• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Minggu, 5 Mei 2024

Opini

Menanti Peran Kiai Bangkitkan Pengobatan Islami di Masa Pandemi

Menanti Peran Kiai Bangkitkan Pengobatan Islami di Masa Pandemi
Foto: Ilustrasi
Foto: Ilustrasi

Pandemi Covid-19 telah menerpa Indonesia lebih dari satu tahun dan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang kompleks. Pasien yang memenuhi rumah sakit di berbagai daerah di tahun kedua pandemi menjadi bukti massifnya wabah ini dalam menimbulkan gangguan fisik. Kecemasan yang merajalela selama pandemi juga menimbulkan beban berat bagi masyarakat di Indonesia untuk bisa bangkit memperbaiki kondisi ini.

 

Sebagai mayoritas, umat Islam merupakan kelompok masyarakat yang paling besar terdampak oleh pandemi. Sudah banyak ulama dan kiai yang mendahului umat ini menghadap ke hadirat Ilahi dan tidak sedikit yang pernah terinfeksi lalu sembuh kembali. Sudah ribuan umat Islam yang dimakamkan dengan protokol Covid-19. Bahkan berkali-kali masjid dan forum pengajian menjadi tertuduh sebagai sumber klaster penyakit ini sehingga ibadah berjamaah dibatasi.

 

Covid-19 membuat masyarakat mengalami kondisi fisik dan psikologis yang sakit. Secara fisik, banyak pasien yang mengalami berbagai gejala pada saluran pernafasan, saluran pencernaan, hingga gangguan sistem syaraf. Angka-angka yang dirilis oleh pemerintah memang menunjukkan bahwa jumlah pasien yang sembuh jauh lebih banyak daripada yang tidak sembuh. Namun, sejumlah ragam morbiditas akibat penyakit baru ini telah menjadi banyak catatan penting bagi tenaga medis. Selain gangguan fisik, masalah psikologis berupa gangguan kecemasan dan kepanikan pada pasien yang sakit maupun pada masyarakat yang tidak sakit merupakan fakta yang tidak bisa ditutupi. 

 

Penelitian terbaru menunjukkan adanya fenomena long Covid yang sedang terjadi. Pasien yang telah dinyatakan sembuh dari infeksi virus akut dapat mengalami gejala ikutan lainnya yang bersifat kronis setelah itu. Gangguan memori sampai dengan gangguan fisik yang mirip dengan gejala awal saat terinfeksi mulai banyak dilaporkan telah berkaitan dengan meningkatnya kecemasan dan emosi.

 

Di tengah situasi pandemi, adakah solusi yang bisa diterapkan oleh para kiai sebagai pemuka umat Islam? Apalagi, di masa PPKM Darurat, muncul masalah-masalah sosial keagamaan yang beraneka ragam. Masyarakat yang membutuhkan pertolongan ekonomi maupun kesehatan juga semakin meningkat. Adakah upaya pengobatan islami dengan obat, herbal maupun upaya lain yang dapat diterapkan untuk mencapai kesehatan secara mandiri dan melengkapi terapi medis?

 

Penyediaan obat-obatan untuk pasien yang menjalani isolasi mandiri masih mengalami kesenjangan. Obat bantuan dari program pemerintah tidak menjangkau semua yang memerlukannya. Banyak masyarakat yang belum mengetahui cara untuk mengatasi keluhan dan gejala ringan. Di samping terlanjur dilanda kecemasan, ketidaktahuan masyarakat muslim terhadap kebutuhan terapinya yang sebenarnya bisa diperoleh dari pengobatan islami juga menjadi masalah yang serius.

