• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 29 Maret 2024

Nasional

NU Jateng: Empat Fase dalam Kehidupan Imam Ghazali

NU Jateng: Empat Fase dalam Kehidupan Imam Ghazali
Ilustrasi Imam Al-Ghazali (NU Online)
Ilustrasi Imam Al-Ghazali (NU Online)

Solo, NU Online Jateng
Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali atau yang sering kita sebut sebagai Imam Ghazali merupakan tokoh hebat yang layak untuk dijadikan panutan. Tokoh yang hidup pada 450-503 H (1058-1111 M), meski sudah lewat sembilan abad yang lalu, namun hingga kini karya dan namanya masih dikenal.

Dalam perjalanan hidupnya, Imam Ghazali setidaknya telah melakukan empat tahap atau fase, sehingga pada akhirnya dia menjadi tokoh yang dikenang hingga zaman sekarang. Hal tersebut disampaikan Wakil Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH M Dian Nafi', Jumat (4/3).

Dijelaskan, langkah pertama yang dilakukan oleh Imam Ghazali yakni mencari bekal hidup. "Fokusnya adalah belajar, membangun kepribadian, menambah keterampilan, memperluas wawasan, merintis relasi dengan para pendidik yang teruji dan menajamkan penalaran untuk keterbukaan berpikir," papar Pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Muayyad Windan Kartasura Sukoharjo itu.

Pada fase kedua lanjutnya, dimulai pada usia 20 tahun, Imam Ghazali mencari hidup, yakni dengan bekerja, berumah tangga, memiliki tempat tinggal, dan menemukan pilihan yang jelas dalam profesi, pekerjaan, dan karir.

"Imam Ghazali kemudian memilih menjadi guru di Ma'askar, lembaga pendidikan khusus untuk menyiapkan bakal calon tentara dan polisi. Keahlian beliau juga tidak berhenti sebagai teori, tetapi menjadi silabi (isi kurikulum)," ungkap Kiai Dian.

Lebih dari itu, beliau tekun menyiapkan para murid untuk menjadi warga terbaik. Tujuannya, agar mereka menjadi aparatur negara yang baik pula.

Menyelamatkan Kehidupan

Kemudian pada fase ketiga, di usia 30 tahun, Imam Ghazali fokus untuk menata hidup. Di mana saat itu, ia diangkat menjadi pengajar di Universitas Nidhamiyah Baghdad. Tugasnya menuntut kerja tim yang lebih mumpuni. Bakat keilmuannya juga makin terasah lengkap. Banyak sekali karya ilmiah yang dihasilkan mulai dari bidang filsafat, ushul fiqih, hadits, tasawuf, pendidikan, dan kepemimpinan.

"Di periode ini, Imam Ghazali memperoleh gelar sebagai guru besar. Tantangan-tantangan yang harus beliau hadapi semakin bertambah," lanjutnya.

Terakhir, di fase keempat, yakni di usia 40 tahun, Imam Ghazali fokus untuk menyelamatkan kehidupannya. Agenda pokoknya ada 4 hal. Pertama, kembali ke desa asal untuk memperkuat kebaikan-kebaikan masyarakat percontohan. Kedua, membasiskan kegiatan ekonomi di kawasan tinggalnya dengan pertanian organik. Ketiga, mendirikan ribath, semacam pesantren yang khusus untuk perbaikan akhlak. Keempat, aktif membina kader ulama dan pengemban tugas publik.

"Di fase keempat ini, setelah pensiun, Imam Ghzali mengutamakan untuk serius membimbing kelompok percontohan yang meneruskan kebaikan-kebaikannya. Karya legendarisnya Ihya 'Ulumuddin ditulis pada saat beliau berumur 40 tahun. Menilik isinya, kita bisa menyebut kitab hebat itu memuat konsep untuk memantapkan bakat manusia," pungkasnya.

Penulis: Ajie Najmuddin
Editor: M Ngisom Al-Barony


Nasional Terbaru