Keislaman

Asal-Usul Penamaan Asyura, Hari Kesepuluh di Bulan Muharram

Rabu, 10 Juli 2024 | 22:00 WIB

Asal-Usul Penamaan Asyura, Hari Kesepuluh di Bulan Muharram

Ilustrasi hari Asyura, tanggal 10 Muharram. (Foto: NUJO/MRF)

Datangnya 1 Muharram ditandai sebagai tahun baru dalam kalender tahun Hijriyah. Momentum masuknya 1 Muharram biasa dirayakan masyarakat dengan membaca doa penutup tahun sebelumnya dan pembuka tahun baru, baik doa tersebut dilafalkan secara individu maupun berkelompok. Muharram sendiri termasuk empat bulan yang mulia (arba’atun hurum) di antara bulan-bulan lainnya selain Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Rajab. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Surat At-Taubah sebagai berikut:


اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرعِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ...


Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram … (QS. At-Taubah: 36).


Asyura’ sebagai hari kesepuluh dalam bulan Muharram (Lihat: I’anah ath-Thalibin, Juz 2, hlm. 266), memiliki kedudukan yang istimewa dalam tradisi Islam. Asyura’ tidak hanya dikenal karena penetapan kalendernya, tetapi juga karena makna sejarah dan spiritualnya akan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan para nabi dan umat terdahulu. Sebagai bentuk rasa syukurnya, Nabi bersemangat berpuasa dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa, sebagaimana Ibn Bathal dalam Syarh Shahih al-Bukhari menulis berikut.


وفيه: ابْن عَبَّاس، قَالَ: قَدِمَ النَّبِىُّ، عليه السَّلام، الْمَدِينَةَ، فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ: (مَا هَذَا) ؟ قَالُوا: هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ، هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِى إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ، فَصَامَهُ مُوسَى، قَالَ: (فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ، فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ) . وَقَالَ ابْنِ عَبَّاسٍ: مَا رَأَيْتُ النَّبِىَّ، عليه السَّلام، يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلا هَذَا الْيَوْمَ، يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَهَذَا الشَّهْرَ، يَعْنِى شَهْرَ رَمَضَانَ.


(Hadis-hadis yang berbicara tentang puasa Asyura’ di antaranya) Ibnu Abbas berkata: “Ketika Nabi Saw. tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura’. Beliau bertanya: ‘Apa ini?’ Mereka menjawab: ‘Ini adalah hari yang baik. Pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari ini.’ Nabi bersabda: ‘Aku lebih berhak atas Musa daripada kalian.’ Maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa juga.” Ibnu Abbas juga berkata: “Aku tidak pernah melihat Nabi Saw. begitu bersemangat berpuasa pada suatu hari yang beliau lebihkan atas hari-hari lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari Asyura’, dan pada bulan ini, yaitu bulan Ramadan.” (Lihat: Syarh Shahih al-Bukhari li Ibn Bathal, Juz 4, hlm. 140)


Namun, tanpa mengesampingkan kemuliaan bulan Muharram dan keutamaan Asyura’, asal-usul penamaan hari Asyura’ sendiri terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Sebagian besar ulama terdahulu mengatakan, hari itu dinamakan Asyura’ karena merupakan hari kesepuluh dari bulan Muharram. Sebagian ulama mengatakan, hari itu dinamakan Asyura’ karena merupakan karunia kesepuluh yang Allah swt anugerahkan kepada umat ini. Kesepuluh kemuliaan tersebut antara lain sebagai berikut:

 
  1. Bulan Rajab. Allah Swt. menjadikan Rajab sebagai kemuliaan bagi umat Islam serta memuliakannya di atas bulan-bulan lainnya, sebagaimana Allah memuliakan umat Islam di atas umat-umat lainnya;
  2. Bulan Sya’ban yang dimuliakan di atas bulan-bulan lainnya, sebagaimana Nabi saw dimuliakan di atas nabi-nabi lainnya;
  3. Bulan Ramadhan. Kemuliaannya di atas bulan-bulan lainnya, sebagaimana kemuliaan Allah di atas ciptaan-Nya;
  4. Malam lailatul qadar yang disebut lebih baik dari seribu bulan;
  5. Hari Idul Fitri sebagai hari kemenangan;
  6. Sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Yaum al-‘asyr ini merupakan hari-hari yang sangat mulia dan memiliki keutamaan yang besar. Umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak dzikir dan amal saleh;
  7. Hari Arafah. Puasanya merupakan penebus dosa dua tahun;
  8. Idul Adha, yang merupakan hari kurban/mendekatkan diri kepada Allah swt;
  9. Hari Jumat (sayyid al-ayyam); dan
  10. Hari Asyura, dengan puasanya yang merupakan penebus dosa satu tahun. (Lihat: Syekh Abdul Qadir al-Jilani. Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haq Azza wa Jalla, Juz 2, hlm. 90-91).


Tiap waktu dari hari-hari di atas adalah waktu yang dimuliakan Allah swt bagi umat Islam. Hari tersebut juga menjadi momen penebusan dosa-dosa dan penyucian dari kesalahan-kesalahan umat. Asal-usul penamaan Asyura menurut sebagian ulama yang lain karena Allah swt memuliakan sepuluh Nabi dengan sepuluh kemuliaan pada hari itu.

 
  1. Allah swt menerima taubat Nabi Adam as pada hari itu;
  2. Allah swt mengangkat Nabi Idris as ke tempat yang tinggi pada hari itu;
  3. Kapal Nabi Nuh as berlabuh di Gunung Judy pada hari itu;
  4. Nabi Ibrahim as lahir pada hari itu dan Allah menjadikannya sebagai kekasih serta menyelamatkannya dari api Namrud pada hari itu;
  5. Taubat Nabi Dawud as Yang diterima pada hari itu dan mengembalikan kerajaan kepada putranya, Nabi Sulaiman as pada hari itu;
  6. Penderitaan Nabi Ayub as atas penyakit yang disembuhkan Allah swt pada hari itu;
  7. Allah swt menyelamatkan Nabi Musa as dari kejaran Fir'aun saat menyeberangi Laut Merah, sedangkan Fir'aun dan tentaranya ditenggelamkan pada hari itu;
  8. Allah swt menyelamatkan Nabi Yunus as dari perut ikan pada hari itu.
  9. Allah memulihkan penglihatan Nabi Ya'qub as setelah kehilangan penglihatan karena menangisi kehilangan putranya pada hari itu; dan
  10. Pada hari Asyura juga, Nabi Muhammad saw dilahirkan, menambah kemuliaan hari tersebut dalam sejarah Islam. (Lihat: Syekh Abdul Qadir al-Jilani. Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haq Azza wa Jalla, Juz 2, hlm. 90-91). Wallahu a’lam.


Ustadz Abdullah Muhammad Alfatih, alumnus Pondok Tahfidz Yanbu'ul Qur'an Menawan, Kudus; Pondok Pesantren Sirajuth Thalibin Brabo, Grobogan; dan Pondok Pesantren Mamba'ul Hikam Mantenan, Blitar.