Keislaman

Jamak Takhir, Dahulukan Shalat Pertama atau Kedua?

Jumat, 4 Oktober 2024 | 15:00 WIB

Jamak Takhir, Dahulukan Shalat Pertama atau Kedua?

Ilustrasi (Freepik)

Jamak adalah pelaksanaan dua shalat fardhu dalam satu waktu shalat, misalnya menggabungkan shalat Dzuhur dan Ashar pada waktu Dzuhur. Shalat yang boleh dijamak adalah Dzuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya. Jika dilaksanakan pada waktu shalat pertama (Dzuhur atau Maghrib), disebut jamak taqdim. Sedangkan, jika dilaksanakan pada waktu shalat kedua (Ashar atau Isya), disebut jamak ta’khir.


Menjamak shalat dalam perjalanan diperbolehkan jika jarak tempuh perjalanan mencapai 82 kilometer (2 marhalah atau 16 farsakh) atau lebih. Selain itu, perjalanan tersebut juga tidak bertujuan maksiat, namun bertujuan baik seperti untuk silaturrahmi, berdagang, rekreasi dan lain-lain.


Jamak Taqdim dan Jamak Ta’khir mempunyai syarat tersendiri sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Fathul Qarib seperti yang dikutip oleh Ustadz Muhammad Hanif Rahman dalam artikel berjudul Hukum Jamak Ta'khir Beda Niat dengan Imam yang dikutip NU Online Jateng, Jumat (4/10/2024).


Syarat Jamak Taqdim dan Jamak Ta’khir


Shalat jamak harus dilakukan secara tertib, yaitu dimulai dengan shalat Dzuhur sebelum Ashar, dan Maghrib sebelum Isya. Jika urutannya terbalik, seperti mendahulukan shalat Ashar sebelum Dzuhur, maka shalat tersebut tidak sah dan harus diulang jika ingin melakukan jamak.


Niat jamak harus dilakukan pada awal shalat pertama, yaitu bersamaan dengan takbiratul ihram. Niat tersebut tidak cukup jika dihadirkan sebelum takbir atau setelah salam dari shalat pertama. Menurut pendapat yang lebih kuat, niat jamak diperbolehkan di tengah shalat pertama.


Selain itu, harus ada kesinambungan (muwalah) antara shalat pertama dan shalat kedua, artinya tidak boleh ada jeda yang terlalu lama di antara keduanya. Jika terjadi jeda yang lama, meskipun disebabkan oleh uzur seperti tertidur, maka shalat kedua harus ditunda hingga waktunya. Namun, jeda yang sedikit sesuai kebiasaan (‘urf) diperbolehkan.


Sedangkan pada jamak ta'khir syaratnya harus ada niat jamak, dan niat ini harus ada pada waktu shalat yang pertama. Diperbolehkan menunda niat sampai sisa waktu shalat pertama yang memungkinkan digunakan untuk shalat tersebut secara tepat waktu (ada').   


Tiga syarat yang ada pada jamak taqdim yakni, tertib, muwalah, dan niat jamak pada awal shalat sebagaimana penjelasan di atas tidak menjadi syarat pada jamak ta'khir. (Muhammad bin Qasim, [Beirut, Dar Ibnu Hazm: 2005], halaman 96).


Ustadz Hanif mengutip dari Syekh Nawawi al-Bantani bahwa tiga syarat jamak taqdim tidak menjadi syarat pada jamak ta’khir dengan alasan: "Dalam jamak ta'khir tidak wajib adanya tertib, karena waktu di sini adalah milik shalat yang kedua; tidak wajib muwalah (kesinambungan) antara keduanya, karena Nabi saw meninggalkannya; dan tidak wajib niat jamak pada shalat pertama, karena niat sudah didahulukan di waktu shalat pertama.”


Syekh Ibrahim Al-Bajuri juga melugaskan dalam kitabnya Hasyiyah Al-Baijuri bahwa syarat jamak taqdim tidak sama dengan jamak ta'khir.


“Tidak wajib dalam jamak ta'khir dan seterusnya). Namun disunnahkan tertib dan muwalah dalam jamak ta'khir. Hal ini tidak diwajibkan karena waktu ini (waktu shalat kedua) layak dan sesuai (pantas) untuk shalat pertama, meskipun tidak mengikuti (dikerjakan dengan menjamak shalat). Berbeda dengan jamak taqdim, yang mana waktunya tidak layak untuk shalat kedua kecuali dengan mengikuti (dikerjakan dengan menjamak shalat)."  (Hasyiyah Al-Baijuri, [Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyah: t.t], juz I, halaman 400).


Dari penjelasan ini dapat dipahami bahwa dalam jamak ta'khir tidak disyaratkan harus dikerjakan secara tertib atau berurutan. Namun, hal itu disunnahkan karena untuk menyesuaikan diri dengan pendapat ulama yang mewajibkannya. Dalam kaidah disebutkan:

   الخروج من الخلاف مستحب   

Artinya: "Keluar dari perbedaan pendapat adalah disunahkan".  


Alasan logisnya, dalam jamak taqdim harus tertib sebab waktu shalat yang pertama memang waktu untuk mengerjakan shalat yang pertama (shalat Dhuhur), bukan untuk shalat kedua (shalat Ashar). Kebolehan mengerjakan shalat Ashar di waktu pertama karena adanya niat jamak taqdim (tabiah).   


Berbeda dengan waktu shalat kedua untuk mengerjakan shalat pertama (shalat Dzuhur) tetaplah diperbolehkan meskipun tanpa niat jamak, yang berarti qadha' shalat Dzuhur karena waktunya telah terlewatkan.