• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Sabtu, 20 April 2024

Nasional

MUKTAMAR KE-34 NU

AHWA dan Rais Aam Sebaiknya Dijabat Seumur Hidup agar Wibawa Ulama Terjaga

AHWA dan Rais Aam Sebaiknya Dijabat Seumur Hidup agar Wibawa Ulama Terjaga
Pengasuh Pesantren As-Shodiqiyah Sawah besar, Kota Semarang KH Shodiq Hamzah (Foto: NU Online jateng/Samsul Huda)
Pengasuh Pesantren As-Shodiqiyah Sawah besar, Kota Semarang KH Shodiq Hamzah (Foto: NU Online jateng/Samsul Huda)

Semarang, NU Online Jateng  
Jabatan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebaiknya dijabat seumur hidup oleh kiai yang ditunjuk oleh Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) agar wibawa pengendali jamiyah NU tetap terjaga.


Pengasuh Pesantren As-Shodiqiyyah Sawah Besar, Kota Semarang KH Shodiq Hamzah mengatakan, belajar dari pengalaman perjalanan dari muktamar ke muktamar selama ini, rasanya paling pas dalam penentuan rais aam  pada Muktamar NU di Lampung dengan meniadakan agenda pemilihan rais aam oleh muktamirin yang memberikan suara secara langsung.


"Agar lebih sejuk suasananya, rais aam sebaiknya dijabat seumur hidup, kecuali yang bersangkutan mengundurkan diri. Demikian juga untuk posisi AHWA sebaiknya juga  dijabat seumur hidup," kata Kiai Shodiq kepada NU Online Jateng di Semarang, Sabtu (1/1).


Menurutnya, untuk menjaga wibawa rais aam dan AHWA memang keduanya jangan sampai dibawa ke ranah kompetisi atau persaingan dengan melibatkan suara cabang dan wilayah dalam muktamar NU. 


"Anggota AHWA baru diganti setelah yang bersangkutan meninggal dunia atau mengundurkan diri dan yang memilih penggantinya dipercayakan kepada anggota AHWA yang masih ada," terangnya.


Dia menambahkan, jika opsi ini direalisasikan maka wibawa dan marwah ulama sebagai pengendali organisasi akan terjaga sekaligus meminimalisasi kegaduhan organisasi.


Sedangkan untuk posisi ketua ujarnya, sebaiknya juga ditunjuk oleh AHWA dengan masa khidmahnya dibatasi maksimal dua periode. Kalaupun dipilih muktamirin secara langsung tetap harus mendapat restu dari rais aam dan masa jabatannya juga dibatasi maksimal dua kali. 


"Memasuki era 100 tahun kedua, Nahdliyin harus dimantapkan pemahamannya bahwa ulama atau kiai adalah pengendali jamiyah sedangkan tanfidziyah sebatas pelaksana kebijakan syuriyah," ujar kiai Shodiq yang menjelang Muktamar NU di Lampung pesantrennya  ditempati acara 'majmu'ul buhuts' beberapa kiai.


Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama ( PCNU ) Demak KH Aminudin Mas'udi mengatakan, pandangan seperti ini berkembang di kalangan para kiai pesantren dan NU, kalau bisa direalisasikan bagus sekali.


"Syuriyah memang harus diposisikan dengan tepat, sebagai pengendali jamiyah harus dijaga kewibawaannya jangan sampai ditarik-tarik dalam wilayah kompetitif," pungkasnya.


Penulis: Samsul Huda
Editor: M Ngisom Al-Barony


Nasional Terbaru