Sifat Qidam: Keberadaan Allah Tanpa Awal Mula
Apabila kita mengamati seluruh apa yang ada di semesta ini, mulai hal yang terkecil sampai terbesar, maka kita bisa mengetahui dengan yakin bahwa ternyata semua hal tersebut mempunyai awal mula kejadiannya. Ketika kita melihat kerikil dengan bentuk tertentu ada di halaman rumah, meskipun kita tidak tahu kapan, tetapi dengan akal sehat kita bisa tahu dengan pasti bahwa kerikil itu tidaklah tiba-tiba dengan sendirinya ada di sana dan tiba-tiba mempunyai bentuk seperti itu melainkan pasti ada suatu proses yang membuatnya ada di halaman rumah kita dan membuatnya berbentuk seperti itu. Ini adalah kesimpulan rasional yang tak bisa ditolak.
Awal mula sendiri ada dua macam, yakni:
1. Awal mula perubahan dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
Ini adalah awal mula yang lumrah dilihat di semesta ini sehari-hari. Sesuatu
berubah dari satu kondisi menjadi kondisi lainnya. Misalnya komputer, pada
awalnya hanya bahan-bahan mineral yang ada di alam kemudian diolah sedemikian
rupa menjadi bahan-bahan elektronik dan kemudian diolah kembali menjadi
perangkat komputer. Dengan ungkapan lain, jenis pertama ini adalah awal mula
adanya hal baru tetapi sebelumnya telah ada bahan baku untuk membentuk hal baru
tersebut.
2. Awal mula perubahan dari ketiadaan murni menjadi
keberadaan. Dengan kata lain, jenis ini adalah awal mula adanya sesuatu dari
sebelumnya tidak ada apa-apa sama sekali, tanpa bahan baku apa pun, kemudian
menjadi ada. Ini adalah sesuatu yang tidak bisa kita amati sehari-hari sebab
bukan hal yang mampu dilakukan oleh manusia.
Untuk awal mula jenis pertama, maka tidak perlu dibahas
panjang lebar lagi sebab semua orang mengakui kejadiannya pada semua objek di
alam semesta. Yang menjadi masalah adalah jenis awal mula kedua di mana sesuatu
bisa menjadi ada dari ketiadaan. Mungkinkah ketiadaan berubah menjadi ada?
Jawabannya mungkin saja, bahkan itu bisa dipastikan telah terjadi pada alam
semesta ini secara keseluruhan.
Akal manusia hanya mempunyai dua opsi tentang awal mula
wujud alam semesta ini. Pertama, ia berasal dari bahan baku yang sebelumnya
telah ada dan bahan baku tersebut juga berasal dari bahan baku sebelumnya lagi
dan demikian seterusnya tanpa titik akhir. Hal ini disebut sebagai tasalsul
(infinite regress of causes). Tasalsul ini merupakan sesuatu yang mustahil
sebab segala yang mengalami perubahan pastilah berawal dari satu titik awal.
Bila titik awal banyak hal adalah bahan baku yang ada sebelumnya, maka secara
logis pastilah ada titik paling awal dari bahan baku paling awal yang berupa
ketiadaan murni. Mustahil sesuatu yang mengalami perubahan sama sekali tidak
mempunyai titik awal bagi wujudnya. Hal ini tidak bisa dibantah kecuali oleh
para ateis yang mengabaikan logika sehat. Karena itu hanya tersisa opsi kedua
untuk dipilih, yakni alam semesta berasal dari ketiadaan. Dengan kata lain,
ujung paling awal dari rentetan keberadaan semesta ini pastilah ketiadaan.
Ketiadaan itu sendiri hanya bisa berubah menjadi ada
apabila ada oknum lain yang mengubahnya. Artinya tak mungkin kondisi kosong
tanpa apa-apa tersebut kemudian berubah menjadi “ada sesuatu” dengan
sendirinya. Sebab itulah maka dipastikan ada oknum yang menciptakan sesuatu
yang ada (semesta) tersebut. Oknum tersebut tak lain dan tak bukan adalah
Allah. Hanya Allah-lah yang bisa membuat sesuatu menjadi ada tanpa bahan baku
apa pun.
Lalu pertanyaannya, apakah keberadaan Allah juga didahului
oleh ketiadaan sebelumnya atau dengan kata lain keberadaannya juga mempunyai
awal mula? Bila dijawab ya maka kita akan terjatuh pada tasalsul kembali yang
secara rasional mustahil tersebut. Akhirnya hanya ada satu opsi untuk dipilih,
yakni keberadaan Allah tidak mempunyai awal mula alias tidak didahului
ketiadaan.
Keberadaan tanpa awal mula inilah yang disebut sebagai
sifat qidam. Seorang Muslim wajib mempercayai bahwa Allah bersifat qidam, bila
tidak maka keimanannya tidak sah. Lawan dari qidam adalah huduts yang berarti
punya awal mula, baik berupa awal mula dalam bentuk materi lain atau awal mula
berupa ketiadaan. Karena Allah bersifat qidam, maka mustahil Allah bersifat
huduts. Sebab alam semesta bersifat huduts, maka mustahil alam semesta bersifat
qidam.
Bahasan rumit di atas adalah argumen rasional dari para
ulama Ahlussunnah wal Jama’ah untuk berdialog dengan non-Muslim yang
tidak mempercayai Al-Qur’an dan hadits sehingga otomatis tidak mempercayai
kenabian Nabi Muhammad. Tidak mungkin meyakinkan mereka tentang sifat ketuhanan
kecuali memakai argumen rasional. Adapun bagi seorang Muslim yang mempercayai
Al-Qur’an dan hadits, maka dalil sifat qidam cukup dengan ayat dan hadits
berikut:
هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ
"Dialah Yang Maha Awal [yang tidak didahului
ketiadaan] dan Maha Akhir [yang tidak diikuti ketiadaan]" (QS. al-Hadid:
3).
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
"Dia tidak melahirkan sesuatu dan tidak pula dilahirkan/berasal dari sesuatu” (QS. al-Ikhlas:
3).
كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ
غَيْرُهُ. (بخاري)
"Allah sudah ada dan tak ada apapun selain Dia” (HR Bukhari).
Adapun dalil naqli sifat huduts seluruh alam, dalam
Al-Qur’an dinyatakan:
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ
أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ أَمْ خَلَقُوا السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ بَل لَا يُوقِنُونَ
"Apakah mereka diciptakan tanpa berasal dari sesuatu
pun [yang menciptakan mereka] ataukah mereka yang menciptakan [diri mereka
sendiri]? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya
mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan)” (QS At-Thur: 35-36).
Ayat tersebut menafikan dua kemungkinan dari alam semesta.
Kemungkinan pertama adalah alam semesta ada sendiri dari ketiadaan tanpa ada
yang menciptakan. Kemungkinan kedua adalah alam semesta menciptakan dirinya
sendiri. Keduanya adalah hal mustahil sehingga orang-orang ateis yang meyakini
hal itu sesungguhnya tidak bisa benar-benar yakin bahwa mereka benar.
Satu-satunya opsi yang masuk akal adalah alam semesta bersifat huduts dan
diciptakan oleh Tuhan yang bersifat qidam.
Ustadz Abdul Wahab Ahmad,
Peneliti Bidang Aqidah di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Pengurus Wilayah
LBM Jawa Timur.
Sumber: Sifat Qidam: Keberadaan Tanpa Awal Mula