Sejarah Tradisi Pasar Kembang Weleri, Sudah Ada Sejak Tahun 1921
Kamis, 3 April 2025 | 14:00 WIB

Bunga hias yang biasa dijumpai di rumah warga saat silaturahmi lebaran. Inframe: bunga di ruang tamu Sukiyo Purwocarito
Nazlal Firdaus Kurniawan
Penulis
Kendal, NU Online Jateng
Sebuah tradisi yang telah berlangsung puluhan tahun menjelang Hari Raya Idul Fitri kembali digelar di tempat asalnya, yaitu Pasar Weleri. Tradisi ini dikenal dengan nama Pasar Kembang, yang merupakan ajang jual beli bunga dadakan yang selalu ramai menjelang lebaran. Pasar ini terbagi menjadi dua tahap, yakni Pasar Kembang Cilik yang digelar pada H-2 Idulfitri, dan Pasar Kembang Gedhe pada H-1.
Awalnya, Pasar Kembang hanya menjual bunga tabur yang digunakan untuk berziarah ke makam menjelang lebaran. Namun, seiring berjalannya waktu, pasar ini juga menjual berbagai jenis bunga hias yang diminati masyarakat sebagai dekorasi dan pengharum ruangan.
Menurut Sukiyo Purwocarito, seorang tokoh masyarakat Desa Penyangkringan, Kecamatan Weleri, tradisi Pasar Kembang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda, sekitar tahun 1921.
"Dulu Pasar Weleri hanya pasar kecil, namun berdekatan stasiun Kereta Api Weleri dan terminal type c yang bersebelahan langsung dengan Pasar Weleri membuat pasar mudah untuk diakses dan dikenal oleh masyarakat luas. Ditahun 1962, mulai besar dan dibangun petak-petak dan menjadi salah satu pasar terbesar dan terramai di Jawa Tengah. Pedagang dari luar kota mulai berdatangan untuk berdagang di sini," ucap Sukiyo.
Saat mengetahui adanya Pasar Kembang, pedagang dari daerah Bandungan yang notabene dikenal dengan pedagang bunganya pun mencoba peruntungan dengan membawa aneka bunga hias untuk dijual, lanjutnya.
Pada masa lalu, sebelum parfum ruangan marak digunakan, bunga hias menjadi pilihan utama karena keharumannya yang tahan lama. Hal ini membuat Pasar Kembang semakin berkembang, tidak hanya menjual bunga tabur, tetapi juga berbagai jenis bunga hias.
Selain berbicara mengenai Pasar Kembang, Pranatacara Jawa yang ternama ini juga menyoroti kurangnya pengetahuan sejarah di kalangan generasi muda Weleri.
"Sangat disayangkan jika anak muda tidak mengetahui sejarah daerahnya sendiri. Misalnya, dulu kepala desa pertama di Kecamatan Weleri berasal dari Desa Bumiayu, sebelum Kecamatan Weleri dan Rowosari berpisah akibat pemekaran wilayah. Bahkan dulu dukuh Lebo desa Bumiayu itu adalah sebuah desa tersendiri dan pernah tenggelam karena banjir bandang. Bumiayu dinamakan demikian sebab menjadi satu-satunya desa yang letaknya paling bagus dan datar," jelasnya.
Pasar Weleri sendiri telah mengalami berbagai perubahan. Pada tahun 1995, pasar ini dibangun menjadi bangunan dua lantai untuk mengakomodasi aktivitas perdagangan yang sangat padat. Pasar ini dikenal sebagai salah satu yang teraktif di Kabupaten Kendal.
Para pedagang los mulai berdatangan sejak pukul 02.00 dini hari, dan aktivitas pasar mencapai puncaknya pada pukul 04.00 pagi. Sementara itu, pedagang kios baru mulai membuka dagangan mereka sekitar pukul 07.00 pagi hingga pasar berakhir pada pukul 22.00 malam.
Namun, sejarah panjang Pasar Weleri sempat terhenti akibat kebakaran besar yang terjadi pada 12 November 2020 saat era kepemimpinan Bupati Mirna Anissa. Insiden tersebut menghancurkan sekitar 95% bangunan dua lantai Pasar Weleri, meludeskan hampir semua kios yang ada.
Tragedi ini mengganggu perekonomian masyarakat Weleri dan Kabupaten Kendal secara keseluruhan. Sebagai langkah darurat, para pedagang kemudian direlokasi ke Terminal Bahurekso, yang berjarak sekitar 2 km dari lokasi pasar lama. Sebagian lainnya memilih berdagang mengemper di Pasar Weleri 2 yang terletak di depan pasar lama, meskipun pemerintah setempat melarangnya.
Dampak besar juga dirasakan saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Aktivitas Pasar Kembang sempat dihentikan untuk mencegah penyebaran virus. Namun, banyak pedagang yang tetap mencoba berjualan secara diam-diam dengan tetap menjajakan dagangannya di berbagai sudut jalan. Kebijakan pembatasan sosial yang diberlakukan pemerintah saat itu membuat jumlah pembeli berkurang drastis, menyebabkan kerugian besar bagi para pedagang.
Dampak kebakaran juga dirasakan oleh pedagang Pasar Kembang, yang dilarang berjualan di lokasi pasar lama karena alasan keamanan. Mereka pun dialihkan ke Terminal Bahurekso, namun lokasi tersebut dinilai kurang strategis dan tidak seramai sebelumnya. Akibatnya, banyak pedagang yang memilih berjualan di berbagai titik sepanjang Jalan Weleri.
Pada tahun 2024, Pasar Kembang ditempatkan di Pasar Weleri 2 yang berlokasi di Jalan Pramuka, Desa Penyangkringan, Weleri. Dan Pasar Weleri kembali dibangun dan diresmikan 26 Februari 2024 oleh Bupati Dico Mahtudo Ganinduto. Pada tahun 2025, tradisi ini kembali ke tempat asalnya, yaitu Pasar Weleri, serta tetap mempertahankan sebagian pedagang di Pasar Weleri 2.
Meski banyak pundi-pundi keuntungan saat Pasar Kembang, salah satu resiko mereka adalah jika lebaran berbeda hari. Sebab bisa jadi itu yang seharusnya Pasar Kembang Cilik berubah menjadi Pasar Kembang Gedhe.
Dengan kembalinya Pasar Kembang ke lokasi semula, masyarakat berharap tradisi ini dapat terus lestari sebagai bagian dari budaya lokal yang telah berlangsung selama hampir satu abad.
Nazlal Firdaus Kurniawan
Pengurus LTN PWNU Jateng
Warga Desa Penyangkringan Weleri Kendal
Terpopuler
1
Sosok Mbah Ijo, Jimat Kesetiaan NU Wonosobo
2
Rais Tanfidziyah PCINU Yaman Asal Batang Tamatkan Studi, Siap Mengabdi untuk Kampung Halaman
3
LAZISNU Purbalingga Salurkan Bantuan Sembako untuk Korban Tanah Bergerak di Karanganyar
4
Niat Berkurban, Apakah Boleh Memotong Kuku dan Rambut?
5
Kemenag Ajak Guru Ma’arif NU Terus Menjaga Keikhlasan dalam Mendidik
6
PC IPNU-IPPNU Kendal Gelar Latihan Kader Utama, Upaya Cetak Kader Tangguh dan Berideologi Aswaja
Terkini
Lihat Semua