• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 3 Mei 2024

Nasional

PWNU Jateng Ingatkan Bahaya Politik Uang

PWNU Jateng Ingatkan Bahaya Politik Uang
Foto: Ilustrasi (nu online)
Foto: Ilustrasi (nu online)

Semarang, NU Online Jateng
Jelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) baik legislatif (pileg) maupun pemilihan presiden (pilpres, dan pemilihan kepala daerah (pilkada) banyak beredar upaya para pihak yang berlomba-lomba mempengaruhi masyarakat pemilih untuk mendukung dirinya dengan imbalan sejumlah uang.


Katib Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Munib Abdul Muchit mengingatkan tentang bahaya politik uang di mana sebagai sebuah upaya mempengaruhi pilihan pemilih (voters) pemilu dengan imbalan materi atau yang lainnya.


"Dalam bahtsul masail PWNU Jateng di Pesantren Al-Inaroh Kabupaten Batang telah diputuskan bahwa menerima pemberian uang untuk kepentingan politik adalah haram. Karena di situ ada praktik riswah (suap)," tegasnya.


Disampaikan, praktik politik uang yang selalu berulang telah menggeser pandangan sebagian masyarakat. Mereka sudah tidak menganggap tindakan tersebut sebagai hal yang tabu. "Bahkan sebaliknya, sebagian dari mereka justru mentabukan kandidat yang tidak mau melakukannya praktik ini," ucapnya.


Oleh karena itu lanjutnya, jika masyarakat sudah terlanjur menerima pemberian (politik uang) maka tindakan yang harus dilakukan adalah mengembalikan pemberian kepada pemiliknya. "Namun jika tidak mungkin mengembalikannya maka digunakan dan disalurkan pada kemaslahatan umum," terangnya.
 

Kegiatan bahtsul masail PWNU Jawa Tengah di Pesantren Al-Inaroh Wonotunggal, Kabupaten Batang yang membahas soal politik uang (Foto: M Ngisom Al-Barony)



Kepada NU Online Jateng, Kamis (28/12/2023) Kiai Munib menjelaskan, politik uang 'mother of corruption' atau induknya korupsi. Pemberi jika sudah menjabat akan berusaha untuk bisa mengembalikan modal saat pencalonan dengan cara korupsi.


"Para kandidat selain bagi-bagi uang kepada calon pemilih juga harus membayar mahar politik kepada partai dengan nominal fantastis. Tentu saja, ini bukan hanya dari uangnya pribadi, melainkan donasi dari berbagai pihak yang mengharapkan timbal balik jika akhirnya dia terpilih," ungkapnya.  


Hukum menerima pemberian uang sambungnya, tidak termasuk janji memberikan suara kepada pihak pemberi selama tidak ada pernyataan kesanggupan dari pihak penerima. Jika ada ada pernyataan kesanggupan dari penerima akan memberikan suara maka hal tersebut dianggap janji dari penerima.


"Namun janji tersebut tidak berkonsekwensi pada hukum memberikan suara, sebab kewajiban memberikan suara kepada calon yang layak atau hukum haramnya memberikan suara kepada calon yang tidak layak merupakan aturan yang telah menjadi ketetapan syariat baik ada janji ataupun tidak janji," pungkasnya.


Penulis: M Ngisom Al-Barony


Nasional Terbaru