• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Sabtu, 4 Mei 2024

Regional

Bubur India, Santapan Khas Berbuka Puasa Masyarakat Pekojan Semarang

Bubur India, Santapan Khas Berbuka Puasa Masyarakat Pekojan Semarang
Tradisi berbuka puasa dengan menu bubur India di Masjid Pekojan, Semarang. (Dok. NU Online Jateng/ Faiz)
Tradisi berbuka puasa dengan menu bubur India di Masjid Pekojan, Semarang. (Dok. NU Online Jateng/ Faiz)

Semarang, NU Online Jateng

Kampung Pekojan merupakan daerah yang memiliki sejarah panjang perkembangan Islam di Kota Semarang, Jawa Tengah. Kawasan yang mayoritas penduduknya berasal dari suku Koja ini memiliki tradisi berbuka puasa dengan menu bubur India. Tradisi tersebut dilaksanakan setiap bulan suci Ramadhan untuk masyarakat dan jamaah Masjid Pekojan, Semarang. Menurut informasi warga setempat, tradisi ini sudah berlangsung ratusan tahun yang lalu oleh leluhur pengurus Masjid Pekojan dari Gujarat.


“Ini (tradisi sajian bubur India, red) sudah dari dulu, saya lahir itu sudah ada, sekarang ini yang membuat bubur ini sudah sampai generasi ke empat,” kata salah satu warga Pekojan, Alwi, Kamis,(15/4).


Masyarakat Koja adalah sekumpulan komunitas yang berasal dari perbatasan antara India dan Pakistan kemudian berlayar ke Indonesia untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam. Sesampainya di Semarang, mereka membuat perkampungan dan menjalankan segala tradisi Koja dengan mengakulturasikan kebiasaan orang Semarang.


Di antara tradisi tersebut adalah pembuatan bubur India. Ari salah satu penyaji bubur ini, menuturkan pembutan bubur India membutuhkan waktu selama tiga jam dimulai setelah waktu Dzuhur. Selain itu, ia menambahkan bubur khas orang Koja ini berbeda dengan bubur pada umumnya konsumsinya terbuat dari campuran rempah-rempah, mulai potongan jahe, salam, daun pandan, irisan bawang bombay dan yang bikin sedap karena terdapat campuran kayu manis dan cengkeh di dalamnya.


“Pembuatan bubur ini biasanya dimulai habis dzuhur selama tiga jam, dan yang membedakan bubur India dengan bubur sini itu dari bahan-bahanya. Kalau bubur India banyak rempah-rembah dan bumbunya,” terang Ari salah-satu pembuat masakan ini.


Pengurus Masjid Pekojan Ali Baharun, dalam kesempatan lain menjelaskan awalnya tradisi ini hanya dilaksanakan oleh masyarakat sekitar saja namun dengan berjalanya waktu semakin banyak yang ingin menikmati masakan khas Koja ini. Akhirnya pihak pengurus masjid menambah porsi masakan sampai ratusan mangkuk.


“Asal mulanya buka puasa dengan bubur India ini tidak sebesar kaya sekarang, awalnya hanya untuk masyarakat sekitar saja namun lama-lama banyak yang datang kesini bahkan dari luar kota, akhirnya menjadi hal yang unik di Semarang,” ungkap Ali Baharun pengurus masjid pekojan.


Kendati demikian masyarakat Pekojan sangat kuat menjaga tradisi nenek moyangnya, misalnya mereka tidak memberikan resep masakan ke sembarang orang. Menurut Dian salah-satu keturunan suku Koja menjelaskan bahwa resep ini diwariskan turun temurun sampai sekarang. Ia menyarankan apabila ingin mendapatkan resepnya hendaknya ia benar-benar mengabdi menjadi pengurus di Masjid Pekojan.


“Bubur ini hanya ada di bulan puasa dan di pekojan selain itu tidak ada yang bisa bikin, yang bisa bikin bubur ini kan cuma orang dua yang satu sudah meninggal dan satunya Pak Ahmad. Resepnya kalau diminta tidak dikasih kecuali memang bener-bener mau ngabdi di masjid nanti bisa dikasih,” ungkap Dian, warga Pekojan.


Sejalan dengan pernyataan Dian, Desi juga menambahkan alasan resep bubur India tidak boleh dikonsumsi oleh masyarakat umum karena untuk menjaga khas atau tradisi masyarakat Koja dan ada kekhawatiran untuk dikomersilkan.


“Tujuanya ya biar nggak digunakan sembarangan, jadi kan itu kan salah satu kekuatan masjid Pekojan ciri khasnya adalah bubur India, terus takutnya kalau dikasihkan ke sembarang orang akan dikomersilkan,” pungkas Desi.


Kontributor: Abdullah Faiz

Editor: Ajie Najmuddin


Regional Terbaru