• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Sabtu, 27 April 2024

Tokoh

Ketika Ahli Falak Kiai Turaichan Kudus Hitung Kematian Seseorang Selalu Tepat

Ketika Ahli Falak Kiai Turaichan Kudus Hitung Kematian Seseorang Selalu Tepat
Almaghfurlah KH Turaichan Ajhuri (pakai sorban) (Foto: nu online)
Almaghfurlah KH Turaichan Ajhuri (pakai sorban) (Foto: nu online)

KH Turaichan Ajhuri merupakan salah satu ulama yang sangat ahli di dalam bidang ilmu falak asal Kabupaten Kudus. Tak ada orang yang menyangsikan kealimannya dalam ilmu perbintangan dan antariksa ini.


Tidak hanya perputaran matahari, bumi, dan bulan yang dapat ia hitung. Namun, kapan daun akan jatuh juga bisa terhitung olehnya. Bahkan, sosoknya juga diceritakan pernah menghitung kapan ajal akan tiba pada beberapa orang.


Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Akhmad Said Asrori menceritakan kisah tersebut yang diterima dari ayahnya, KH Asrori.


“Riwayat Abah saya, saking alimnya (Kiai Turaichan) ilmu falak, sampai bisa menghitung jatuhnya daun. Riwayatnya sahih. Kapan daun satu pohon ditunjuk beliau, itu jatuh pada hari ini, bulan ini, jam sekian,” katanya.


“Yang lebih dahsyat itu bisa membaca kematian seseorang. Ini Kiai Turaichan sampai terjadi tiga kali,” lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thullab, Tempuran, Magelang, Jawa Tengah itu.


Dalam riwayat yang diterimanya, Kiai Said mengisahkan bahwa Kiai Turaichan menghitung kematian tiga orang dengan ilmu falaknya bisa tepat. “Matinya orang ini, akan dicabut nyawa oleh Malaikat Izrail itu pada jam sekian, hari ini, siang atau malam, tahun sekian. Itu tiga kali, pas dengan hitungan beliau,” katanya.


Setelah tiga kali perhitungannya selalu tepat, lanjutnya, Kiai Turaichan menghentikan ilmunya tersebut. “Wah ini kalau begini bisa berbahaya untuk saya sendiri,” kata Kiai Said menirukan ucapan Kiai Turaichan.


Dari cerita tersebut, ia menyampaikan bahwa perspektif ilmunya ini luar biasa. “Bahwa ilmu falak itu ilmu yang luar biasa,” katanya.


Kealiman Kiai Turaichan ini pula yang mendasari para pengurus PBNU dalam memilih KH Sirril Wafa untuk menjadi Ketua LF PBNU. Kiai Sirril merupakan salah satu putra dari KH Turaichan. Saat ini, Kiai Sirril tercatat sebagai salah satu pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


Kiai Turaichan memiliki kecerdasan yang di atas rata-rata, dengan keahliannya yang dimiliki, Kiai Turaichan langsung diperbantukan dalam pelaksanaan belajar mengajar di almamaternya, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus.


Kemudian, ia aktif dalam berbagai kegiatan mulai dari tingkat daerah hingga nasional. Kiai yang dikenal dengan sapaan Mbah Tur itu tercatat sebagai Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Kudus. Dalam forum Bahtsul Masail, sosoknya tak segan berseberangan dengan berbagai ulama yang lebih senior, seperti KH Bisyri Syansuri. Mbah Tur juga pernah tercatat sebagai pengurus Lajnah Falakiyah PBNU.


Dilansir dari laduni.id, KH. Turaichan Adjhuri atau yang lebih akrab dipanggil dengan sebutan Mbah Tur lahir di Kudus pada 22 Rabiul Akhir 1334 H atau 10 Maret 1915 M. Mbah Tur merupakan putra dari pasangan KH Adjhuri dengan Nyai Dewi Sukainah. 


Mbah Tur dikenal sebagai tokoh pakar ilmu Falak atau Astronomi dan terkenal dengan keteguhannya memegang prinsip dan akidah. Selain itu, nasab Mbah Tur dari jalur ayahnya sampai kepada Syekh Ja`far Shadiq atau Sunan Kudus.


Mbah Tur pada masa kanak-kanaknya tumbuh dan berkembang seperti anak-anak pada umumnya. Mbah Tur kecil hidup dalam lingkungan keluarga yang cinta agama dan ilmu pengetahuan. Sejak kecil sudah tampak kecintaannya pada ilmu agama. Waktunya banyak dihabiskan untuk belajar, mengaji dan muthalaah kitab. Mbah Tur terkenal anak yang cerdas, tegas, dan teliti. Inilah ciri khasnya yang dimiliki sejak kecil dan melekat sampai dewasa.


Selain itu, Mbah Tur dalam menimba ilmu tidak seperti ulama besar pada umumnya, karena Mbah Tur tidak pernah secara resmi menjadi santri di pesantren manapun. Hanya saja Mbah Tur memang hidup di kota santri Kudus dan di lingkungan pesantren. Dirinya memanfaatkan pengajian-pengajian yang digelar ulama Kota Kudus.


Selain belajar di Madrasah TBS, di luar jam madrasah Mbah Tur juga belajar pada ulama terkemuka Kudus pada zamannya, semisal KHR Asnawi, KH Maksum bin Ali Kuaron dari Jombang yang merupakan menantu dari KH Hasyim Asy`ari, KH Fauzan, KH Ma`sum, KH Muslim dan masih banyak lagi.  


Pada malam Sabtu, 9 Jumadil Awal 1420 Hijriah bertepatan 20 Agustus 1999 Miladiyah pakar ilmu Falak di Jawa Tengah ini menghadap Allah SWT dalam usia 84 tahun. Mbah Tur dimakamkan di Kudus. (*)


Tokoh Terbaru