmat kesehatan semuanya bersumber dari Allah SWT. Tidak terkecuali, kita setiap hari bisa menikmati segala keindahan alam yang terhampar begitu luas, juga merupakan anugerah dari Allah SWT.

 

Allah berfirman:

 

وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا - ٣

 

Artinya: "Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu." (QS At-Thalaq:3).

 

Ayat di atas sebagai bukti bahwa Allah SWT yang memberikan datang rezeki dari arah mana saja yang sudah barang tentu halal dari hasil yang diperolehnya, setiap orang yang mau berusaha dan mau bekerja keras maka Allah SWT akan mencukupi segala keperluan yang dibutuhkan. Dan ketika masih merasakan kesulitan, maka bersabar dan terus bertawakal dengan seraya memanjatkan doa supaya diberikan kemudahan. 

 

Terkadang kita seringkali masih menyepelekan nasi yang jatuh di tanah, ataupun menyisakan nasi di piring, sehingga nasi itu menjadi sia-sia. Namun, coba kita tengok sejenak ke belakang, awal proses sebelum nasi itu bisa dimakan kita. Ada proses panjang untuk menghadirkan sepiring nasi di meja makan kita. Tentu dengan demikian, kita janganlah sering-sering menyepelekan sebutir nasi. 

 

Sebutir nasi sebelum jadi sepiring nasi harus melalui proses awal yaitu, tanaman padi yang ditanam di sawah, kemudian akan berbunga menjadi gabah yang berisi, terus berisi dan berkembang mejadi keras, berubah warna menjadi kuning kecoklatan, dari gabah inilah kemudian akan dipotong bagian padi yang telah memasuki masa panen, kemudian digiling untuk memisahkan kulit padi dan isi padi (beras), lalu baru akan menjadi beras. Untuk melepaskan atau menghilangkan kulit padi biasanya digiling menggunakan mesin atau bisa juga ditumbuk menggunakan alu atau lesung. Setelah kulitnya terpisah baru padi itu diayak menggunakan ayakan tampah (sejenis nampan berbahan dasar ayaman bambu). Setelah bersih dari kulit, baru beras kemudian dibersihkan menggunakan air dan baru masuk pada tahap menanak nasi. Dengan sebegitu rumitnya proses pengolahan sebutir nasi banyak terkandung jasa dari beberapa tangan yang andil dalam menghadirkan sepiring nasi untuk bisa kita nikmati. 

 

Dalam menjalani hidup terkadang, kita seringkali meremehkan kecil yang ternyata datangnya itu dengan proses yang sulit dan rumit, bahkan membutuhkan perjuangan yang tak mudah. Sebagai contoh di atas, pernahkah kita ketika menyantap sepiring nasi yang setiap hari bisa dinikmati di meja makan kita, dan berapa banyak orang yang telah berjasa pada setiap butirnya? jasa petani begitu luar biasa untuk bisa menghadirkan sepiring nasi di meja makan kita. Dengan begitu, kiranya masih tegakah jika kita membuang makanan yang dihasilkan oleh beberapa perjuangan dan hasil kerja keras keringat yang bercucuran guna menghasilkan sepiring nasi yang bisa kita nikmati setiap hari, dan sudikah kiranya ketika kita melihat saudara-saudara kita yang masih kelaparan karena masih kekurangan? seyogyanya kita harus berfikir untuk selalu mensyukuri segala nikmat yang selama ini bisa kita rasakan. 

 

Seseorang bertanya kepada Penyair Legenda dari Iran Jalaluddin Muhammad Rumi. Atau biasa dikenal dengan nama Jalaluddin Mohammad Balkhi, atau sering disebut Rumi. Musik seperti apa saja yang diharamkan? Lalu beliau menjawab, "Suara sendok piring beradu di rumah-rumah orang kaya atau ketika engkau sedang makan sementara saudaramu yang miskin dan kelaparan hanya bisa mendengarkannya. (Jalaluddin Rumi)

 

Dalam konteks menghargai sebutir nasi maka seyogyanya kita juga harus bisa berkaca pada pernyataan di atas bahwa kita harus selalu mensyukuri segala kenikmatan yang datangnya dari Allah SWT, dan tolonglah saudaramu yang sedang kepayahan. Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori "Seburuk-buruknya makanan adalah makanan sebuah pesta, di mana orang-orang kaya diundang dan orang-orang miskin ditinggalkan". (HR Bukhari)

 

Semoga kita selalu diberikan kemudahan dalam segala urusan, terus berdoa, dan bersyukur kepada Allah SWT dengan disertai sikap saling menghargai dan menghormati orang lain, khususnya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dan pandai-pandailah bersyukur karena tanpa perjuangan mereka mungkin saja hari ini tidak bisa menikmati sepiring nasi. Sebagai pungkasan, saya mengutip dari dari tokoh sufi abad ke-5 Hijriyah dari Naisabur beliau bernama Abd al-Karim bin Hawaizin al-Qusyairi. 

 

Dan beliau mempunyai karangan kitab bernama, Risalah Qusyairiyah fi ilm al tashawwuf sebagai pedoman agar kita selalu pandai bersyukur dan menysukuri atas segala nikmat dari Allah SWT, sebagai berikut:

 

الشاكر الذي يشكر على الموجود، والشكور الذي يشكر على المفقود

 

"Orang yang bersyukur ialah mereka yang mensyukuri akan sesuatu yang ada (ia miliki), dan orang yang banyak (pandai) bersyukur mereka yang mensyukuri akan sesuatu yang hilang darinya." Risalah Qusyairiyyah. Wallahu a’lam Bisshawab 

 


A’isy Hanif Firdaus, mahasiswa Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Walisongo Semarang, Sekretaris Umum IKAF Babakan-Tegal, Sekretaris PR IPNU Dukuh Kedawon, Lembaga Pers dan Penerbitan PAC IPNU Larangan, Brebes


Opini Terbaru