• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Senin, 29 April 2024

Opini

NDP PMII Manifestasi Martabat tujuh

NDP PMII Manifestasi Martabat tujuh
foto ilustrasi
foto ilustrasi

Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi terbesar dengan badan otonom yang cukup komplit, salah satunya yaitu Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang bergerak di lingkungan kampus. Seperti banom yang lain, PMII berasaskan Pancasila sedangkan secara ideologi PMII memegang teguh ajaran Ahlussunnah Waljamaah An-Nahdliyah (Aswaja NU). Aswaja secara teologis berkiblat kepada Abu Hasan Al Asy’ari dan Imam Maturidi, dalam berfiqih menggunakan empat madzhab yaitu Abu hanifah, Imam Syafii, Imam Hambali, Imam Maliki sedangkan dalam bertasawuf menggunakan Imam Junaid Al-baghdadi dan Imam Ghozali.

 

Dalam menjalankan organisasinya, PMII merumuskan sebuah Nilai Dasar Pergerakan (NDP) yang kemudian digunakan sebagai kerangka refleksi, kerangka aksi dan kerangka ideologis. Selain itu, PMII juga memiliki paradigma yang digunakan sebagai cara pandang untuk melihat realitas sosial yang setiap zaman berubah karena kondisi sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan. Aswaja digunakan sebagai pendekatan berfikir (manhajul fikr)  untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam.
 

 

NDP sendiri adalah produk asli PMII, sehingga ajaran ini tidak ditemukan di banom NU yang lain. Dimulai pada tahun 1973, kongres PMII di Bogor memutuskan bahwa NDP dinilai penting sehingga kongres VIII di Bandung (tahun 1985) memutuskan membuat kerangka dasar Nilai Dasar Perjuangan yang kelak menjadi NDP. Melalui SK No. 019/PB-IX/IV/1986, diberikanlah mandat kepada cabang-cabang yang ditunjuk untuk merumuskan NDP secara utuh. Sehingga, pada kongres di Surabaya pada tahun 1988 disahkan menjadi Nilai Dasar Pergerakan (NDP PMII). 

 

Para narasumber NDP yaitu kiyai dan ulama NU dari Surakarta pada masa itu yakni : KH Abdurrochim (Rais Syuriah PCNU Solo), KH Yasin (kiai sepuh, tokoh NU Surakarta, menantu KH Manshur Popongan), KH Baidlowi Syamsuri LC (Pengajar di Pesantren Al-Muayyad Solo, kelak menjadi pengasuh Pesantren Sirojuth Tholibin Barbo), KH Drs Luqman Suryani (PCNU Surakarta, Pengasuh Pesantren Suryani, Dosen UNU Surakarta), KH Selamet Iskandar (PCNU Surakarta Guru di MA Al Muayyad, Dosen UNU Surakarta), KH Sholeh Mahfud, dan Nurtontowi, BA.


NDP secara ajaran bersumber dari kitab-kitab kuning dan pemikiran para ulama NU yang belum tertuang dalam tulisan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh orang-orang awam. 

 

Inti Ajaran NDP PMII

NDP PMII memiliki makna bahwa setiap kader harus berislam secara kaffah yaitu dengan mengamalkan Iman (aspek aqidah), Islam (aspek syariah), dan Ihsan (aspek etika, akhlak dan tasawuf). NDP juga berfungsi sebagai kerangka refleksi, kerangka aksi, kerangka ideologis, di mana setiap kader dalam melakukan gerakan ataupun kegiatan harus dalam kerangka NDP.  

 

Dalam BAB II NDP Pertama mengajarkan tentang Tauhid dimana penegasan bahwa Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat, dan perbuatan-Nya (af’al). Allah adalah dzat yang fungsional, menciptakan, memberi petunjuk, memerintah, dan memelihara alam semesta. Tauhid bagi PMII merupakan titik puncak, melandasi, memandu, dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan dan perwujudan lewat perbuatan. Maka, selain Allah sebagai Dzat Yang Maha Kuasa, boleh dilakukan dikonstruksi dan desakralisasi atas segala hal. Sehingga penolakan penghambaan pada hal-hal yang bersifat profan, seperti jabatan, institusi, teks, orang, dan seterusnya.

 

Kedua, NDP mengajarkan tentang Hubungan Manusia Dengan Allah (Hablun minallah), dimana disini dibedah tugas fungsi kita sebagai manusia yang dikatakan bahwa kita sebagai hamba harus menjalankan pengabdian kepada Allah berupa menjalankan Ibadah sebagai bentuk penghambaan kepada-Nya. Akan tetapi, manusia juga memerankan fungsi Khalifah yang bermakna bahwa manusia perlu dilengkapi kesadaran moral yang harus selalu dirawat jika manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah. Maka dari itu, manusia yang sempurna (insan kamil) adalah yang menjalankan dua hal tersebut secara bersamaan, artinya pola itu dijalani hanya untuk mengharapkan ridho dari Allah sehingga pusat perhatian dengan menjalani dua pola ini adalah ikhtiar yang sungguh-sungguh sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah. 

