• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 29 Maret 2024

Opini

Lafal Niat Puasa dalam Tinjauan Nahwiyyah

Lafal Niat Puasa dalam Tinjauan Nahwiyyah
Foto: Ilustrasi (nu online)
Foto: Ilustrasi (nu online)

Niat puasa merupakan salah satu rukun puasa, maka wajib dilakukan (dilafalkan atau diucapkan). Jika niat puasa diucapkan, maka seseorang perlu memperhatikan cara mengucapkannya. Titik kesulitan umumnya terletak pada kata ramadhan (رَمَضَان) dan sanah (سَنَة). Apakah kata ramadhan (رَمَضَان) dibaca na (نَ) atau ni (نِ)? Demikian pula kata sanah (سَنَة), apakah dibaca ta (ةَ) atau ti (ةِ)? 


Lafal niat puasa Ramadhan berupa bahasa Arab yang dalam perspektif ilmu nahwu memiliki struktur kalimat yang kompleks seperti subyek (فاعل), obyek (مَفعول به), keterangan waktu (ظرف الزمان), sikap (حال), dan rangkaian kata (idlafah = أضافة  yang berupa mudlaf + mudlaf ilaih =  مضاف ومضاف إليه), serta terdiri atas kata kerja (فعل) dan isim (اسم) sehingga perlu diperhatikan cara melafalkannya secara cermat dan tepat agar sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Jika dipergunakan 'kacamata' ilmu nahwu (kaidah bahasa Arab) maka terdapat dua varian bacaan dalam melafalkan niat puasa, yaitu: 


Varian 1: 


Kata ramadhan (رَمَضَان) dibaca na (نَ) dan kata sanah (سَنَة) dibaca ta (ةَ) 


نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةَ فَرْضًا للهِ تَعَالَى


Analisis nahwiyyah terhadap pelafalan niat puasa varian 1: 

  1. Kata nawaitu (نويت) adalah kata kerja transitif (fi’l madli muta’addi = فعل ماض متعدّي) mabni, yang memiliki sobyek tersimpan (hidden sobject = dlamir mustatir =  ضمير مستتر), yaitu tu (تُ); 
  2. Kata shauma (صومَ) berkedudukan sebagai obyek (مَفعول به) dari kata nawaitu (نويت), maka i’rabnya adalah nashab atau manshub (منصوب), dengan tanda baca (alamat) fathah (فتحة), dibaca ma (مَ) karena merupakan kata benda tunggal (isim mufrad = الاسم المفرد); 
  3. Kata ghadin (غَدٍ) berposisi sebagai mudlaf ilaih (مضاف إليه) dari kata shawma (صوم) yakni shauma ghadin (صومَ غدٍ), maka i’rabnya adalah jar atau atau majrur (مجرور) dengan tanda baca (alamat) kasrah (كسرة), dibaca din (دٍ) karena merupakan kata benda tunggal (isim mufrad = الاسم المفرد); 
  4. Kata ada` (أداء) berada setelah huruf jar ‘an (عَن), maka i’rabnya adalah jar atau majrur (مجرور) dengan tanda baca (alamat) kasrah (كسرة) karena merupakan kata benda tunggal (isim mufrad = الاسم المفرد); dibaca kasrah tanpa tanwin (bighair tanwin) karena berposisi sebagai mudlaf pada kata fardli (فرض) yang dirangkai (sebagai mudlaf) lagi dengan kata syahri (شهرِ) yang masih dirangkai dengan kata ramadlan (رَمَضَان). Jadi frase ada` fardli syahri ramadhan (أداء فرض شهر رمضان) merupakan struktur rangkaian kata (idhafah) yang terdiri atas empat kata sekaligus; 
  5. Kata ramadhan (رَمَضَان) berposisi sebagai mudhaf ilaih (مضاف إليه) merupakan bagian terakhir dari terkib idhafah atau frase ada` fardhi syahri ramadhan (أداء فرض شهر رمضان), maka dibaca jar atau majrur (مجرور) dengan tanda baca (alamat) fathah (فتحة), dibaca na (نَ) karena merupakan isim ghair munsharif (الاسم غير المنصرف); 
  6. Kata sanah (سَنَة) atau hadzihis-sanah (هذه السَنَة) merupakan keterangan waktu atau dharf zaman (ظرف الزمان) yang berarti pada tahun ini, maka hukumnya dibaca nashab atau manshub (منصوب) dengan tanda i’rab (alamat) fathah (فتحة) dibaca ta (ةَ) karena kata benda tunggal (isim mufrad = الاسم المفرد). Adapaun kata hadzihi (هذه) merupakan merupakan kata tunjuk (isim isyarah = اسم الإشارة) yang bersifat mabni; 
  7. Kata fardhan (فرضًا) merupakan sikap (hal = حال) bagi orang yang berniat atau sebagai maf’ul muthlaq (مَفعول مطلق) bagi kata fardhi syahri ramadhan (فرض شهر رمضان), maka hukumnya dibaca nashab atau manshub (منصوب) dengan tanda i’rab (alamat) fathah (فتحة) dibaca dhan (ضًا) karena merupakan kata benda tunggal (isim mufrad = الاسم المفرد); 
  8. Kata Allâh (الله) berada setelah huruf jar lam (لِ), maka i’rabnya adalah jar atau majrur (مجرور) dengan tanda baca (alamat) kasrah (كسرة) dibaca hi (هِ) karena merupakan kata benda tunggal (isim mufrad = الاسم المفرد). 
  9. Kata taala (تعالى) adalah kata kerja (fi’il = فِعْل) yang menjadi sifat bagi kata Allâh dengan arti Yang Maha Luhur sebagaimana kata azza wa-jalla (عزّ وجلّ) dengan arti Yang Maha Mulia dan Maha Agung. 


