• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Minggu, 5 Mei 2024

Regional

Rektor UIN Walisongo Semarang Contohkan Moderasi melalui Teladan Nabi

Rektor UIN Walisongo Semarang Contohkan Moderasi melalui Teladan Nabi
Kegiatan webinar nasional yang dihelat mahasiswa KKN UIN Walisongo Semarang (Foto: NU Online Jateng/M Raif)
Kegiatan webinar nasional yang dihelat mahasiswa KKN UIN Walisongo Semarang (Foto: NU Online Jateng/M Raif)

Semarang, NU Online Jateng
Moderasi beragama merupakan suatu usaha kreatif untuk mengembangkan sikap keberagamaan di tengah problem intoleran saat ini. Komitmen utama moderasi beragama terhadap toleransi menjadikannya sebagai cara terbaik untuk menghadapi radikalisme agama yang mengancam kehidupan beragama itu sendiri.

 

"Pada gilirannya, mengimbasi kehidupan persatuan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara," tegas Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Prof KH Imam Taufiq.

 

Imam Taufiq mengatakan hal itu secara daring dalam Webinar Nasional dan Bedah Buku 'Potret Moderasi Pesantren' yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Regional Dari Rumah 77 UIN Walisongo Semarang kelompok 09,10 dan 11 bekerja sama dengan Pesantren Darul Falah Besongo Semarang, Senin (25/10).

 

Dikatakan, moderasi agama dalam konteks nasionalisme tentu tidak luput dari sebuah prestasi yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW dalam membangun dan membentuk masyarakat Islam yang kontributif.

 

“Apa yang dilakukan pertama oleh Nabi Muhammad SAW adalah menyatukan dan menyaudarakan yang sangat beragam itu menjadi satu keluarga,” jelas Imam Taufiq yang juga Pengasuh Pesantren Darul Falah (Dafa) Besongo Semarang.

 

Menurutnya, kemajemukan di Indonesia harus dianggap sebagai sebuah fitrah yang direspons dengan perspektif kemajemukan, bukan penyeragaman.

 

“Kemajemukan bangsa di Indonesia itu harus kita anggap sebagai sebuah fitrah. Sebagai sebuah kodrat kebangsaan yang harus direspons dengan perspektif kemajemukan, bukan perspektif penyeragaman, karena itu untuk menghindari arogansi,” ujarnya.

 

Ditambahkan, Piagam Madinah adalah karya luar biasa Nabi dalam membuat konsep kewarganegaraan. Di mana hal tersebut tidak ada lagi mayoritas yang menguasi minoritas dan berbuat semena-mena. 

 

“Maka, Agama Yahudi, Nasrani, Majusi dan suku-suku yang lain, merasa sisi kemanusiaannya diangkat oleh yang namanya Piagam Madinah. Nabi Muhammad SAW mengajarkan bahwa kalian semuanya adalah saudara kita,” imbuhnya.

 

Penulis buku 'Potret Moderasi Pesantren' M Badruz Zaman mengatakan, menjadi kelompok atau umat beragama yang ideal itu bisa diraih dengan memulai dari diri sendiri.

 

“Ini bisa kita lakukan mulai dari hal-hal yang sederhana, seperti menurunkan ego, berfikir secara jernih, dan tidak mudah terpengaruh,” pungkasnya.

 

Turut hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut, Ketua JAGI Pdt Aryanto Nugroho, Sekretaris Rumah Moderasi Beragama UIN Walisongo Luthfi Rahman, dan Dosen Pembimbing Lapangan Makmun Abha.

Pengirim: M Raif Al-Abrar
Editor: M Ngisom Al-Barony


Regional Terbaru