 

Ketiga, Hubungan Manusia dengan Manusia (Hablun minannas). Manusia diciptakan dari tanah dan air kemudian ditiupkan ruh kepada jasadnya. Sehingga manusia memiliki kedudukan mulia karena didalamnya ada ruh Allah atau dalam kata lain bentuk Wujudiyah Allah adalah kita sebagai manusia. Sehingga manusia satu dengan yang lain memiliki kedudukan yang sama sebagai manusia, tidak ada yang lebih tinggi antara yang satu dengan yang lainnya, kecuali ketaqwaannya.

 

Manusia memiliki potensi yang berbeda-beda dalam artian ada yang memiliki potensi lemah dan ada pula yang memiliki potensi kuat, sehingga dengan kesadaran ini manusia harus saling menolong, menghormati, bekerjasama, menasehati dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama. Manusia harus mengembangkan kehidupan berupa hasil cipta, rasa dan karsa. Dengan begitu manusia akan menciptakan peradaban, kebudayaan, dan sosial masyarakat yang lebih luas.  

 

Keempat, Hubungan Manusia dengan Alam (Hablun minal Alam). Alam diciptakan Allah untuk menunjukan tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan-Nya. Alam adalah bagian dari Makhluk Allah dan sudah seharusnya manusia menjadikan bumi maupun alam sebagai wahana dalam bertauhid dan menegaskan keberadaan dirinya, bukan kemudian menjadikannya sebagai obyek eksploitasi. Alam dijadikan ruang eksplorasi agar kehidupan manusia dan alam semesta tetap berkembang dan hidup dalam kedamaian.

 

Maka NDP ini sebagai landasan teologis, normatif dan etis dalam pola pikir dan perilaku organisasi dan kader. Setiap ajaran yang tertuang dalam NDP adalah penafsiran dan tadabur dari firman-firman Allah karena referensi di dalam NDP merujuk kepada ayat-ayat Al-Quran. Namun ada satu kesamaan berfikir, referensi rujukan, serta pola yang dituangkan dalam NDP dengan Martabat Tujuh yang dikenalkan oleh Imam Junaid Al-Baghdadi dan kemudian disempurnakan oleh Imam Ghozali serta dipurnakan oleh Ibnu Arabi.

 

NDP PMII Manifestasi Martabat Tujuh

Di ajaran NDP menegaskan bahwa Tauhid adalah sesuatu yang harus tertanam didalam sanubari setiap kader PMII. Sehingga mengenal dan memahami eksistensi Allah itu sangat penting. Di dalam ajaran Martabat Tujuh hal serupa dikenal dengan wahdatul wujud yaitu memahami posisi Allah manusia dan alam semesta.

 

Pertama, Martabat Ahadiyah yaitu tingkatan Ghaibiyah Mutlaq dimana Dia masih berada dalam keghaiban total (kanzan makhfiyyan) dan belum bermanifestasi di alam wujud. Menurut Fahdlullah, Dzat itu mutlak, tidak bernama, tidak bersifat dan tidak mempunyai hubungan dengan apapun sehingga orang tidak dapat mengetahuinya. Satu-satunya nama yang diberikan kepada Dzat yang mutlak itu adalah Huwa, oleh karena itu Tuhan ditempatkan pada tempat yang tidak nyata sehingga disebut dengan istilah la ta’ayun (kenyataan yang tidak nyata). Tuhan itu Azali (tidak berawal) dan abadi (tidak berakhir). Dengan sederhana bahwa Allah pada martabat Ahadiyah ini masih sendiri dan belum bereksistensi. 

 

Kedua, Martabat Wahdah (keadaan sifat yang memiliki keesaan). Pada martabat ini Dzat tersebut dinamakan Allah dan bertajalli dalam sifat-sifat yang disebut a’ayan tsabitah (kenyataan yang terpendam, kenyataan yang tetap) bisa disebut juga dengan ta’ayyun awal (manifestasi awal), berupa pancaran ilahi yang sangat terang (faidul Aqdas) yang penuh rahmat dan welas asih. Di mana di dalamnya terkandung asma dan sifat Tuhan. Cahaya ilahi yang penuh rahmat ini dikenal dengan cahaya yang terpuji (Nur Muhammad) atau Syajaratul Kaun (pohon kejadian) yang darinya terwujud para malaikat dan ruh-ruh suci para nabi dan para dewa dan seluruh kehidupan alam semesta.

