• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Sabtu, 20 April 2024

Tokoh

Kiai Suyuthi Abdul Qodir Penerus Perjuangan Mbah Hasyim Asy'ari di Wilayah Pati

Kiai Suyuthi Abdul Qodir Penerus Perjuangan Mbah Hasyim Asy'ari di Wilayah Pati
Almaghfurlah KH Suyuthi Abdul Qodir (Foto: Dok)
Almaghfurlah KH Suyuthi Abdul Qodir (Foto: Dok)

Pada tahun 1904 di sebuah desa bernama Guyangan, Kecamatan Trangkil tepatnya di sebelah utara Kota Pati, Jawa Tengah lahir seorang bayi dari pasangan KH Abdul Qodir dan Ibu Nyai Hj Arum yang diberi nama Suyuthi Abdul Qodir. Lahir dari kalangan agamis, Suyuthi kecil mulai dengan pendidikan agama dari ayahnya sendiri, KH Abdul Qodir. Sejak kecil, Suyuthi anak yang cerdas, mudah menyerap berbagai ilmu pengetahuan, usai belajar dari ayahnya, ia kemudian mengembara dari satu pesantren ke pesantren lain. Jadilah Suyuthi santri kelana sebagaimana santri-santri semasanya waktu itu. 

 

Tahun 1921, Suyuthi pertama kalinya meninggalkan rumah, nyantri ke Pesantren di Solo yakni Pesantren Mamba'ul Ulum. Di Pesantren Mamba'ul Ulum belajar di bawah bimbingan Kiai Idris selama 3 tahun. Tahun 1923 dilanjutkan ke Pesantren Kasingan Rembang diasuh oleh Kiai Kholil dan Kiai Mas'ud. Suyuthi belajar selama dua tahun. 

 

Tahun 1924, Suyuthi melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke timur, menuju Pesantren Tebuireng ia belajar di bawah bimbingan langsung KH Hasyim Asy'ari. Dua tahun selanjutnya menyeberang ke pulau garam Madura dan menjadi santri KH Munawwir di Pesantren Sampang Madura. Di Pesantren itu hanya dua tahun saja. 

 

Setelah melakukan perjalanan intelektual dan pengembaraan di Pesantren Jawa dan Madura, Suyuthi muda memutuskan untuk pergi ke Makkah menunaikan ibadah haji sekaligus memperdalam ilmunya pada tahun 1927. 

 

Di Makkah bumi kelahiran Nabi Muhammad SAW. Suyuthi muda tinggal selama kurang lebih lima tahun, ia juga mengajar di pondokan tempat tinggalnya. Pada tahun 1931 Suyuthi muda pulang ke Indonesia, tapi tidak langsung pulang ke desa kelahirannya, akan tetapi ke Pondok Pesantren Sedayu Gresik, selama tiga tahun diasuh oleh KH Munawwir. 

 

Pada tahun 1933, Suyuthi muda kembali ke Pesantren Tebuireng, Jombang untuk belajar lagi kepada KH Hasyim Asy'ari. Kepada Kiai Hasyim Asy'ari pendiri Nahdlatul Ulama ia belajar selama empat tahun. Berkat kecerdasan dan keluasan ilmu Kiai Suyuthi dipercaya menjadi badal, alias membantu mengajar di Pesantren Tebuireng. Setelah berpetualang akhirnya pada tahun 1937 pulang ke Kampung halamannya, di Desa Guyangan, kecamatan Trangkil. 

 

Mendirikan Pesantren

 

Setiba di kampung halaman, Kiai Suyuthi melakukan gerakan-gerakan perubahan, memberikan pendidikan dan membagikan ilmunya kepada masyarakat sekitar. Kiai Suyuthi mengajar ngaji kepada masyarakat dan anak-anak di kampungnya. Asalnya melakukan pengajian di rumahnya, selanjutnya rumah tidak kuat menampung santri yang semakin banyak. Melihat kondisi itu, Kiai Suyuthi mendirikan pesantren dan madrasah yang diberi nama Mamba'ul Ulum (sumber ilmu). Bangunan Pesantren terletak di kompleks Masjid Desa Guyangan. 

 

Pesantren yang didirikan sempat terbengkalai karena tekanan penjajah baik Belanda maupun Jepang. Akhirnya pada tahun 1950, setelah Indonesia merdeka, pesantren akhirnya bangkit kembali dan berubah namanya menjadi Madrasah Raudlatul Ulum (MRU). Dalam perjalanannya Madrasah Raudlatul Ulum berkembang pesat, pada tahun 1972, kemudian resmi menjadi Yayasan Perguruan Islam Raudlatul Ulum (YPRU) dengan akte tertanggal 26 Januari 1972 dibuat oleh notaris, RM Poerbo Koesoemo Kudus. 

 

Saat ini 5.000 lebih santri yang belajar di Pesantren Raudlatul Ulum yang memiliki pendidikan komplit mulai dari MI, MTs, dan MA. Saat ini ditunjang prasarana Rumah Sakit As-suyuthiyah (RSA) untuk menunjang kebutuhan santri Pondok Pesantren dan masyarakat untuk melayani dalam hal kesehatan masyarakat. 

 

Ulama yang Merakyat

 

Kiai Suyuthi dikenal ulama yang dekat dengan masyarakat. Bahkan ia memiliki kedekatan yang intim dengan masyarakat bawah. Kiai Suyuthi tidak membeda-bedakan status sosial, kaya ataupun miskin. Pernah suatu ketika Kiai Suyuthi diundang untuk hajatan oleh warga terpencil dan jauh dari jalan raya. 

 

Parahnya waktu itu saat kondisi banjir, di sekitar rumah hajatan tergenang air sampai hampir selutut. Banyak yang berpendapat mungkin Kiai Suyuthi tidak hadir. Akan tetapi sesuatu yang tidak diduga tampak dari kejauhan ada seorang yang berjalan sambil menaikkan sarungnya sampai lutut. Orang tersebut adalah Kiai Suyuthi Abdul Qodir. Maka yang punya hajat terharu melihat seorang ulama masih menyempatkan hadir memenuhi undangan meski kondisi lagi banjir. 

 

Kiai Suyuthi Abdul Qodir dikenal orang yang ramah dan menjadi Kiai yang disegani. Kiai Suyuthi memiliki kedekatan dengan beberapa kiai. Di antaranya, Kiai Bisri Musthofa (Ayah Gus Mus ) dan Kiai Bisri Syamsuri (kakek Gus Dur). Kiai Suyuthi pernah menjadi Rais PCNU Kabupaten Pati pada tahun 1960an. Maka tidaklah heran Kiai Suyuthi Abdul Qodir penerus perjuangan Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari yang aktif di organisasi NU. 

 

Kiai Suyuthi juga pernah menjadi anggota DPRD pada tahun 1960-an. Setelah melakukan banyak hal yang bermanfaat untuk umat, Kiai Suyuthi Abdul Qodir akhirnya dipanggil oleh Allah SWT untuk selama-lamanya, pada hari Selasa, 25 September 1979. Jenazahnya diantar ribuan pelayat dari Desa Guyangan maupun luar Guyangan. Semuanya merasakan kehilangan sosok Ulama yang santun, merakyat dan ulama yang memiliki ilmu yang mendalam. 

 

 

Fikrul Umam MS adalah Redaksi Infokom Lembaga Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) Kabupaten Pati


Tokoh Terbaru