Keislaman

Batasan Orang Tua dalam Menentukan Pasangan Anak

Senin, 16 Desember 2024 | 18:00 WIB

Batasan Orang Tua dalam Menentukan Pasangan Anak

Iluatrasi (Freepik)

Ketika berbicara tentang jodoh, seringkali muncul perdebatan antara kehendak pribadi dan campur tangan orang tua. Sebagian orang tua merasa bertanggung jawab untuk memilihkan pasangan hidup terbaik bagi anak-anaknya, dengan alasan pengalaman hidup yang lebih luas. Di sisi lain, banyak anak yang merasa bahwa pernikahan adalah keputusan pribadi, sehingga mereka berhak menentukan pasangan hidup tanpa tekanan dari siapapun, termasuk keluarga. Situasi ini seringkali memicu konflik yang tidak jarang sulit diatasi.

 

Dalam budaya kita, terutama yang masih kental dengan nilai-nilai tradisional, restu orang tua dianggap sebagai salah satu kunci keharmonisan rumah tangga. Namun, sejauh mana orang tua boleh menentukan pilihan ini? Apakah campur tangan mereka adalah bentuk kasih sayang, atau justru melampaui batas kebebasan anak? Sering kali, orang tua menentukan pasangan untuk anaknya dengan alasan bahwa pilihan tersebut adalah yang terbaik bagi masa depan anak. 

 

Namun, tidak jarang mereka gagal memahami atau mempertimbangkan perasaan dan keinginan sebenarnya bagi anak dalam hal ini. Sehingga dapat menimbulkan dampak buruk seperti ketidakharmonisan dalam keluarga hingga terjadinya perceraian.

 

Batasan Orang Tua dalam Memutuskan Pasangan Anak

 

Ada satu pandangan dari al-Imam al-Faqih Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad ibn Muflih al-Muqdisi (wafat 763 H). Dalam salah satu karyanya, beliau menjelaskan bahwa orang tua tidak memiliki wewenang untuk memaksakan pilihan pasangan hidup kepada anak mereka, baik calon suami maupun istri, jika anak tersebut tidak menghendakinya. Bahkan, penolakan anak terhadap keputusan orang tua dalam hal ini tidak dianggap sebagai bentuk kedurhakaan. Pandangan ini menegaskan pentingnya kebebasan anak dalam memilih pasangan hidup sesuai kehendaknya, selama tetap berada dalam koridor syariat.

 

لَيْسَ لِأَحَدِ الْأَبَوَيْنِ أَنْ يُلْزِمَ الْوَلَدَ بِنِكَاحِ مَنْ لَا يُرِيدُ، وَإِنَّهُ إذَا امْتَنَعَ لَا يَكُونُ عَاقًّا 

 

Artinya, “Tidak ada hak bagi salah satu orang tua untuk menentukan calon (suami/istri) yang tidak diinginkan anaknya. Sungguh, jika ia menolak maka ia tidak termasuk durhaka.” (Ibnu Muflih, al-Adab As Syar’iyah wa al-Minah al-Mar’iyah, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 1999 M\1419 H], juz II, halaman 55)

 

Masih dalam satu pembahasan dengan dalil di atas, dalam sebuah riwayat yang disampaikan oleh sahabat Ibnu Abbas, disebutkan bahwa pada masa Rasulullah saw, ada seorang gadis yang dinikahkan oleh orang tuanya dengan seorang pria yang tidak dicintainya. Ia merasa tidak puas, gadis tersebut mengadukan situasinya kepada Rasulullah saw. 

 

Menanggapi hal tersebut, Nabi saw memberikan kebebasan kepada gadis itu untuk memutuskan apakah ingin melanjutkan pernikahan tersebut atau membatalkannya, menunjukkan penghormatan terhadap hak anak dalam memilih pasangan hidup.

 

 أَنَّ جَارِيَةً بِكْرًا أَتَتِ النَّبِىَّ فَذَكَرَتْ لَهُ أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا وَهِىَ كَارِهَةٌ، فَخَيَّرَهَا النَّبِىُّ 

 

Artinya, “Sungguh terdapat seorang gadis datang kepada nabi, kemudian ia menceritakan bahwa ayahnya menikahkannya, sedangkan ia tidak senang (dengan pilihan ayahnya), maka nabi memberikan pilihan (antara meneruskan dan merusak pernikahan) kepadanya.” (HR Ahmad).

 

Oleh karena itu, orang tua memang memiliki peran yang sangat penting dalam proses pencarian jodoh, terutama melalui doa restu mereka yang diyakini membawa keberkahan dan kelancaran dalam perjalanan rumah tangga anak. Namun, keputusan akhir mengenai pasangan hidup sebaiknya tetap diserahkan kepada anak, karena merekalah yang akan menjalani kehidupan bersama pasangan tersebut. 

 

Sebagai orang tua, alangkah bijaknya jika mereka mendampingi dan mengarahkan anak agar tetap memilih dalam koridor kebaikan, tanpa mengabaikan perasaan, kecocokan, serta kebahagiaan anak dalam menentukan masa depannya. Dengan begitu, peran orang tua dan hak anak dapat berjalan seimbang untuk membangun keluarga yang harmonis dan diridhai Allah.