Salah seorang dari jamaah ada yang bertanya "Haruskah shalat lihurmatil wakti (shalat menghormat datangnya waktu shalat) itu harus menghadap kiblat?", jawabnya justru itu karena dia tidak memenuhi syarat sahnya shalat maka disuruh melakukan shalat lihurmatil wakti.
Shalat lihurmatil wakti itu untuk orang-orang yang tidak memenuhi syarat sahnya shalat, mulai dari badan dan pakaiannya yang najis, tidak dapat bersesuci dengan air atau dengan cara tayamum dan juga ditambah keadaannya yang harus tiduran di atas ranjang yang menghadapnya tidak musti menghadap kiblat.
Dalam hal ini dia dipersilahkan shalat lihurmatil wakti dengan kondisi badan dan pakaian seadanya (najis) dan menghadapnya pun sekenanya sesuai ranjang yang dia tempati untuk tidur, dan lebih bagus kalau bisa menghadap kiblat pada saat takbiratul ihram.
Tegasnya, shalat lihurmatil wakti adalah shalat yang di lakukan oleh seseorang sekedar penghormatan terhadap datangnya waktu shalat akibat tidak terpenuhinya syarat-syarat menjalankan shalat seperti suci dari hadats kecil atau besar, suci badan dan tempat shalatnya dari najis, dan lain-lain.
Dalam kondisi semacam ini menurut syafi’iyah shalatnya harus diulangi (diqadla) meski shalat lihurmatil wakti itu sudah menggugurkan tuntutan kewajiban shalat, dalam arti andai setelah shalat ia meninggal dunia, dirinya tidak dihukumi meninggalkan shalat dan maksiat.
Menurut Syafi'iyah :
وَإِنْ لَمْ يَجِدْ مَوْضِعًا طَاهِرًا وَلَا بِسَاطًا طَاهِرًا صَلَّى لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ
Artinya : Barangsiapa tidak mendapati tempat yang suci atau tikar yang suci maka shalatlah sekedar menghormati waktu.
KH Ahmad Niam Syukri Masruri, Ketua Lembaga Kajian Informasi dan Dakwah (Elkid), Ketua PW GP Ansor Jateng 1995, dan Sekretaris RMINU Jateng
