Tasawuf dan Syariat sebagai Kesatuan: Telaah Pemikiran Kiai Ahmad Rifa’i Kalisalak
Rabu, 2 Oktober 2024 | 08:00 WIB
Avika Afdiana Khumaedi
Kolomnis
Kiai Rifa’i Kalisalak atau lebih dikenal sebagai Kiai Ahmad Rifa'i, adalah seorang ulama dan tokoh pergerakan Islam di Indonesia pada abad ke-19, khususnya di Jawa Tengah. Ia lahir pada tahun 1786 di desa Kalisalak, Batang, Jawa Tengah, dan dikenal sebagai tokoh yang gigih dalam menyebarkan ajaran Islam melalui dakwah dan pendidikan, sekaligus kritis terhadap pemerintah kolonial Belanda. Kolonialisme Belanda berusaha untuk mengontrol dan membatasi perkembangan Islam, termasuk tasawuf.
Namun, penjajahan ini justru memicu semangat perlawanan dan memperkuat identitas keislaman di tengah masyarakat. Pada masa tersebut, sejumlah tokoh pembaharu berupaya menyesuaikan ajaran tasawuf dengan tuntutan zaman. Tarekat yang berkembang di Jawa Tengah pada abad ke-19, seperti Qadiriyah, Naqsyabandiyah, dan Syattariyah, memiliki ciri khas dan pengaruh yang beragam terhadap masyarakat.
Dari sinilah ulama dan kiai memainkan peran yang sangat penting dalam menyebarkan dan mengembangkan ajaran tasawuf karena mereka berfungsi sebagai panutan dan rujukan bagi masyarakat. Prof. Abdul Djamil didalam bukunya (Perlawanan kiai desa: pemikiran dan gerakan islam KH Ahmad Rifa'i Kalisalak) menyebutkan bahwa: “Kiai Rifa'i (yang kemudian dikenal sebagai Tarajumah) menulis 69 kitab. Kitab-kitab ini ditulis baik sebelum pembangunan kota Ambon maupun selama pembangunannya. Dalam kebanyakan kasus, kitab-kitab ini membahas tiga bidang keislaman: ushul, fiqih, dan ushuludin. Salah satu kitabnya yaitu Nadzom Muhibbatullah, dan Ri’ayatul yang membahas tentang Tasawuf dan akhlak moral umat.
Pengikut sekte Rifa'iyyah sering disebut sebagai santri Tarajumah karena mereka mempelajari kitab Tarajumah yang ditulis oleh Kiai Ahmad Rifai, pendiri mazhab tersebut. Kiai Ahmad Rifai dikenal sebagai ulama yang menentang pemerintahan. Beliau merupakan cucu dari seorang penghulu. Pada masa Mataram Islam, ulama terbagi menjadi tiga kelompok: ulama dari kalangan bangsawan, ulama yang berperan sebagai bagian dari birokrasi (abdi ndalem), dan ulama pedesaan yang tidak terlibat dalam sistem birokrasi. Kiai Kajoran, atau Panembahan Rama, adalah putra Raden Ing Kajoran dari istri Raden Ayu Wangsa Cipta, yang merupakan cucu dari Panembahan Senopati. Beliau adalah contoh ulama yang berasal dari kalangan bangsawan. Penghulu mewakili tipe ulama kedua. Sementara itu, ulama tipe ketiga yang beraktivitas di pedesaan umumnya bersifat lebih mandiri dalam menjalankan peran sosialnya.
Kiai Rifai termasuk dalam kategori ulama ketiga. Ia berani melontarkan kritik tajam karena tidak memiliki ketergantungan pada pemerintah. Dalam catatan Biro A pada 19 Mei 1859, Kiai Rifai digambarkan sebagai sosok yang dapat mengganggu ketenangan dan ketertiban (rust en orde). Ia diusir dari wilayah Kendal karena dianggap terlibat dalam pemberontakan di Semarang. Selain itu, Kiai Rifai juga merupakan tokoh yang kompleks dan memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan Islam di Indonesia.
Pandangannya terhadap tasawuf yang bersifat integratif, yaitu menggabungkan ajaran-ajaran Islam dengan kondisi sosial masyarakat, menjadikan beliau salah satu ulama yang paling berpengaruh pada masanya.
