Ketika Hidup Terasa Berat, Tasawuf Bisa Menjadi Pelipur Lara
Jumat, 14 Maret 2025 | 18:00 WIB
Avika Afdiana Khumaedi
Kolomnis
Dalam perjalanan hidup, setiap orang memiliki pandangan yang berbeda tentang makna kehidupan dan cara meraihnya. Sebagian meyakini bahwa hidup adalah sebuah arena persaingan, di mana hanya yang terkuat yang akan berjaya. Keyakinan ini kerap melahirkan budaya kerja keras, profesionalisme, serta menjadikan pencapaian materi sebagai tolok ukur kesuksesan. Bagi mereka, dunia yang ideal adalah seperti "Surga" yang bebas dari hambatan, di mana siapa pun yang berusaha keras dapat mencapai keberhasilan. Dalam perspektif ini, hidup dipandang sebagai perjuangan untuk memberi makna pada dunia, dan kemenangan menjadi penentu kebenaran.
Namun, dalam perjalanan hidup, tidak semua orang mampu bertahan dalam tekanan yang diciptakan oleh lingkungan yang kompetitif. Beban ekspektasi sosial, tekanan ekonomi, serta tuntutan keluarga sering kali membuat seseorang merasa kehilangan arah. Tidak sedikit yang terjebak dalam rutinitas tanpa makna, menjalani hidup tanpa memahami tujuan sejatinya.
Kehampaan batin pun muncul sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara kebutuhan materi dan spiritual. Dalam kondisi ini, seseorang bisa mengalami kegelisahan mendalam, meskipun secara lahiriah terlihat sukses dan bahagia.
Fenomena kehilangan arah hidup ini bukanlah sesuatu yang baru. Banyak tokoh besar dalam sejarah pernah mengalami pergulatan batin yang mendalam sebelum menemukan jalan spiritualnya. Imam Al-Ghazali, misalnya, pernah mengalami krisis eksistensial di puncak kejayaannya sebagai seorang ulama dan cendekiawan.
Ia merasa bahwa ilmu dan status sosialnya tidak cukup untuk memberikan ketenangan jiwa, hingga akhirnya ia meninggalkan kedudukan akademiknya dan mencari makna sejati dalam tasawuf. Begitu pula Jalaluddin Rumi, yang kehilangan arah setelah kepergian gurunya, Syamsuddin Tabrizi, sebelum akhirnya menemukan pencerahan melalui perjalanan spiritual.
Dalam dunia tasawuf, kehilangan arah hidup bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari sebuah perjalanan menuju kesadaran yang lebih tinggi. Para sufi mengajarkan bahwa ketenangan batin tidak ditemukan dalam keberlimpahan materi atau pengakuan sosial, tetapi dalam hubungan yang mendalam dengan Allah.
Ketika seseorang mulai memahami hakikat hidup, ia akan menyadari bahwa kebahagiaan sejati bukan berasal dari persaingan duniawi, melainkan dari keikhlasan dan ketenangan hati. Dengan demikian, tasawuf menawarkan jalan bagi mereka yang tersesat dalam kebingungan hidup untuk menemukan kembali keseimbangan antara dunia dan akhirat.
ويقال : إن ثلاثة قصدوا مجلسه ، فقال أحدهم : لو سلمت من العائلة لتجردت ، وقال الآخر أنا أصلي وأصوم ولا أجد من الصلاح ذرة ، فقال الثالث : إن صلاتي ما ترضيني فكيف ترضي ربي؟ فلما حضروا مجلسه ، قال في أثناء كلامه : ومن الناس من يقول فأعاد كلامهم بعينه. (عنوان التوفيق في آداب الطريق. تاج الدين أحمد بن عطاء الله السكندري. طبعه دار الغزالي – حلب. ص: 14)
Artinya: “Diceritakan bahwa ada tiga orang yang berniat menghadiri majelis seorang wali. Salah seorang dari mereka berkata, “Seandainya aku bebas dari urusan keluarga, niscaya aku bisa sepenuhnya mencurahkan diri untuk ibadah.” Orang kedua berkata, “Aku sudah melakukan shalat dan puasa, tetapi aku tidak merasakan sedikitpun kesalehan dalam diriku.” Orang ketiga berkata, “Shalatku sendiri tidak membuatku puas, maka bagaimana mungkin shalat itu bisa membuat Tuhanku ridha?” Ketika mereka bertiga hadir dalam majelis sang wali, beliau dalam pembicaraannya berkata, “Di antara manusia ada yang berkata...”, lalu beliau mengulangi perkataan mereka persis seperti yang mereka ucapkan sebelumnya.” (Unwān at-Tawfīq fī Ādāb aṭ-Ṭarīq. Karya Tajuddin Ahmad bin Atha'illah As-Sakandari, diterbitkan oleh Dar Al-Ghazali – Aleppo. hlm 14.
