• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 19 April 2024

Keislaman

SEMARAK RAMADHAN

Hati-hati Sum’ah dalam Beribadah

Hati-hati Sum’ah dalam Beribadah
Ustadz Pesantren Darul Falah Besongo Ahmad Tajuddin Arafat (Foto: NU Online Jateng)
Ustadz Pesantren Darul Falah Besongo Ahmad Tajuddin Arafat (Foto: NU Online Jateng)

Semarang, NU Online Jateng 
Pesantren Darul Falah (Dafa) Besongo, Kota Semarang adakan Ngaji Sanad kitab Minahus Saniyah bertempat di Masjid Roudlotul Jannah, Perumahan Bank Niaga, Ngaliyan, Kota Semarang.


Ustadz Pesantren Darul Falah Besongo Ahmad Tajuddin Arafat mengatakan, niat dalam melakukan amal ibadah sudah pasti harus ikhlas. “Akan tetapi, ada kalanya bila dilakukan terus menerus dan masif akhirnya bisa barcampur riya dan sum’ah,” ujarnya.


Disampaikan, Islam mengenal adanya sifat sum’ah. Sifat ini termasuk perilaku tercela yang dilarang oleh Allah SWT. Sebab, sum’ah bisa menjadikan seseorang kehilangan pahala serta keberkahan dari amal ibadah yang dikerjakan


“Jadi, ketika kita melakukan suatu amal kebaikan yang berpotensi ada pujian di sana, tetapi kita tidak pernah berfikiran seperti itu. Seperti kita ingin istiqamah tadarus, tetapi kita tidak pernah berpikiran, tidak mempunyai niat agar mendapatkan pujian. Maka, hal itu bisa menjadi pamer ketika kita tidak hati-hati,” ungkap Ahmad Tajuddin Arafat yang juga Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang.


Dicontohkan, ketika selama pada bulan Ramadhan, kita ingin istiqamah tadarus Al-Qur'an, kemudian ada masyarakat yang menawarkan atau memberi makanan atau minuman seperti kopi, lalu kita menolaknya. Kemudian, masyarakat itu memberi pujian kepada kita, dan kita nyaman dengan pujian itu.


“Maka, itu termasuk dari bagian sum'ah dan bisa menimbulkan pada riya,” katanya. 


Sekarang yang sering kita lihat sambungnya, riya adalah memamerkan kebaikannya. Meninggalkan atau melakukan sesuatu yang baik karena orang lain itu baru dikatakan pamer dan melakukan sesuatu yang baik karena orang lain itu syirik. 


“Jadi, yang selama ini kita pahami bahwa itu riya dalam menurut versinya Imam imam fudayl ibn Iyad itu syirik, karena menduakan kita dengan Allah,” ucapnya.


Kepada NU Online Jateng, Selasa (28/3/2023) dijelaskan, ikhlas dalam bahasa ilmu tasawuf tidak murni dari kita. Tetapi harus ada ridha Allah di dalamnya. Sehingga kita tidak terjebak dari dua hal ini. Ketika terdapat seseorang ingin menceritakan kelebihannya, meskipun tidak memiliki niat sama sekali untuk pamer, maka itu tetap termasuk bagian dari riya. 


“Beda lagi kalau untuk memotivasi. Seperti pada waktu ngaji, kiai bercerita tentang pengalamannya,” ujarnya. 


Salah satu indikasi lanjutnya, yang menjadi perkara baik yang diceritakan menjadi perkara sombong di antaranya indikasinya adalah bagaimana respons orang yang diajak ngomong. 


“Kalau responsnya menjadikan semangat untuknya, maka itu namanya tahadduts bil-Ni'mah. Tetapi, jika orang yang diajak berbicara responsnya tidak suka, maka itu termasuk bagian dari sombong,” pungkasnya.


Pengirim: Raif


Keislaman Terbaru