 

Maka dari itu di PMII diajarkan untuk berhubungan dengan alam (Hablun minal alam) yang mana merupakan manifestasi dari ajaran martabat wahdah, karena alam semesta adalah Tajalli dari sumber yang satu yaitu Allah, Alam adalah perwujudan dari Allah SWT sehingga menjaga alam merupakan bentuk cinta kita kepada Allah, sehingga di PMII tugas sebagai Insan Kamil adalah menjadi Khalifah yang dimana tugasnya adalah mengeksplorasi Alam agar kita masih bisa hidup dan membentuk peradaban.

 

Ketiga, Martabat Wahidiyah yaitu ta’ayun tsani (manifestasi kedua) berupa  pancaran rahmat dari Nurullah (faidul maqoddas) yang menyebarkan cahaya asma-sifatnya secara terperinci di Lauhul Mahfudz. Cahaya yang telah terperinci membentuk entitas dasara atau cikal bakal benih (a’ayan tsabith) yang menyimpan program Ilahi di alam wujud dan menunggu perintah kun untuk mengaktual di alam wujud.

 

Keempat, Alam Ruh (Arwah): yaitu cahaya-cahaya yang terpancar dari Cahaya Ilahi (Nur Muhammad) membentuk badan cahaya yang disebut Ruh. Ruh-ruh individu yang bersifat anonim ini beterbangan dalam lautan cahaya ilahi.

 

Kelima, Alam Mitsal: yaitu alam jiwa yang merupakan barzakh antara alam ruh dan alam jasad. Alam Mitsal dalam wujud badan halus manusia yang merupakan perpaduan dari unsur ketaatan malaikat dan unsur kedurhakaan iblis membentuk satu jiwa yang dinamis dan reseptif terhadap semua perbuatan yang tersimpan dalam lembaga jiwa di Alam Mitsal. 

 

Keenam, Alam Jasad (Ajsam), yaitu terbentuknya badan manusia secara dhahir dari unsur tanah dan air yang ditiupkan kepadanya ruh kehidupan dan jiwa insani yang siap untuk menjalani kehidupan duniawi. Ketujuh, Alam Insan Kamil yaitu alam insani dimana seseorang yang telah mengetahui tujuan penciptaannya di alam wujud dengan mengaktualisasikan sifat-sifat ilahi yang telah ada secara laten dalam dirinya dan menjaga diri dari munculnya sifat-sifat hewani dalam dirinya sehingga benar-benar menjadi makhluk ahsani taqwim yang menjadi cermin ilahi dengan bersatunya mikrokosmos dan makrokosmos, Wahdatul Wujud (Manunggaling Kawula-Gusti).  

 

Dalam hal tersebut kita tahu bahwa kita lahir dari Manifestasi Cahaya Ilahiah (Nurullah) yang dijadikan Nur Muhammad dan kemudian darinya menjadi alam semesta, Ruh serta Jiwa. Setelah itu alam jasad dimana kita diciptakan kemudian ditiupkan “Ruh-Ku” kepada jasad kita. Setelah itu kita menjadi Insan kamil yang memiliki kesadaran bahwa kita adalah Abdullah Hamba Allah dan Khalifatullah Wakil Allah yang bertugas di bumi.

 

Maka kewajiban Abdullah adalah bersujud dan menyembah kepadaNya yang meniupkan Ruhnya kepada kita dan yang menciptakan kita. Akan tetapi kita juga Khalifatullah yang diberi tugas untuk saling menjaga satu sama lain, termasuk menjaga Alam semesta sebagai bentuk manifestasi-Nya. Maka inti Ajaran NDP adalah dimana kita mengenali asal kita dari mana sehingga kita menjalankan tugas sebagai manusia bisa kaffah.

 

Maka ketika ada orang yang menyakiti manusia yang lain, yang menindas manusia yang lain, maka sama saja dia menghina dan menindas Allah SWT karena di dalam manusia ada Allah, dan jasad kita yang diciptakan oleh-Nya. Maka mencintai sesama manusia adalah sama saja mencintai Allah SWT. Dalam konteks bernegara kader PMII menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan karena salah satu ajaran NDP PMII ini bahwa menjaga manusia dalam sekala besar (negara) adalah bentuk kewajiban sebagai khalifatullah.

 

Menurut saya bahwa NDP PMII memang lahir dari pemahaman Martabat Tujuh yang diformulasikan dengan konteks lebih kecil di PMII. Semoga tulisan ini menjadi pemantik untuk kajian lebih dalam lagi di PMII. 
 

Thoha UA, Biro Kaderisasi PKC PMII Jateng

 

Referensi:

Sejarah Awal Perumusan NDP PMII (1)

Sejarah Awal Perumusan NDP PMII (2)

Sejarah Awal Perumusan NDP PMII (3)


Opini Terbaru