Dimensi Tasawuf dan Syari’at menurut Kiai Rifai
Dalam catatan sejarah, praktik ilmu tasawuf kadang dijalankan secara eksklusif dengan cara menyendiri dan menjauh dari kehidupan sosial. Pola seperti ini tentu tidak sesuai dengan nilai-nilai moderasi yang menekankan keseimbangan antara spiritualitas individu dan peran sosial yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Sebaliknya, ajaran tasawuf dalam paham Ahlussunnah wal Jama’ah justru menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kemaslahatan pribadi dan manfaat bersama bagi orang banyak.
Menurut Kiai Rifa'i, ajaran tasawuf harus sepenuhnya selaras dengan syariat, dan keduanya tidak bisa dipisahkan. Praktik tasawuf seharusnya diterapkan bersamaan dengan pelaksanaan syariat. Pengamalan tasawuf dan syariat ini diterapkan baik dalam kehidupan sosial maupun ibadah sehari-hari. Oleh karena itu, praktik tasawuf tanpa mengikuti tarekat dan hakikat syariat dianggap tidak sah. Begitu pula, menjalankan syariat tanpa memperhatikan tarekat dan hakikatnya tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan.
Beliau mengibaratkan hubungan antara tasawuf dan syariat seperti halnya kelapa: syariat diumpamakan sebagai sabut, tarekat sebagai daging buahnya, dan hakikat sebagai minyaknya. Menurut ajarannya, tarekat yang sah adalah tindakan positif yang dilakukan oleh seorang Muslim untuk mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw dengan tujuan memperoleh rahmat Allah. Oleh karena itu, pengamalan syariat bukan bertujuan untuk bertemu langsung dengan Allah, melainkan untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada-Nya. (Ahmad Rifa`i, Ri`ayatul, juz II hlm. 196 dan 469.)
Dalam kitab Nadzom Muhibbatullah (halaman 32) dijelaskan mengenai pembinaan moral yang diajarkan oleh Kiai Rifa'i, yaitu delapan sifat terpuji dan delapan sifat tercela. Salah satu sifat terpuji adalah zuhud, yang bermakna kesediaan hati untuk beribadah tanpa harus meninggalkan urusan duniawi. Sifat terpuji lainnya adalah qanaah, yakni keyakinan yang teguh dalam mencari ridha Allah sambil tetap berusaha memperoleh rezeki untuk menopang kehidupan dan ibadah kepada-Nya.
Memiliki keteguhan batin dalam menghadapi berbagai cobaan hidup disebut sebagai sifat sabar. Tawakal berarti berserah diri kepada Allah dengan kesiapan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Mujahadah mencerminkan tekad yang kuat untuk menunaikan kewajiban agama serta menjauhkan diri dari perbuatan buruk. Ridha adalah sikap menerima dengan lapang dada segala ketentuan yang diberikan oleh Allah. Syukur mencakup kemampuan untuk menghargai dan berterima kasih atas nikmat yang Allah berikan. Selain itu, ikhlas mengandung makna ketulusan hati dalam beribadah semata-mata karena Allah.
Kiai Rifa’i mengajarkan jama’ahnya delapan sifat terpuji dan delapan sifat tercela. Di antara kedelapan sifat tercela itu adalah: hubbud dunya, yang berarti cinta duniawi dan lupa tentang kehidupan akhirat, tamak dan rakus terhadap hal-hal yang tidak tahu batas halal dan haram, itba'ul hawa, sifat menuruti nafsu untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah, seperti ujub, sifat mengembangkan kebanggaan diri yang berlebihan, riya, sifat yang menunjukkan kebaikan pada orang lain lain untuk dipuji; takabbur, yang berarti menilai diri sendiri lebih tinggi daripada orang lain dan kepandaianya; hasad, dengki, dan iri hati atas kenikmatan yang diberikan oleh Allah yang berbagi dengan orang lain, sum'ah, beribadah kepada Allah dengan menghormati orang lain dengan menunjukkannya.
