• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 3 Mei 2024

Keislaman

Malu sebagai Akhlak Terpuji  

Malu sebagai Akhlak Terpuji  
Foto: Ilustrasi
Foto: Ilustrasi

Nabi pernah bersabda bahwa iman itu banyak cabangnya. Paling tinggi adalah La Ilaaha Illallah dan paling rendah adalah menyingkirkan gangguan di jalan. Termasuk di dalamnya adalah rasa malu yang positif.


Dalam hadits Arbain Syekh Imam Nawawi Al-Bantani,  Nabi bersabda:


إِنَّ مِمَّا أَدرَكَ النَاسُ مِن كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُولَى إِذا لَم تَستَحْيِ فاصْنَعْ مَا شِئتَ


“Sesungguhnya di antara yang didapatkan manusia dari perkataan (yang disepakati) para Nabi adalah: ‘Jika kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu.”


Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Masud Uqbah bin Amru Al-Anshary Al-Badri. Nama lengkapnya Uqbah bin Amru bin Tsa’labah bin Asirah bin ‘Athiyyah bin Khadarah bin Auf bin Harits bin Khazraj.


Ibunya bernama Salma binti Azib bin Auf bin Abdullah bin Khalud bin Qudhaa’ah. Beliau termasuk sahabat yang ikut serta dalam perang Badar. Pada akhir hayat tinggal di Kufah. Meninggal pada akhir khilafah Muawiyah bin Abi Sufyan. Sekitar tahun 60 Hijriah (Ibnu Khayyath, ath-Thabaqaat, I/166).


Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab “Al-Adab”. Bab: “Jika Kamu Tidak Malu Maka Lakukan Sekehendakmu.” Kedudukannya shahih dan bisa dipakai hujjah atau dalil. Secara garis besar hadits ini membahas tentang malu. Yang merupakan sifat terpuji dan diakui hingga masa Nabi Muhammad bahkan hingga akhir zaman (Ibnu Daqiq al-‘Iid, Syarh al-Arba’in, 1/78).


Dikutip dari indonesiainside.id, Malu sendiri atau 'al-hayaa' dalam bahasa Arab berarti kata yang diungkapkan untuk menggambarkan reaksi yang terjadi pada manusia ketika melakukan sesuatu yang tak dipandang indah menurut nilai agama (akhlak), kemudian dia seketika berhenti dan timbul rasa malu.


Hadits ini ada dua makna. Satu menunjukkan pada hal negatif yang harus dijauhi. Dan yang kedua menunjukkan pada hal mubah. Untuk makna kesatu berarti : “Jika kamu sudah tidak memiliki rasa malu, maka berbuatlah sekehendakmu.” Sebagaimana orang gila yang kehilangan kontrol dan berbuat sesuka hatinya, karena tidak punya malu.


Makna kedua, jika kamu melakukan sesuatu selama itu bukan hal yang membuatmu malu, maka lakukanlah. Atau jangan meninggalkan sesuatu jika itu bukan termasuk hal yang memalukan.


Di antara yang bisa diambil pelajarannya dari hadits ini ialah:

Pertama, terkadang syariat atau nilai-nilai positif dari umat terdahulu masih dipakai oleh umat Islam. Kedua, nilai akhlak mulia itu universal sifatnya. Relevan pada setiap masa dan tempat. Ketiga, terpunjinya sifat malu. Baik dalam makna pertama atau kedua. Bahkan dalam haditsnya Nabi pernah bersabda:


الحَيَاءُ شُعبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ


“Malu adalah cabang dari keimanan.”


Keempat, tanda orang yang tak punya rasa malu di antaranya adalah dia melakukan apa saja dan tidak peduli apakah itu baik atau buruk. Kelima, sesuatu yang tidak dipandang memalukanoleh agama dan akhlak, maka boleh dilakukan. (Syarh Arba’in li An-Nawwi, Ibnu Utsaimin, 207-212). Wallahu a'lam bis syawab


Keislaman Terbaru