Seminar Nasional IBN Tegal Bahas Pentingnya Nalar Kritis Qur’ani di Era Modern
Sabtu, 1 Maret 2025 | 12:00 WIB

Seminar Nasional bertema "Membangkitkan Nalar Kritis Qur’ani di Era Modernisasi". Kegiatan ini berlangsung di Pendopo Bupati Tegal pada Selasa (25/2/2025)
Tegal, NU Online Jateng
Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IAT) Institut Agama Islam Bakti Negara (IBN) Tegal bekerja sama dengan Forum Komunikasi Mahasiswa Tafsir Hadis Indonesia (FKMTHI) DIY-Jateng menggelar Seminar Nasional bertema "Membangkitkan Nalar Kritis Qur’ani di Era Modernisasi".
Kegiatan ini berlangsung di Pendopo Bupati Tegal pada Selasa (25/2/2025) dan dihadiri oleh staf pemerintahan Kabupaten Tegal, rektor, staf, serta dosen IBN. Seminar ini juga menarik perhatian mahasiswa Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IAT) serta Ilmu Hadis (ILHA) dari berbagai perguruan tinggi di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Ketua FKMTHI DIY-Jateng, Yudi Supriadi, menyoroti alasan diangkatnya tema ini, salah satunya adalah fenomena banyaknya mahasiswa yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) dalam penyusunan skripsi mereka.
"Realitas sosial mahasiswa di Indonesia, khususnya anak al-Qur’an dan Hadis, banyak yang menjadikan AI sebagai sumber utama dalam penyusunan skripsi. Fenomena ini adalah hal yang tidak patut dicontoh," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Seminar Nasional, Abdullah Labib, menjelaskan bahwa tema ini berangkat dari kegelisahan terhadap cara sebagian orang memperlakukan al-Qur’an.
"Tema ini muncul karena keresahan, khususnya di kalangan para penghafal al-Qur'an, agar mereka tidak hanya berpikir bahwa al-Qur'an sebatas untuk dibaca, tetapi juga sebagai pedoman yang harus dipahami dan diamalkan dalam kehidupan," terangnya.
Salah satu pemateri, Gus Rifqil Muslim, menekankan pentingnya meningkatkan nalar kritis dalam memahami al-Qur’an.
"Dalam konteks ini, nalar kritis Qur’ani penting dilakukan untuk menjawab tantangan zaman," ujarnya.
Menurutnya, memahami al-Qur’an secara holistik menjadi suatu keharusan agar tidak hanya terpaku pada teks literal, tetapi juga memperhatikan aspek sejarah, linguistik, dan sosial dalam menafsirkan ayat-ayatnya.
"Dalam memahami al-Qur’an, penting bagi kita untuk tidak hanya mengandalkan teks literal, tetapi juga mempertimbangkan konteks sejarah, linguistik, dan sosial yang dapat memperkaya makna dan aplikasinya," paparnya.
Ia juga menawarkan metode dalam membangun nalar kritis Qur’ani, salah satunya dengan melanjutkan penafsiran para mufassir klasik agar tetap relevan dengan problematika masyarakat saat ini.
"Sebagai umat yang hidup di era serba cepat ini, kita dituntut untuk terus memperbarui pemahaman terhadap al-Qur’an. Tafsir tidak boleh berhenti pada karya-karya klasik, tetapi harus terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan umat," jelasnya.
Penulis: Nabil Fithran