Keislaman

Taruhan Abu Bakar: Bukti Kuat atas Kebenaran Wahyu

Jumat, 6 Desember 2024 | 16:30 WIB

Taruhan Abu Bakar: Bukti Kuat atas Kebenaran Wahyu

Ilustrasi (NU Online)

Pengakuan sepupu Khadijah, yaitu Waraqah bin Naufal, yang merupakan pegiat kitab Injil bahwa Muhammad kelak akan menjadi seorang Nabi, adalah titik penting dalam rangkaian gelombang sejarah akan dekatnya hubungan Ahli Kitab dan Islam. Ahli Kitab (Yahudi & Nasrani), melalui Injil dan Taurat, memahami dengan baik ciri kenabian Nabi Muhammad saw yang tertera dalam kitab mereka, Al-Quran menggambarkan mereka dengan sebuah kalimat; “Mereka mengetahui Muhammad sebagaimana mereka faham betul anak-anak mereka sendiri”  )QS. Al-Baqarah ayat 146).


Para sahabat Nabi memahami kedekatan antara Yahudi, Nasrani, dan Islam berdasarkan ajaran Rasulullah saw yang menegaskan bahwa ketiga agama ini memiliki hubungan sebagai "saudara" dan "sedarah," karena sama-sama bersumber dari wahyu ilahi. Pemahaman ini bahkan menjadi argumen yang sangat meyakinkan ketika Ja’far bin Abu Thalib berdialog dengan Raja Najasyi di Habsyah mengenai hakikat Nabi Isa AS. 


Kedekatan emosional tersebut mendorong Raja Najasyi untuk memberikan perlindungan kepada kaum Muslimin di Habsyah pada masa sulit ketika Makkah penuh dengan penindasan. Peristiwa ini menunjukkan bahwa Islam, Yahudi, dan Nasrani berasal dari sumber yang sama sebagai agama samawi.


Selain agama samawi, terdapat pula agama ardli (bumi), agama yang muncul karena ide manusia dan bukan berasal dari wahyu. Salah satunya adalah agama pagan (penyembah berhala), agama yang dihadapi oleh Rasulullah di awal dakwahnya. 


Agama pagan secara sumber serupa dengan Majusi (penyembah api) yang saat itu dipeluk oleh mayoritas penduduk Persia, yaitu bersumber dari ide manusia. Pada perjalanannya, perbedaan latarbelakang muasal agama ini menempatkan kaum muslim dan kaum pagan pada adu gengsi yang lumayan sengit. Muslim berpihak pada Romawi yang notabene penganut Nasrani, sedangkan pagan berpihak pada Persia yang dominan beragama Majusi. 


Ketegangan yang berkaitan dengan asal-usul agama semakin memuncak setelah Persia berhasil mengalahkan Romawi. Kemenangan ini ditafsirkan oleh kaum pagan di Madinah sebagai bukti keunggulan agama ardli (agama bumi) atas agama samawi. Dengan penuh kesombongan, mereka berkata, “Kelak, kami juga akan mengalahkan kalian sebagaimana Persia (Majusi) menundukkan Romawi (Nasrani).” Kekalahan Romawi di tangan Persia saat itu menjadi bahan ejekan dan hinaan yang menyakitkan bagi para sahabat Nabi.


Tetapi optimisme mulai tumbuh ketika turun surat Ar-Rum ayat 1-3 yang menyebutkan bahwa Romawi akan menang dalam bid’i siniin : 


غُلِبَتِ الرُّوْمُۙ 
فِيْٓ اَدْنَى الْاَرْضِ وَهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُوْنَۙ  
فِيْ بِضْعِ سِنِيْنَ ەۗ لِلّٰهِ الْاَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْۢ بَعْدُۗ وَيَوْمَىِٕذٍ يَّفْرَحُ الْمُؤْمِنُوْنَۙ


Artinya: Telah dikalahkan bangsa Rumawi  di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun lagi. Milik Allahlah urusan sebelum dan setelah (mereka menang). Pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang mukmin


Saat ayat ini turun, Abu Bakar mendatangi Ubay bin Kaab yang menjadi gembong penghina muslimin saat kekalahan Romawi. Abu Bakar berkata, “Mari kita taruhan, bahwa jika dalam masa tiga tahun Romawi kalah, aku akan menyerahkan 10 unta dan jika Majusi kalah maka kau serahkan hal yang sama padaku”. Taruhan ini disepakati oleh kedua belah pihak hingga Abu Bakar kembali pulang dan mengabarkan hal ini kepada Rasulullah saw. Saat itu, Abu Bakar belum memahami betul maksud dari Bid’i siniin.


Mendengar kisah Abu Bakar, Nabi menegaskan bahwa bid’i siniin adalah masa antara 3 sampai 9 tahun, lalu Nabi berujar, “Ubah taruhanmu dengan masa antara 3 sampai 9 tahun dan naikkan jumlah taruhan menjadi 100 unta”. Abu Bakar kemudian bergegas menemui Ubay bin Ka’ab untuk merubah taruhan atas perintah Sang Nabi. 


Melihat Abu Bakar kembali, Ubay bin Kaab mengejek, “Kenapa kembali? Adakah kau menyesal dan hendak membatalkan taruhanmu?” Abu Bakar menjawab lugas, “Tidak ku batalkan, tapi ku tambah dengan nilai 100 unta. Aku hanya hendak merubah masa kemenangan Romawi menjadi lebih panjang yaitu kurang dari 9 tahun.” Kedua belah pihak sepakat. 


Singkat cerita, Romawi pada akhirnya memenangkan peperangan melawan Persia di tahun ke-7 setelah taruhan dilakukan. Ubay bin Ka’ab menyerahkan 100 unta kepada Abu Bakar atas kalahnya ia dalam taruhan tersebut yang oleh Nabi kemudian diperintahkan untuk disedekahkan. Kemenangan Romawi menjadi euphoria tersendiri karena umat Ahli Kitab mampu untuk mengalahkan Persia, yang dapat dimaknai sebagai sebuah sinyal bahwa kelak mungkin saja Islam akan mengalahkan agama pagan.


Peristiwa di atas juga menjadi bukti keimanan para sahabat terhadap firman Allah SWT. Bahwa apapun yang ‘langit’ wahyukan adalah benar. Angka 100 unta tentu muncul karna keyakinan yang tiada tanding dari para sahabat terkait kebenaran ayat-ayat Al-Quran. 


Kemenangan Romawi ini juga menjadi penegas dari salah satu mukjizat Al-Quran sebagai kitab suci yang kerap mengabarkan hal-hal ghaib baik di masa lalu ataupun di masa mendatang. Namun yang perlu menjadi catatan penting adalah bahwa peristiwa taruhan ini terjadi sebelum turun syariat larangan berjudi dan bertaruh, sehingga kejadian ini tidak bisa menjadi dasar untuk mengabsahkan pertaruhan dan adu nasib di kalangan umat Islam. 

 

Penulis: Syaddad Ibnu Hambari Lc. Alumnus Universitas Al-Azhar Kairo Mesir dan Sekarang menjadi dosen di STIT Raden Santri Gresik