• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Minggu, 12 Mei 2024

Opini

Miniatur NKRI dalam Bingkai Pesantren

Miniatur NKRI dalam Bingkai Pesantren
Kiprah lulusan pesantren yang sangat ditunggu masyarakat (Foto: Ilustrasi)
Kiprah lulusan pesantren yang sangat ditunggu masyarakat (Foto: Ilustrasi)

Manusia adalah makhluk berikhtiar yang dianugerahi kemerdekaan. Baik dari bencana, konflik sosial, ekonomi, maupun politik. Jika kita telusuri lebih lanjut hal-hal yang terjadi tersebut tentunya menjadi sebuah gambaran kerusakan suatu negara. 

 

Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau serta jutaan penduduk menjadi sebuah simbol berbagai keberagaman sebagaimana wujud adanya Allah SWT sebagai pencipta alam semesta beserta isinya. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Hujurat ayat 13.

 

Pada hakikatnya manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT, namun tidak sedikit manusia yang ingkar kepadanya serta menyekutukanya. Dari hal tersebut dalam pengaplikasianya tidak terlepas dengan syariat yang harus dijalankan tentunya dalam meneguhkan serta memperkuat akidah dan syariatnya perlu dilakukan proses belajar khususnya ilmu agama. Di mana pesantrenlah tempat yang sesuai karena menerapkan aktivitas learning by doing yaitu belajar sambil melakukan. Hal ini menjadi cerminan dalam mengaplikasikan teori pembelajaran dari ilmu yang telah didapat kemudian diterapkan langsung dalam miniatur negara yang berlatar belakang pesantren.

 

Kehadiran pesantren sangat diperlukan seiring dengan kemudahan-kemudahan yang sebagian besar telah menimbulkan akses ketergantungan dan kedaulatan masyarkat lokal akan nilai-nilai pergerakan, komunitas, dan sumber daya mereka. Keterserabutan tersebut telah menjadi faktor utama yang akan menimbulkan kegoyahan di masyarakat, puncaknya adalah konflik kekerasan yang terjadi di berbagai daerah di tanah air dengan luka yang sangat mendalam. 

 

Lulusan pesantren sangat ditunggu agar dapat berperan nyata di dalamnya. Karena dalam kurikulumnya pesantren memberikan pendidikan sosial, ekonomi, dan politik yang mampu membaur dalam kehidupan bermasyarakat.

 

Seperti halnya kajian tentang ash-shulhu (perdamaian) dalam referensi ilmu fiqih yang perlu diterapkan dan dikembangkan santri yang berasal dari berbagai keberagaman daerah dengan latar belakang adanya jejak-jejak konflik kekerasan. Nah, adanya kajian tersebut bertujuan untuk memperkuat rasa ukhuwah islamiyah, menghindari bentuk kekerasan komunitas, menciptakan hubungan yang dinamis, kondusif, dan mendorong relasi sosial yang harmonis.

 

Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan islam telah membuktikan keberadaanya dan keberlangsungan dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Dalam perkembangan terakhir ini telah terbukti bahwa pesantren telah melahirkan banyak pemimpin bangsa dan pemimpin masyarakat. Pesantren juga telah memberikan dan corak serta pola kehidupan masyarakat di sekitarnya. Dengan kata lain pesantren sebagai benteng pertahanan Negara Kesatuaan Republik Indonesia (NKRI) dalam menghadapi dahsyatnya gelombang kebudayaan dan peradaban globalisasi di era revolusi industri 4.0 di mana nilai-nilai yang berkembang tersebut tidak sesuai dengan nilai ilahiyah.

 

Beberapa hal perlu dipahami bahwa ajaran agama ada yang masih bersifat masif dan normasif, maka perlu diupayakan adanya penciptaan iklim yang kondusif terhadap aktualisaasi sistem nilai religius sebagai alat perubahan dan transformasi sosial, serta perlu diarahkan dalam pengakomodasian budaya lokal yang berorientasi ke depan untuk Indonesia yang lebih religius dan moderen. 

 

Saat ini perjalanan bangsa Indonesia telah dihadapkan adanya problematika dilematis karena modernitas terus menggunakan inovasi politik dasar negara Indonesia berupa Pancasila umpamanya menjadi salah satu objek sasaran yang kerap dibenturkan dengan ideologi lain.

 

Dalam konteks ini, pada dasarnya pendidikan pesantren menerapkan konsep kurikulum yang khas dan unik di mana terjadi proses pembelajaran kontinyu dan berkala yang mampu menciptakan karakter santri yang memiliki suatu kultur budaya yang kuat dan luhur dalam menghadapi perkembangan zaman. 

 

Akar kebudayaan pondok pesantren di Indonesia bisa kita tengok lewat buku garapan Aguk Irawan MN 'Akar sejarah Etika Pesantren Nusantara: dari era Sriwijaya sampai pesantren Tebuireng dan Ploso' (Pustaka 11 Maret, 2010). Dalam buku tersebut Aguk menjawab akan sejarah etika yang ada di pesantren tradisional nusantara mulai dari mencium tangan kiai, menata sandal guru, hingga tradisi tirakat, ngrowot, ndawut, dan mutih dalam rangka meningkatkan kualitas spiritual. Menurut Aguk, konsep tersebut memegang teguh perihal adanya berkah dan barakah.

 

Problem zaman yang terus bergerak pada ranah intelektualitas ideologi santri harus menjadi jawaban atas sengkarutnya permasaahan yang dihadapi bangsa Indonesia. Tuntunan melek literasi dan paradigma berfikir terus digenjot dalam ranah pendidikan pesantren karena hal tersebut akan membekali santri dikemudian hari. 

 

Sengkarut iklim demokrasi di bumi pertiwi ini menjadi permasalahan yang menjurus dalam perpecahan dan menjadi cambuk dalam menghadapi berbagai konflik yang berasal dari daerah dengan latar suku, agama, ras, budaya, dan adat istiadat yang berbeda. Sehingga tetap mampu menjaga persatuan dan kesatuan terutama dalam menjunjung nilai-nilai keberagaman (toleransi) yang seakan terkikis oleh polemik demokrasi politik maka harus segera diatasi.

 

Santri harus mengambil peran yang kongkrit (nyata) untuk menjadikan kestabilan kehidupan beragama, bernegara, maupun sosial masyarakat. Sebagaimana proses pengajaran yang telah diterapkan di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an (PPTQ) Al-Munawwar, Mardisari, Kertosari, Temanggung yang diasuh oleh Kiai Solachudin dan Nyai Khotimah Al-Hafidzah. Dalam menciptakan santri yang berakhlakul karimah berwawasan intelektual agama dan umum maka santri harus dibekali dengan ilmu agama yang dikombinasikan dengan sains dan teknologi.

 

Maka, dalam mewujudkan visi dan misinya pesantren ini memberikan pengajaran program hafalan Al-Qur'an 30 juz, kajian kitab kuning ulama terdahulu dengan metode klasik, serta penguatan karakter building dan fisik melalui kegiatan pencak silat di bawah naungan Lembaga Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa yang diikuti oleh santri dalam pertemuan 1 kali selama seminggu. 

 

Selain, itu para santri juga dibekali skil dalam berwirausaha dengan menyediakan toko barakah berbasis manajeman mikro di sekitar lingkungan pesantren. Atas program-program tersebut, maka santri diharapkan mampu bersaing secara global dan mampu menghadapi hiruk pikuk permasalahan ketika terjun langsung dalam kehidupan bermasyarakat.


 

Iis Narahmalia, mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Temanggung


Opini Terbaru