• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Senin, 6 Mei 2024

Regional

Dua Syarat Ini Harus Dipenuhi untuk Jadi Santri Sejati

Dua Syarat Ini Harus Dipenuhi untuk Jadi Santri Sejati
Lora ismael Kholilie (kiri) saat pengajian di Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan (Foto: NU Online Jateng/Ulin Nuha)
Lora ismael Kholilie (kiri) saat pengajian di Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan (Foto: NU Online Jateng/Ulin Nuha)

Grobogan, NU Online Jateng
Ulama muda cicit dari Syaikhona Kholil Bangkalan Madura Lora Ismael Kholilie mengatakan, ada dua syarat utama yang harus dipenuhi bagi seseorang yang ingin menjadi santri sejati, yang pertama adalah totalitas.

 
“Yang dimaksud totalitas di sini adalah bagaimana kita mengerahkan semua yang kita bisa, semua yang kita mampu, untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya,” ujarnya.


Hal itu disampaikan Lora ismael saat mengisi pengajian di Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan pada Jumat (15/12/2023) usai shalat Subuh berjamaah dan pembacaan Syair Maulid Burdah.  


Dalam pengajiannya Ia menyitir sebuah kalam yang sering diutarakan oleh ulama terdahulu, 'Ilmu tidak akan memberikan separuhnya saja untukmu, sampai kamu memberikan semua yang kamu punya, semua yang kamu mampu untuk mencari ilmu.'


"Totalitas dapat diraih dengan cara menggunakan waktu sebaik-baiknya. Seorang santri sejati tidak akan rela waktunya terbuang sia-sia tanpa adanya hal yang berguna," terangnya.


Dalam usaha memanajemen waktu lanjutnya, dirinya menyarankan untuk membaca salah satu kitab berjudul Qimatuz Zaman ‘Indal Ulama’ karya Syaikh Abdul Fattah. “Di situ dijelaskan bagaimana ulama dulu itu sangat ngeman-ngeman, sangat sayang kepada waktu,” ucapnya. 


Dijelaskan, dalam kitab itu terdapat satu kisah yang membuat ia terkesan, yakni kisah Imam Ibnu Aqil pengarang kitab Syarah Nadham Alfiyah Ibnu Malik yang semasa hidupnya tidak pernah mau makan makanan yang mengharuskan dikunyah. Ibnu Aqil lebih memilih memakan sesuatu yang mudah untuk ditelan, praktis, tanpa harus dikunyah terlebih dahulu. 


“Itu mengapa dilakukan? Karena Ibnu Aqil dan juga banyak ulama-ulama lain itu berprinsip bahwa mengunyah-ngunyah makanan itu sama dengan buang-buang waktu,” jelasnya. 


Yang kedua, santri itu nggak cukup banyak ilmu (saja). Tapi banyaknya ilmu yang ia dapatkan dengan totalitas itu dapat menjadi berkah ketika memiliki syarat yang nomor dua, yaitu loyalitas.


"Loyalitas dalam penjelasannya dapat dimaknai dengan sifat kesetiaan dan atau kepatuhan santri terhadap ilmu dan guru-gurunya. Tapi yang saya maksud di sini adalah bagaimana ta’dzimnya  kita kepada ilmu dan kepada pemilik ilmu (guru) tersebut,” tegasnya.

 
Dikatakan, dua sifat utama yang harus dimiliki untuk menjadi santri ialah totalitas dan loyalitas. Disampaikan bahwa untuk mendapatkan ilmu diperlukan usaha sekuat tenaga. Dan kesuksesan seorang santri tidak hanya dengan banyaknya ilmu. 


"Melainkan juga dengan mendapat keberkahan dari guru yang dapat diraih dengan sikap ta’dhim atau loyalitas santri terhadap kiai,"pungkasnya. 


Pengirim: Ulin Nuha Karim


Regional Terbaru