Pendidikan Tinggi

Gus Nasrul: Kitab Taqrib di Era Modern Harus Dirombak dan Dipindahkan ke Kajian Sejarah Islam

Ahad, 3 Agustus 2025 | 21:30 WIB

Gus Nasrul: Kitab Taqrib di Era Modern Harus Dirombak dan Dipindahkan ke Kajian Sejarah Islam

Dr KH Nasrulloh Afandi, Lc, MA saat menyampaikan paparannya di Ta’aruf Mahasantri Baru Ma’had Aly Balekambang Jepara.

Jepara,  NU Online Jateng 

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU) KH Nasrulloh Afandi, menyampaikan pandangan berani terkait kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ yang selama ini menjadi salah satu kitab fiqih populer di pesantren-pesantren Indonesia. Menurutnya, sebagian isi kitab tersebut perlu diperbarui, bahkan dipindahkan ke dalam ranah sejarah Islam.

 

Hal itu disampaikan dalam kegiatan Ta’aruf Mahasantri Baru Ma’had Aly Balekambang Jepara yang digelar selama empat hari, mulai (30/7-2/8/2025) di kampus setempat.

 

“Kami akui, kitab Taqrib sangat berkualitas dan telah berjasa besar dalam pembelajaran fiqih di dunia pesantren. Namun dengan perkembangan zaman, sains, dan teknologi, sejumlah isinya perlu diperbarui dan bahkan dipindahkan ke dalam kitab-kitab sejarah,” ujar Gus Nasrul, demikian sapaannya.

 

Menurutnya, hukum Islam bersifat dinamis dan mampu menjawab perubahan zaman, namun teks-teks fiqih klasik perlu disesuaikan agar tetap kontekstual. 

 

“Kitab itu ditulis pada zaman belum ada internet, belum ada kulkas, belum ada medsos. Jadi wajar jika sebagian isinya kini menjadi kurang sesuai diterapkan di kehidupan umat Islam modern,” imbuhnya.

 

Ia mencontohkan bab Luqothoh, yaitu pembahasan tentang barang temuan milik orang lain. Dalam kitab disebutkan bahwa barang temuan harus diumumkan di pintu-pintu masjid selama setahun. Hal ini menurutnya logis karena pada zaman itu masjid adalah pusat informasi masyarakat.

 

Namun, di era digital, menurutnya, pengumuman tidak perlu dilakukan di masjid secara fisik. 

 

“Kalau kitab itu ditulis di zaman sekarang, tentu akan disarankan diumumkan lewat media sosial. Tak perlu setahun, mungkin dalam sehari dua hari, pemiliknya sudah tahu, atau minimal keluarganya yang aktif membuka medsos,” terangnya.

 

Contoh lainnya, masih dalam bab Luqothoh, berkaitan dengan barang temuan berupa makanan. Dalam Taqrib, jika makanan mudah rusak, penemu diperbolehkan memakannya atau menjual dan menyimpan uangnya, dengan syarat tetap bertanggung jawab jika pemiliknya datang.

 

“Kenapa demikian? Karena dulu belum ada kulkas atau freezer. Tapi sekarang kita punya banyak cara untuk menyimpan makanan agar awet. Maka, jika kitab itu disusun sekarang, redaksinya tentu berbeda. Penemu tidak diperbolehkan langsung memakan, tapi wajib menyimpan makanan itu di kulkas sambil diumumkan melalui media sosial,” terang doktor Maqashid Syariah lulusan Universitas Al-Qurawiyin, Maroko, itu.

 

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa makanan kemasan saat ini juga sudah dilengkapi tanggal kedaluwarsa. 

 

“Kalau sekarang ada barang temuan berupa makanan, maka seharusnya dilarang memakannya kalau masih jauh dari tanggal kadaluarsa. Karena si penemu bisa menyimpannya dengan baik sambil tetap menunggu pemilik datang,” imbuh Ketua Perguruan Tinggi Ma’had Aly Balekambang Jepara ini.

 

Ia juga menyoroti isi kitab Taqrib yang masih membahas bab tentang budak, yang menurutnya sudah tidak relevan. 

 

“Dulu memang masih ada perbudakan dan fikih pun membahasnya. Tapi sekarang, konteks itu sudah tidak ada. Maka lebih baik bab itu dipindahkan ke kitab sejarah. Supaya kita tahu, Islam tidak menolak keberadaan budak saat itu, tapi punya regulasi yang memanusiakan mereka,” jelasnya.

 

Menurutnya, pembaruan dan aktualisasi fikih klasik sangat penting untuk pengembangan intelektual dan wawasan generasi Muslim di era modern. 

 

Ia menegaskan, bukan berarti meninggalkan tradisi keilmuan, tetapi menyesuaikannya dengan maqashid syariah dan konteks kekinian.

 

“Kami tetap mengajarkan kitab Taqrib di Pesantren Balekambang sampai hari ini. Tapi harus dengan pendekatan baru yang kontekstual, bukan sekadar tekstual,” ujarnya.

 

Ia menambahkan, sudah saatnya fikih diperluas pada bidang-bidang kehidupan baru seperti teknologi dan lalu lintas.

 

Kontributor: Hamam Nasirudin