Taushiyah

Yang Sejati dalam Mencintai

Kamis, 21 April 2022 | 05:00 WIB

Oleh: KH Bahaudin Nursalim


Orang yang mencintai itu bukanlah orang yang berharap sesuatu atau bertujuan tertentu. Jika kau memberi orang atau pacar sesuatu, lalu berharap ganti diberi, itu namanya bukan mencintai, tapi berdagang/transaksional.


Para ulama-ulama hakekat menjelaskan, segala sesuatu yang ada di dunia ini meskipun sebagian daripadanya haram. Meskipun sebagian daripadanya adalah haram menurut syariat, Allah membuatnya sebagai percontohan alam malakut. 


Ini dengarkan sungguh-sungguh Allah membuat barang di dunia ini meskipun sebagiannya haram, untuk percontohan alam malakut. Misalnya di dunia ini pacaran itu haram. Orang menyukai suami/istri berlebihan itu juga haram. Tapi itu sebagai pengingat, bahwa orang yang benar-benar mencintai itu selalu ingin memberi, tapi tidak mengharap ganti. Itu namanya mencintai yang sejati. Jika ingin memberi tapi juga berharap diberi, itu namanya transaksional. 


Artinya bagi orang sufi jika pacaran saja seperti itu berlaku juga dalam hal kau mencintai Allah. Kau mencintai Allah, sujud ke Allah ingin masuk surga, kau sedekah ingin dibalas oleh Allah, maka maqamnya masih transaksional.


Padahal namanya mencintai sejati itu ingin memberi, tidak berharap balasan, atau punya tujuan tertentu. Tapi di titik inipun hanya ilmu kelas A, bukan A+. Dalam ilmu A+, ilmu haqiqatul haqiqat (sejatinya sejati), itu begini, selama masing berupa manusia, ikhlas setinggi langit pun dalam menyembah Allah, ia masih ada keinginan/harapan, misalnya ia berharap masuk surga. Bahkan orang tasawuf yang malu berharap masuk surga pun, lalu ia katanya hanya ingin bertemu Allah, ingin melihat wajah Allah, itu pun namanya juga keinginan.


Jika sifat berharap/keinginan itu mustahil dihilangkan dari manusia, berarti yang mencintai dengan sejati adalah Allah SWT. Allah senang sejati pada kita, kita tidak bisa senang dengan sejati pada Allah, karena Allah tidak membutuhkan kita, tapi memberi kita. Allah memberimu makan, memberimu minum, memberikan segala yang kita butuhkan. Padahal Allah tidak terbersit niat apapun. Allah tidak ingin balasanmu, Allah juga tidak membutuhkan balasan. Jadi pecinta sejati pada kita adalah Allah SWT, ini yang berat. 


Abu Yazid Al-Busthomi dalam Arrisalah Qusyairiyah, sanad saya pada bab thariqah juga pada kitab ini, Abu Yazid Al Busthomi menjadi wali besar kalian pikir wiridan seperti kalian semua? Tidak seperti kalian, tapi beliau wiridan ilmiah yang akan abadi ila yaumil qiyamah. 


Wiridannya: "Ya Allah, jika saya mencintai Panjenengan itu wajar, bagaimana mungkin fakir tidak menyukai yang kaya, sedangkan fakir berharap bantuan yang kaya? Santri mencintai kiai juga wajar, memang santri butuh ilmu kiai. Gusti, saya mencintai Engkau itu wajar, karena saya banyak kepentingan pada Panjenengan. Dan semua kebutuhan saya, saya berharap dari Panjenengan.