Di sisi lain, ajaran tasawuf Kiai Rifa'i juga berfungsi sebagai bentuk perlawanan terhadap ulama su’, pemerintah kolonial Belanda, serta birokrat konvensional. Doktrin perlawanan ini termuat dalam kitab Tarikh dan Nazam Wikayah, di mana Kiai Rifa'i menekankan bahwa protes tersebut didasarkan pada keyakinannya bahwa pemerintah kolonial Belanda merupakan kekuasaan yang kafir.
Kiai Rifa’i juga memandang bahwa tasawuf yang benar akan melahirkan kesadaran sosial dan politik. Ia aktif mengkritik penjajahan dan mengajak umat Islam untuk melawan ketidakadilan. Bagi Kiai Rifa’i, tasawuf bukan hanya soal ibadah pribadi, tetapi juga perjuangan untuk keadilan dan kesejahteraan umat.
Berkenaan dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang menyatukan ilmu syariat dan tasawuf, Allah SWT berfirman:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Artinya, "Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan" (QS Al-Fatihah: 5)
Menurut Syekh Zainuddin, memiliki dua makna dalam ayat tersebut, satu untuk syariat dan yang lain untuk tasawuf. Ini menunjukkan bahwa seorang hamba menyembah kepada Allah melalui tindakan, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan meninggalkan dosa. Adanya syariat itu sendiri, sebagai bidang ilmu yang secara lahiriah mengatur cara hidup beragama.
Yang kedua adalah makna ayat yang berkaitan dengan tasawuf, yaitu "hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan." Menurut Al-Malibari, ayat ini merupakan inti dari ilmu tasawuf. Ayat tersebut juga mengajarkan bahwa seorang hamba harus menyandarkan segala kekuatan dan usahanya kepada Allah dalam beribadah. (al-Malibari, Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiya, [Beirut, Darul Fikr: 2001], halaman 9).
Maka jelaslah menggabungkan fikih dan tasawuf, atau hukum dan moralitas, dalam kehidupan akan menghasilkan individu yang dapat mengimbangi kebutuhan material dan spiritual, kehidupan pribadi dan kehidupan sosial, dan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. Orang yang memadukan pengamalan syariah dengan tasawuf secara baik dan benar akan menghindari paham spiritualisme yang tercermin dalam gaya hidup berikut:
Pertama, mengutamakan dimensi batin daripada dimensi lahir.
Kedua, memilih gaya hidup asketis (zuhd) bersama dengan khalwah, "uzlah," dan tirakatan seperti yang terlihat dalam gaya hidup para pertapa.
Ketiga, memprioritaskan kepuasan spiritual individu dibandingkan dengan tanggung jawab sosial universal.
Keempat, mengutamakan kepuasan spiritual individu dibandingkan dengan tanggung jawab sosial.
Menurut Kiai Rifa’i, dimensi tasawuf dan syariat memiliki hubungan yang erat. Tasawuf merupakan aspek penghayatan batiniah dari syariat, sedangkan syariat adalah panduan lahiriah bagi tasawuf. Beliau menegaskan bahwa tasawuf harus dijalankan sesuai dengan pengamalan syariat, bukan menyimpang darinya. Pandangan ini memiliki dampak besar terhadap perkembangan Islam di Nusantara, terutama dalam menjaga kemurnian ajaran Islam dari praktik-praktik tasawuf yang menyimpang dan tidak sejalan dengan syariat.
Terpopuler
1
Amalan yang Dilakukan pada Malam Nisfu Sya’ban
2
Doa Mustajab di Malam Nisfu Sya’ban yang Dibaca Syekh Abdul Qadir Al-Jilani
3
Muslimat NU Rayakan Nisfu Syaban di Kongres Ke-18 dengan Pemberian Ijazah Amalan
4
Kiai Aniq Muhammadun: Jangkar Fiqh NU , Sang Penjaga Tradisi
5
Rutinan Muslimat-Fatayat Padasari: Semangat Berjam’iyah Sambut Ramadhan
6
Pengukuhan Ranting Fatayat NU Juwiring Klaten, Awal Berkhidmah dan Mendakwahkan Islam Ahlusunah wal Jama’ah
Terkini
Lihat Semua