Apa Hukum Saling Memberi Gift pada Aplikasi TikTok dan Snack Video?
Aplikasi
TikTok merupakan aplikasi yang juga menawarkan penghasilan bagi user dan
sekaligus kreator konten (content creator). Belakangan aplikasi ini menghadapi
kehadiran pesaingnya yang juga berbasis menonton video, yaitu Snack Video (SV).
Aplikasi terakhir ini juga menawarkan pendapatan yang sama bagi user dan
kreator konten. Bahkan, dalam tinjauan penulis, pola marketing dan pembayaran
aplikasi terhadap user dan kreator kontennya juga sama.
Ada
satu titik krusial yang menyebabkan pendapatan dari kedua aplikasi ini
bermasalah secara hukum, yaitu ketika kedua pihak tersebut menampilkan
kebijakan bisanya user memberikan gift/hadiah berupa sticker kepada pihak
content creator. Inti pokoknya adalah karena sticker yang diberikan itu bisa
dicairkan menjadi mata uang. Permasalahan itu, antara lain adalah berkutat
seputar:
1.
Sahkah gift berupa sticker itu disebut sebagai hadiah?
2.
Tidakkah gift itu menjadi indikasi bagi adanya money game?
Untuk
kajian mengenai gift/berupa sticker pada aplikasi Snack Video (SV), sudah kita
kaji pada tulisan terdahulu. Hukumnya adalah haram sebab adanya “keharusan”
bagi user untuk memberikannya kepada content creator. Alhasil, karena adanya
tindakan mengharuskan itu, menjadikan pihak user harus melakukan top up Diamond. Agar pihak Snack Video tidak kehilangan stok yang membeli Diamond,
maka SV mencatumkan sebuah fitur menggait anggota (mengundang teman) melalui
penyebaran kode referral. Melalui cara ini, akhirnya terpenuhi mekanisme skema
piramida money game, yang dicirikan oleh member membayar member. Qarinah/bukti
dekatnya adalah begitu masifnya pihak user ini menyebarkan undangan di berbagai
kesempatan untuk mendapatkan referral, sembari disertai janji-janji pendapatan.
Bagaimana
dengan Aplikasi TikTok? Aplikasi TikTok pada dasarnya juga sama dengan aplikasi
Snack Video, yaitu mengharuskan pihak user membeli sticker yang kelak
dipergunakan untuk memberikan apresiasi terhadap kreator konten. Sticker ini
sebelumnya dibeli dengan menggunakan Koin TikTok. Dan Koin TikTok dibeli dengan
menggunakan mata uang asli. Beberapa informsi dari media arus utama menyebutkan
bahwa sticker ini juga bisa dibeli langsung dengan mata uang tunai. Nah, sudah
barang tentu, pola semacam ini mengundang sejumlah kecurigaan, karena unsur
kemiripannya dengan money game.
Cara
Mendapatkan Koin TikTok dan Gift
Koin
TikTok dilakukan dengan menjalankan sebuah misi yang dipromokan oleh pihak
pengembang Platform. Misalnya dengan misi menonton video selama durasi
tertentu. Koin juga didapatkan dari cara referral. Semakin banyak referral menonton
video selama durasi waktu yang ditentukan, maka secara otomatis pihak sponsor
akan mendapatkan koin yang meningkat selama durasi waktu itu. Pada TikTok,
durasi itu dibatasi antara 3 sampai dengan 7 hari dengan hadiah dari TikTok
sebesar 3000 sampai dengan 10 ribu rupiah.
Gift sticker
didapatkan ketika seorang user melakukan live streaming atau siaran langsung.
Alur prosesnya biasanya dilakukan dengan jalan penonton video live akan
memberikan semacam item berupa gift, seumpama animasi kodok, gitar, boneka,
bunga, dan sejenisnya. Ingat bahwa sticker ini sebelumnya adalah dibeli dengan
menggunakan koin.
Persamaan
Gift antara TikTok dan Sback Video
Titik
persamaan antara gift TikTok dan Snack Video adalah bahwa gift yang diberikan
oleh pihak user merupakan yang sama-sama dibeli oleh pihak usernya kepada
masing-masing developer. Persamaan lainnya adalah gift bisa dicairkan menjadi
mata uang. Di sisi lain, penasurafan gift, tidak harus dilakukan terhadap video
yang dibikin oleh pihak sponsor, melainkan bersifat acak. Dari hasil
penasarufan ini, kedua pihak user dari aplikasi berbeda, juga sama-sama
berharap mendapat income dari hasil menonton video. Alhasil, penyerahan gift,
diikuti dengan harapan manfaat dari penyerahan.
Penyerahan
semacam ini menyerupai qardlu jara naf’an li al-muqridl fahuwa riba Mengapa?
Sebab gift merupakan maal duyun (aset berjamin utang).
Penyerahan
aset berjamin utang, dengan harapan kembalian yang lebih dari pihak yang
dihutangi adalah riba. Titik tengkarnya barangkali adalah, bukankah yang
dihutangi (mustaqridl) adalah pihak kreator konten dan bukan pihak perusahaan?
Jika
koin manfaat yang diterima oleh pihak yang menghutangi (muqridl) adalah benar
dari pihak perusahaan, maka illat riba itu memang benar dipandang sebagai tidak
ada. Alasannya, sebab tidak memenuhi kaidah dasar dari riba.
Mungkinkah
Gift TikTok dan Gift Snack Video Dipandang sebagai Hadiah?
Hadiah,
di dalam syariat fungsinya untuk menumbuhkan rasa saling mengasihi dan
mencintai sesama manusia. Hukumnya adalah mubah, sebagaimana hibah. Ciri utama
dari hadiah adalah ketiadaan ditentukannya pemberian oleh pihak manapun dan
semata-mata tumbuh berangkat dari inisiatif pelaku itu sendiri.
Nah,
berangkat dari ketentuan ini, sifat gift yang sudah dibeli oleh user melalui
aksi top up Diamond atau yang mirip dengannya, dan gift itu diberikan kepada
kreator konten adalah benar bisa juga dipandang sebagai hadiah dengan syarat
ketiadaan paksaan pemberiannya oleh pihak perusahaan. Alhasil, pihak user
benar-benar memberikan gift tersebut semata-mata karena inisiatif pribadi.
Bagaimana
bila gift itu bersifat dipaksakan oleh pihak perusahaan? Jawabnya, sudah barang
pasti gift itu bukan lagi berperan sebagai hadiah, melainkan sebagai muksu
(pungutan liar). Apalagi bila video rekomendasi merupakan sebuah keharusan
untuk ditonton. Alhasil, gift merupakan keharusan untuk diberikan setiap kali
menonton video. Ikatan keharusan (luzumah) semacam ini, menjadikan relasi
pemberian gift terhadap kreator konten merupakan tindakan pemaksaan yang
ujung-ujungnya bisa menggiring ke perilaku money game.
Sebagai
akhir dari tulisan ini, pertanyaan yang harus kembali kita jawab adalah: adakah
relasi keharusan pemberian gift ini terjadi pada TikTok dan Snack Video? Jika
ada maka benar bahwa ada indikasi money game di dalam kedua aplikasi
tersebut. Jika tidak ada keharusan pemberian gift maka berlaku kaidah li
al-wasaili hukmu al-maqashiid (penggunaan media, bergantung pada tujuan). Jika
tujuannya baik, maka baik. Jika tujuannya jelek, maka jelek pula hasilnya.
Wallahu a’lam bish shawab.
Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang
Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur
Sumber: HukumSaling Memberi Gift pada Aplikasi TikTok dan Snack Video