Kisah ini menggambarkan pergolakan batin yang dialami oleh manusia dalam perjalanan spiritualnya. Tiga orang tersebut memiliki kegelisahan yang berbeda, tetapi semuanya bermuara pada perasaan kehilangan arah dalam menjalani kehidupan beragama. Tekanan hidup dapat membuat seseorang merasa terjebak dalam kegelisahan batin, baik karena tanggung jawab keluarga, perasaan hampa dalam ibadah, maupun keraguan spiritual. Ini mencerminkan bagaimana manusia dihadapkan pada berbagai tantangan yang bisa menggoyahkan arah hidupnya. Dalam konteks modern, tekanan lingkungan bisa datang dari tuntutan sosial, ekspektasi keluarga, persaingan dunia kerja, atau bahkan standar keberhasilan yang ditetapkan oleh masyarakat.
Banyak orang yang tampak sukses dari luar justru merasa kehilangan makna hidup, menjalani kehidupan yang sibuk tetapi tetap diliputi kekosongan dan kegelisahan batin.
من ألزم نفسه آداب السنة غمر الله قلبه بنور المعرفة ، ولا مقام أشرف من متابعة الحبيب في أوامره وأفعاله وأخلاقه، والتأدب بآدابه قولاً وفعلاً ونية وعقداً. (حلية الأولياء. أبو نعيم الأصبهاني. ج:10، ص: 302)
Artinya: “Barang siapa yang mewajibkan dirinya untuk berpegang teguh pada adab-adab sunnah, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan cahaya ma’rifah. Dan tidak ada kedudukan yang lebih mulia daripada mengikuti kekasih (Nabi Muhammad) dalam perintah-perintahnya, perbuatannya, akhlaknya, serta beradab dengan adab-adab beliau, baik dalam perkataan, perbuatan, niat, maupun keyakinan”. Hilyatul Auliya. Abu Nu'aym al-Asbahani. Jilid 10, Hlm 302.
Maka ini sangat relevan untuk menunjukkan bahwa solusi dari kebingungan dan tekanan hidup adalah kembali kepada ajaran Nabi. Tasawuf sendiri menekankan pentingnya adab, makrifat, dan kedekatan dengan Allah, yang semuanya bersumber dari keteladanan Rasulullah. Dengan mengikuti Sunnah, seseorang tidak hanya menemukan arah hidup yang jelas, tetapi juga memperoleh cahaya makrifat yang menerangi jalannya dalam menghadapi dunia.
Terpopuler
1
LPBI PWNU Jateng Terjunkan Tim Bantu Korban Bencana Tanah Gerak di Brebes
2
Halal Bihalal IKA UIN Gus Dur Pekalongan, Perkuat Silaturahmi di Era Disrupsi
3
LP Ma’arif dan IPNU-IPPNU Jateng Gelar TOT: Bergerak Bersama Pelajar Berbudaya Annahdliyah
4
LBH Ansor Kendal Teguhkan Militansi Kader di PKD Boja: Bangun Generasi Melek Hukum dan Berakhlak
5
Ibu-Ibu IHM NU Weleri Kendal Sambangi Rumah Calhaj, Bawa Doa dan Semangat Persaudaraan
6
Prof Helmy Purwanto Dilantik sebagai Rektor Unwahas Periode 2025–2029
Terkini
Lihat Semua