Dengan demikian terjemah lafal niat puasa dengan varian pertama ini adalah: Saya berniat puasa besok pagi guna memenuhi kewajiban bulan Ramadhan pada tahun ini sebagai kewajiban karena (mencari ridha) Allâh Yang Maha Luhur


Varian 2:  


kata ramadhan (رَمَضَان) dibaca atau ni (نِ) dan kata sanah (سَنَة) dibaca ti (ةِ) 


نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى


Terjemahnya: Saya berniat puasa besok pagi guna memenuhi kewajiban bulan Ramadhan pada tahun ini sebagai kewajiban karena (mencari ridha) Allâh Yang Maha Luhur


Analisis nahwiyyah terhadap pelafalan niat puasa varian 2: 

  1. Kata nawaitu (نويت) uraiannya sama dengan di atas; 
  2. Kata shauma ghadin (صومَ غدٍ) uraiannya sama dengan di atas, yakni sebagai pola kata terangkai mudhaf + mudhaf ilaih (مضاف ومضاف إليه); 
  3. Kata ada` fardli syahri (أداء فرض شهرِ) uraiannya telah disampaikan pada varian 1, yakni merupakan struktur rangkaian kata (idhafah) yang terdiri atas tiga kata sekaligus; 
  4. Kata ramadhan (رَمَضَان) berposisi sebagai mudhaf ilaih (مضاف إليه) atau sebagai bagian dari terkib idhafah sebelumnya yaitu frase ada` fardhi syahri ramadhan (أداء فرض شهر رمضان) yang masih dirangkai sekalgus ,) yang masih dirangkai sekalgus dengan kata berikutnya, yaitu kata hadzihis-sanah (هذه السَنَة), maka dibaca jar atau majrur (مجرور) dengan tanda baca (alamat) kasrah (كسرة), dibaca ni (نِ) karena merupakan isim ghair munsharif (الاسم غير المنصرف) yang dirangkai dengan kata lain atau sebagai mudhaf, sehingga menjadi syahri ramadhani hadzihis-sanati (شهرِ رمضانِ هذه السنةِ). Hal mana seperti kata fi masajida (في مساجدَ) majrur dengan fathah yang jika di-mudhafkan maka menjadi fi masajidikum (في مساجدِكم) majrur dengan kasrah, tidak lagi dengan fathah; 
  5. Kata sanah (سَنَة) atau hadzihis-sanah (هذه السَنَة); oleh karena diposisikan sebagai mudhaf ilaih (مضاف إليه) dari kata ramadhan (رَمَضَان) sehingga tidak lagi menjadi keterangan waktu atau dharf zaman (ظرف الزمان) yang hukumnya dibaca nashab atau manshub (منصوب), tetapi hukumnya adalah dibaca jar atau majrur (مجرور) dengan tanda i’rab (alamat) kasrah (كسرة) dibaca ti (ةِ) karena merupakan kata benda tunggal (isim mufrad = الاسم المفرد);  
  6. Kata fardhan (فرضًا) uraiannya telah disampaikan pada varian 1; 
  7. Kata Allâh (الله) dan seterunya uraiannya telah disampaikan pada varian 1 


Pembaca dapat memilih satu dari dua varian bacaan lafal niat puasa tersebut. Demikian sekilas tentang i’rab lafal niat puasa, semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallllâhu a’lam bisshawab  


H Mahlail Syakur Sf, dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Ketua LTNNU Jawa Tengah 


Opini Terbaru