Opini

Memuliakan Hari Keselamatan Umat

Rabu, 18 Agustus 2021 | 11:00 WIB

Memuliakan Hari Keselamatan Umat

Foto: Ilustrasi (nu online)

Malam ini tepatnya setelah matahari terbenam, penanggalan 1443 Hijriah memasuki tanggal 10 Muharram. Sepuluh Muharram merupakan hari keselamatan umat Islam setelah mereka berdoa dan berusaha lahir batin. Keselamatan ini tidak hadir tiba-tiba, melainkan sebuah ikhtiar dan tawakal yang sungguh-sungguh. 

 

Nabi Adam as dapat diberikan kesempatan oleh Allah Taala hidup di dunia setelah ia mohon ampun dan rahmat kepada-Nya. Nabi Nuh as dapat selamat dari banjir bukan semata-mata naik kapal yang ia buat, melainkan setelah sekian lama atau 900 tahun berdakwah.

 

Nabi Ibrahim as dapat selamat dari api setelah ia mencari hakekat Tuhan-Nya, dan menghancurkan berhala di sekitar Ka'bah. Nabi Musa as dapat selamat dari kejaran Fir'aun dengan membelah lautan setelah ia menyebarluaskan kebenaran tauhid kepada masyarakat. 

 

Nabi Yunus as dapat keluar selamat dari perut ikan raksasa, setelah ia bertasbih, bertaubat, menyesali kekeliruannya, setelah meninggalkan kaumnya. Nabi Yusuf as dapat keluar dari penjara dan menjadi raja karena kejujuran, keikhlasan, dan tanpa dendam kepada saudara-saudaranya yang telah membuangnya ke dalam sumur.

 

Nabi Isa as diangkat oleh Allah Ta'la dari huru hara yang mengancam jiwanya setelah ia taat berjuang mengajarkan kalimat tauhid. Begitu juga Nabi Muhammad SAW dapat berhasil berdakwah setelah ia berhijrah dari Mekkah ke Madinah, menyatukan masyarakat yang beragam asal usulnya menjadi peradaban yang agung dan berakhlak mulia, saling menghargai, menghormati dan tolong menolong diantara mereka.

 

Karena itu tiada keselamatan yang diraih dengan hanya berpangku tangan. Tiada karamah yang didapat kecuali atas dasar keikhlasan dan istiqamah dalam berkhidmah dan beribadah.

 

Memang benar para Nabi dan utusan-Nya tersebut dipilih dan diangkat oleh Allah Taala. Tetapi mereka berjuang lahir batin untuk menjalankan amanat risalah wahyu yang diterimanya dengan harta, jiwa dan raga. Begitu juga para Aulia dan ulama setelah tiada Nabi dan utusan-Nya, mereka melakukan mencari ilmu yang bermanfaat dengan susah payah, mengamalkannya dengan riyadhah dan mujahadah. 

 

Riyadhah merupakan latihan lahir batin mengasah hati dengan berlaku taat dan meninggalkan maksiat. Sedangkan mujahadah adalah ikhtiar sepenuh hati atau sungguh-sungguh dalam menjalankan keikhlasan dan keistiqomahan dalam beribadah. Mereka dapat mencapai derajat tinggi dalam maqamat atau kedudukan di sisi Allah Taala dan para Nabi serta utusan-Nya, karena konsistensi riyadhah dan mujahadah yang mereka lakukan sewaktu masih hidup di dunia ini. Mereka mencari ilmu, berkhidmat kepada guru-gurunya dalam keadaan suka maupun duka. 

 

Di manapun mereka berada selalu memberikan manfaat kepada masyarakat dengan ilmu dan akhlak mulia. Bahkan juga dengan harta dan jiwanya. Kebaikan yang mereka lakukan tanpa pernah mengharapkan balasan, kecuali mencari ridho Alloh Ta'ala.

 

Bagaimana dengan kita saat ini? Apa yang kita harapkan dan lakukan? Semoga 10 Muharram mengingatkan kita untuk senantiasa memuliakan dengan berbuat kebaikan, berbagi kasih sayang dengan bersedekah, menyantuni anak yatim piatu, dhuafa, fakir miskin, janda, dan lain-lain. Wallahu a'lam. Hanya kepada Allah lah kita kembali. Semoga kita mendapat hidayah, taufiq dan inayah-Nya, amin.

 

 

HM Muzamil, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah