Taushiyah

NU Hanya Dapat Bertahan jika Sanad Keilmuannya Dijaga

Sabtu, 26 Juli 2025 | 06:00 WIB

NU Hanya Dapat Bertahan jika Sanad Keilmuannya Dijaga

Hadratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy'ari (Foto: dok NU Online)

Semarang, NU Online Jateng 

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengungkapkan bahwa kegiatan Nasyrus Sanad digagas sebagai bentuk ikhtiar menghidupkan kembali akar tradisi keilmuan pesantren, khususnya warisan sanad dari Pesantren Tebuireng.

 

Hal ini disampaikan Gus Yahya dalam kegiatan Nasyrus Sanad dan Musyawarah Transformasi Pesantren, yang berlangsung di aula lantai 3 Gedung Yusuf Hasyim, Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. 

 

Gus Yahya mengisahkan, dorongan kuat untuk menyelenggarakan kegiatan ini bersumber dari sebuah dawuh gurunya, almaghfurlah KH Maimoen Zubair. Dalam sebuah kesempatan, Syaikhona Mbah Moen berpesan kepadanya, "Pondok pesantren itu kalau ingin bertahan lama, harus punya sanad dari Tebuireng."

 

“Waktu itu beliau dawuh begitu tanpa elaborasi, tanpa penjelasan panjang lebar. Tapi kalimat itu sangat membekas dalam hati saya, bahkan memicu rasa penasaran yang terus menerus. Sejak saat itu, saya berusaha menggali pengetahuan sebanyak mungkin untuk memahami makna mendalam dari dawuh tersebut,” ungkap Gus Yahya, dikutip dari kanal YouTube NU Online. Sabtu (26/7/2025).

 

Menurut Gus Yahya, dari hasil penelusurannya ia sampai pada pemahaman bahwa sanad merupakan elemen paling mendasar dalam bangunan keilmuan pesantren. 

 

Lebih dari itu, sanad juga menjadi tulang punggung tradisi keilmuan dalam Nahdlatul Ulama. Ia menegaskan bahwa tanpa sanad, ilmu agama rawan kehilangan orisinalitas dan keberkahannya.

 

“Sanad inilah yang menjadi dasar mengapa Hadratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy’ari ketika mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama, mengumpulkan para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah yang memiliki sanad keilmuan yang jelas dan bersambung,” jelasnya.

 

Dalam pandangan Hadratussyekh, lanjut Gus Yahya, ulama yang bersanad merupakan khazanah ilmu dan pintu-pintu ilmu. 

 

Karenanya, ia mengutip dawuh Hadratussyekh, “Janganlah orang masuk rumah-rumah kecuali melalui pintunya. Barang siapa masuk rumah lewat jendela atau belakang, maka ia disebut pencuri. Bisa jadi ia mendapatkan sesuatu, tapi itu barang curian.”

 

Gus Yahya menjelaskan bahwa ilmu agama yang tidak diperoleh melalui sanad yang sah, meski tampak fasih dan logis saat disampaikan, sejatinya tetap tidak memiliki legitimasi keilmuan dalam perspektif ulama salaf.

 

“Ilmu yang tidak bersambung sanadnya itu ibarat barang curian. Tidak diperoleh melalui jalur yang sah. Karena itu, Ibnu Sirin pernah berkata, ‘Inna hadzal ilma dinun, fandhuru ‘amman ta’khudzuna dinakum’– Sesungguhnya ilmu ini adalah bagian dari agama. Maka perhatikan dari siapa kamu mengambil agamamu,” tandasnya.

 

Atas dasar itu, Gus Yahya menyimpulkan bahwa Nahdlatul Ulama sebagai jam’iyah para ulama, hanya dapat dipertahankan eksistensinya apabila tetap menjaga kesinambungan sanad keilmuan.

 

“NU tidak bisa bertahan sebagai organisasi ulama jika tidak menjaga sanad. Karena ulama yang kita maksud adalah mereka yang memiliki sanad ilmu, yang bersambung terus hingga Rasulullah saw,” pungkasnya.