 

Kondisi ini telah direspons oleh para ulama dengan langkah nyata untuk membantu umat. Berbagai resep makanan bergizi, herbal, hingga doa-doa akhirnya keluar dari para kiai untuk membentengi masyarakat agar tetap sehat. Meskipun demikian, upaya pengobatan medis seperti obat sintetik maupun vaksinasi tetap dianjurkan sesuai dengan keperluan. Inilah yang disebut dengan pengobatan islami. Sebagai pewaris para Nabi, para ulama salaf hingga ulama khalaf ternyata memiliki kebijaksanaan ilmu pengetahuan tentang pengobatan yang unik. 

 

Baca juga:

 

 

Pengobatan islami merupakan pendekatan komprehensif untuk mencapai kesehatan individu dan masyarakat. Keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari keilmuan Islam dan penerapannya sangat dibutuhkan oleh umat, terlebih di masa pandemi. Terapi medis, ruqyah dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan dzikir dari thibbun nabawi, serta herbal lokal setempat merupakan komponen pengobatan islami.

 

Sebagai bagian dari pengobatan islami, terapi dengan bahan-bahan alami juga sangat bermanfaat. Banyak bahan-bahan alami yang terdapat di Indonesia sebenarnya sangat potensial untuk memelihara kesehatan saat pandemi meskipun tidak harus sama dengan herbal dari thibbun nabawi. 

 

Bentuk bahan tersebut bisa tunggal seperti makanan alami yang sehat, sayuran, buah, bunga, biji, rimpang (empon-empon), sampai dengan kombinasi yang siap dikonsumsi seperti jamu. Ketersediaannya sangat banyak di warung maupun dapur rumah sendiri. Namun, belum banyak masyarakat yang menganggapnya penting, apalagi yang mempraktikkannya secara mandiri dengan penuh kesadaran dan harapan untuk mencapai kesembuhan.

 

Urgensi pengobatan islami saat ini sangat jelas untuk menyehatkan fisik maupun psikis masyarakat. Ketika pengobatan medis telah diupayakan oleh para profesional kesehatan di masa pandemi, maka diperlukan dukungan kiai untuk mengoptimalkan komponen pengobatan islami lainnya. Hal ini penting agar masyarakat bisa segera mendapatkan pelayanan kesehatan melalui konsep pengobatan islami. Tidak hanya muslim, masyarakat nonmuslim juga bisa memanfaatkannya karena pengobatan islami bersifat universal.

 

Teori-teori pengobatan islami yang ada dalam kitab-kitab karya ulama terdahulu perlu ditransformasikan secara aplikatif. Selain dipelajari di pesantren, pengobatan spiritual yang berbasis pada ayat-ayat suci sudah saatnya disosialisasikan secara luas. Konsep ruqyah misalnya, sangat relevan untuk menenangkan masyarakat. Para ulama bersama santri yang memiliki keahlian ini diharapkan dapat menguatkan literasi dari ajaran pengobatan islami dan membawanya ke tengah-tengah masyarakat agar lebih tenang di masa pandemi. 

 

Upaya-upaya strategis dalam penerapan pengobatan islami di masa pandemi perlu menyertakan komponen masyarakat yang potensial. Herbalis, praktisi ruqyah yang tergabung dalam komunitas resmi maupun santri yang sudah memiliki kualifikasi di pesantren dapat dikerahkan untuk membantu dan berkolaborasi dengan para kiai dalam implementasi pengobatan islami. Bahkan tenaga medis dan profesi di bidang farmasi juga perlu diikutsertakan dalam upaya ini agar tercapai integrasi.

 

Proses edukasi kepada masyarakat dan sosialisasi terhadap kebutuhan pengobatan islami perlu dilakukan secara simultan. Oleh karena itu, sudah saatnya kiai dan santri bangkit mengembangkan pengobatan islami. Upaya kesehatan tersebut kelak akan dicatat sebagai amal saleh dan pelestarian khazanah keilmuan Islam. Hal ini penting untuk dilakukan oleh insan-insan muslim yang peduli terhadap keselamatan umat Nabi Muhammad SAW di masa pandemi. 

 

Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti di bidang farmasi, Anggota Komisi Fatwa MUI Cilacap


Opini Terbaru