• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 2 Mei 2024

Keislaman

Penjelasan Kaidah Kebijakan Pemerintah Harus Berdasar Kemaslahatan

Penjelasan Kaidah Kebijakan Pemerintah Harus Berdasar Kemaslahatan
Ilustrasi: NU Online
Ilustrasi: NU Online

Dalam kaidah fiqih, disebutkan kaidah:

 

تصرف الامام على الرعية منوط بالمصلحة

 

Artinya: "Kebijakan imam/pemerintah bagi rakyat harus berdasar maslahah,"

 

Kaidah ini memberi dasar bagi pemerintah, dengan sistem apapun harus berdasar atas sebuah kemaslahatan semua lapisan masyarakat. Kaidah ini berdasar firman Allah subhanahu wa ta'ala:

 

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

 

Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat," (QS An-Nisa’: 58)

 

Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya menyebut dua perkara terkait ayat ini. Pertama, obyek (khitab) ayat ini adalah para pemangku kekuasaan, Nabi , khalifah setelahnya dan para pemimpin setelahnya. Kedua, ayat ini mengandung pokok-pokok hukum yang menjadi tanggung jawab pemimpin berupa amanah kekuasaan atas harta benda, penegakan hukum, perlindungan dan advokasi terhadap kezaliman yang menimpa rakyat. (Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshari, Al-Jami' li Ahkamil-Qur'an, [Darul Kutub al-Misyriyah] jilid: 5 hlm: 255-256)

 

Dua pokok dasar prinsip penyelenggaraan sistem kepemerintahan yang diisyaratkan oleh ayat ini, yakni amanah dan adil. Amanah yang dibebankan rakyat dari sebuah proses politik tidak hanya sebuah kontrak politik yang berdimensi keduaniaan karena dalam pandangan Al-Qur’an, kepemimpinan sebagai 'perjanjian ilahi' yang melahirkan tanggung jawab menentang kezaliman dan menegakkan keadilan,

 

قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ

 

Artinya: "Allah berfirman: 'Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia'. Ibrahim berkata: '(Dan saya mohon juga) dari keturunanku'. Allah berfirman: 'Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim'." (QS Al-Baqarah: 124)

 

Kepemimpinan dalam pandangan ayat di atas bukan hanya sekedar kontrak sosial, tetapi juga menjadi kontrak atau perjanjian antara Allah dan sang pemimpin untuk menegakkan keadilan. (M Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an [Mizan: 2013] hlm: 150)

 

Amanah yang menjadi tanggung-jawab dunia akhirat, sehingga kepemimpinan tidak boleh dijalankan sembarangan tanpa prinsip keadilan, transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.

 

Rasulullah bersabda:

 

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً، يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ، إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

 

Artinya: "Tiada seorang yang diamanati Allah memimpin rakyat kemudian ketika ia mati, ia masih menipu rakyatnya, melainkan pasti Allah mengharamkan baginya surga," (HR Bukhari)

 

Adil dalam pandangan Al-Qur'an mempunyai dimensi yang luas dan menyangkut seluruh rakyat, sikap dan kebijakan pemerintah harus dilandasi asas keadilan untuk semua, tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun, proporsional. Setidaknya ada dua makna umum yang berlaku dalam kata adil.

 

Adil dalam arti 'sama'


Bisa jadi ada orang yang berkata si A adil, karena yang dimaksud bahwa si A memperlakukan sama, tanpa membedakan seseorang dengan yang lain. Harus digaris bawahi persamaan yang dimaksud adalah persamaan dalam hal hak. 
 

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

 

وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ

 

Artinya: "Apabila kalian memutuskan perkara di antara manusia, maka hendaklah kalian memutuskan dengan adil," (QS An-Nisa': 58)

 

Kata adil dalam ayat ini diartikan sama hanya mencakup sikap dan perlakuan hakim pada saat proses pengambilan keputusan hukum.Ayat ini menuntun hakim untuk menempatkan pihak-pihak yang bersengketa di dalam posisi yang sama.

 

Misalnya ihwal tempat duduk, penyebutan nama (dengan atau tanpa embel-embel penghormatan), keceriaan wajah, kesungguhan mendengarkan, dan memikirkan ucapan mereka, dan sebagainya yang termasuk dalam proses pengambilan keputusan. Apabila persamaan dimaksud mencakup keharusan mempersamakan apa yang mereka terima dari keputusan, maka ketika itu persamaan tersebut menjadi wujud nyata kezaliman.

 

Adil dalam arti 'seimbang'

 

Keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok yang didalamnya terdapat beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu, selama syarat dan kadar tertentu terpenuhi oleh setiap bagian. Dengan terhimpunnya syarat ini, kelompok itu dapat bertahan dan berjalan memenuhi tujuan kehadirannya. (M Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an [Mizan 2013] hlm: 153)

 

Kepemimpinan yang mengedepankan asas persamaan dan keseimbangan rakyat di mata hukum, dan akses ekonomi, pendidikan, sosial, budaya akan mendorong terjadinya dinamika kehidupan yang normal dan maju. Kesadaran hukum masyarakat hanya bisa tercipta ketika pemerintah menyikapi persoalan hukum dengan asas keberpihakan kepada kebenaran.

 

Titik simpul kaidah ini adalah pemerintah selaku pemangku kepemimpinan dan kekuasaan menggunakan kewenangan yang diamanatkan oleh undang-undang sebagai bentuk tanggung jawab kepada rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang lebih baik bukan sekedar maslahah, tetapi prioritas lebih baik untuk menolak dharar dan kerusakan, menarik manfaat dan kebenaran.

 

Pemerintah tidak dibenarkan sekedar hanya mempunyai kebijakan yang baik apabila ia mampu mewujudkan kebijakan yang lebih baik sehingga tercipta kesejahteraan yang berkeadilan dan rasa aman yang berketenteraman bagi rakyat. 

 

Abdul Aziz IdrisWakil Katib Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kab. Magelang


Keislaman Terbaru