• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 25 April 2024

Opini

Berbaik Sangka di Tengah Pandemi Covid

Berbaik Sangka di Tengah Pandemi Covid
foto: Ilustrasi (freedomsiana.id)
foto: Ilustrasi (freedomsiana.id)

Kita hidup di dunia ini, tetapi jangan sampai terikat kepada dunia. Kita perlu mengetahui bahwa dunia ini penuh dengan kesukaan yang palsu dan kita harus menjaga iman kita, agar selalu berada dalam ajaran yang sejati, bagai teratai hidup dalam lumpur tanpa noda ( Guru Ching Hai )

 

Saat ini hidup benar–benar perjuangan. Hidup bukan seperti jalan tol yang melaju tanpa hambatan tetapi hidup ini laksana jalan pegunungan yakni terkadang datar, menanjak, terjal, curam, bahkan juga landai. Kondisi ini begitu terasa tatkala pandemi melanda dunia ini. Pemerintah yang bertanggung jawab atas keselamatan jiwa rakyatnya mengumumkan PPKM Darurat Jawa -Bali. Ini merupakan putusan  yang sulit bagi pemerintah dan masyarakat, namun mau bagaimana lagi jika tiap hari selalu mendengar pengumuman orang meninggal dari mushala dan masjid.  

 

Memang kondisi ini betul–betul menyita energi dan pikiran semua orang. Berbagai tindakan telah dilakukan, namun tetap saja kesadaran masyarakat belum maksimal. Inilah seninya mengelola masyarakat yang memiliki ragam kepentingan. Banyaknya opini dari kalangan tidak jelas yang mempersoalkan langkah pemerintah juga sebagai pemicu rakyat jadi bingung. Tidak sedikit tulisan dan postingan mereka membuat keruh suasana. Kondisi terus berkembang dan menyebar di berbagai media sosial seperti facebook, WA, atau instagram. 

 

Untuk menghadapi kondisi seperti ini, alangkah baiknya jika dimulai dari diri ini untuk mencoba berperangka baik kepada Tuhan dan pemerintah. Mengkonstruksi prasangka baik (khusnudzon) di tengah maraknya berita–berita yang abu–abu merupakan prestasi tersendiri. Apalagi pandemi tengah melanda bangsa ini.

 

Sikap berprasangka baik terus dipertahankan sebagai bentuk pertahanan diri agar diri bisa tetap dalam kendali dan tidak mudah untuk menyalahkan atau menyudutkan pihak lain setiap kali ada musibah. Perbedaan pandangan soal bagaimana menghadapi pandemi memang hal yang lumrah, namun bagi mereka yang ingin mengkonstruksi prasangka baik perbedaan pandangan hanya cukup sebagai literasi harian. 

 

Berprasangka baik merupakan kunci terpenting menghadapi pandemi seperti ini. Ketika pemerintah meliburkan sekolah dan membiarkan pasar dibuka, bukan berarti pasar lebih penting dari sekolah. Sekolah diliburkan bukan berarti tidak ada pembelajaran. Hanya saja karena lebih mengedepankan keselamatan jiwa, sekaligus meredanya peyebaran virus Covid-19, proses pembelajaran dapat dilakukan dengan model daring (dalam jaringan).

 

Memang dengan pembelajaran daring hasil belajar tidak bisa berhasil maksimal, namun itu jauh lebih baik dari pada tidak sama sekali. Sedangkan untuk belanja sebenarnya bisa dilakukan dengan online shop hanya karena sifat munusia yang sering tidak puas dalam belanja akibatnya mereka tetap pergi ke pasar. 

 

Menghadapi pandemi seperti ini dibutuhkan berbaik sangka kepada penguasa, karena hal tersebut bisa menjadi dukungan moral kepada pemerintah. Biarlah pemerintah melakukan berbagai ragam kegiatan dalam rangka membetengi rakyatnya dari wabah yang mengganas ini. Vaksinasi, pembatasan aktivitas, hingga sampai penyekatan–penyekatan adalah bukti dari tanggung jawab pemerintah untuk menekan seminimal mungkin korban berjatuhan.

 

Berprasangka baik kepada Allah merupakan salah satu bentuk ibadah meskipun tidak tampak secara fisik-motorik. Berprasangka baik kepada Allah merupakan salah satu manifestasi dari kualitas ibadah manusa. Hadits juga menjelaskan bahwa Islam memotivasi manusia untuk bersikap optimis dan menjauhi sikap prasangka kepada Allah karena sifat optimis kepada Allah akan menimbulkan semangat untuk berperilaku lebih baik. 

 

Konsep menyerahkan diri kepada Allah (tawakkal) sebagai indikator berprasangka baik kepada Allah. Menerima segala kondisi yang terjadi termasuk bencana wabah saat ini juga bagian dari berprasangka baik dengan Allah. Implementasi berprasangka baik kepada Allah dapat diwujudkan dengan tetap memohon perlindungan kesehatan dan kemanfaatan walau dalam kondisi khauf (takut akan adzab Allah) dan rajaa’ (mengharap ridha atau pahala). 

 

Di masa pandemik seperti kurangilah berprasangka buruk kepada orang lain, karena hanya akan membawa kebencian dan permusuhan yang tidak jelas kapan akhirnya. Berprasangka buruk kepada orang lain janganlah dipertontonkan hanya akan menimbulkan kebencian yang berjlid–jilid dan ini bisa  menimbulkan konsekuensi sosial yakni sikap menghasut dan memfitnah. Padahal agama Islam jelas–jelas melarang seseorang untuk berprasangka buruk seperti yang dijelaskan dalam QS al-Hujuraat ayat 12 yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.

 

Marilah masa demi ini kita perbanyak rasa berbaik sangka kepada Allah dan pemerintah, karena hal tersebut bisa meringankan pikiran sehingga tidak terjebak pikiran sesaat yang mencari popularitas belaka. Masyarakat sudah cerdas mana berkarya dan mana biasa-biasa saja.


 

Lek Basyid Tralala, Pengurus Harian Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU, Kaliwungu Selatan, Kabupaten Kendal 


Opini Terbaru