• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Sabtu, 20 April 2024

Opini

NU Merawat Bumi, Membangun Peradaban

NU Merawat Bumi, Membangun Peradaban
Foto: Ilustrasi (istimewa)
Foto: Ilustrasi (istimewa)

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menetapkan tema hari lahir (harlah) ke-96 Nahdlatul Ulama (NU) (31 Januari 1926 M) atau ke-99 (16 Rajab 1344 H) adalah 'Merawat Bumi, Membangun Peradaban',  sebuah tema yang selain mengandung optimisme juga merupakan ikhtiar yang relevan untuk kebutuhan umat manusia di dunia dewasa ini. Merawat bumi, selain merupakan pelaksanaan fungsi kekhalifahan manusia sebagai pemimpin makhluk hidup di alam fana ini, juga merupakan mandat untuk kelangsungan hidup mereka beserta keturunannya pada masa sekarang dan mendatang.


Sekarang bumi atau jagad ini tidak lagi ramah. Perubahan musim atau iklim tidak lagi teratur. Bahkan ancaman musibah bencana alam sering terjadi, seperti banjir, gempa bumi, tsunami, puting beliung, tornado, dan sebagainya sering terjadi di belahan dunia ini.


Karena itu bagaimana sikap umat dalam menghadapi perubahan iklim dan penanganan bencana tersebut dan dengan cara yang bagaimana agar manusia mampu melakukan fungsi dan mandat melestarikan alam semesta ini. Tentu jawabannya adalah dengan cara membangun peradaban. Kemudian peradaban yang bagaimanakah yang dapat menjaga keselamatan dan kelestariannya. Tentu hal ini bukan merupakan persoalan yang sederhana, melainkan persoalan kompleks karena terkait dengan pandangan hidup umat manusia sebagai pemimpin makhluk hidup di dunia ini.


Pandangan atau falsafah hidup suatu bangsa sangat berpengaruh pada corak peradaban yang dibangunnya. Tentu banyak ragam falfasah hidup umat di dunia ini, yang tentu juga sangat mustahil untuk menyatukannya. Pandangan hidup suatu bangsa biarkan berjalan apa adanya sesuai dengan keyakinannya. Namun sebagai makhluk hidup, manusia memiliki kebutuhan yang relatif sama, baik secara fisiologis maupun psikologis dan sosial. Sebagai makhluk fisiologis, manusia memiliki kebutuhan sandang, pangan dan papan sebagai kebutuhan primer. Sedangkan secara psikologis, setiap umat manusia juga membutuhkan rasa aman, tentram, serta eksistensi dirinya dalam berinteraksi dengan umat lainnya. 


Secara sosiologis, manusia juga membutuhkan pergaulan sosial terhadap sesama dengan pola interaksi sosial yang harmonis. Dalam tataran sosial, konflik di antara umat akan terjadi bilamana jagat atau bumi mengalami keterbatasan bahan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis. Artinya keterbatasan bahan baku seperti sandang, pangan dan papan dapat menjadi sumber konflik, di samping persoalan perbedaan ideologis.


Jika konflik tidak dikelola secara bijaksana (wisdom) tentu akan mengarah pada peperangan sebagaimana terjadi dalam sejarah yang menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit. Pada era sekarang, perang tidak hanya terjadi secara konvensional, namun juga perang secara hibrid bahkan juga perang secara simetris. Dalam peperangan model terakhir ini diawali dengan perang pemikiran atau ideologis dan propaganda yang sulit diidentifikasi mana kawan dan mana lawan. Tidak jarang terjadi 'lempar batu sembunyi tangan' atau malah 'memukul lawan dengan meminjam tangan lawan itu sendiri' tanpa adanya kesadaran bahwa dirinya sedang diperalat oleh lawan.


Oleh karena itu apa pun bentuknya, perang akan menimbulkan korban yang tidak sedikit, baik pihak kawan atau lawan. Karena itu perlu dilakukan dialog terus menerus antar peradaban manusia di dunia.


Dalam rangka dialog tersebut, tawaran yang disampaikan oleh Ketua Umum PBNU Gus Yahya Cholil Tsaquf adalah dengan konsep rahmah atau mewujudkan kasih sayang antar umat manusia di dunia. Perbedaan memang tidak bisa dielakkan, namun dengan adanya kebutuhan yang sama di antara umat manusia, baik secara fisiologis, psikologis, maupun sosiologis, maka saling bertenggang rasa dan tidak memaksakan kehendak adalah tahap awal dalam menjalankan konsep rahmah.


Di samping itu diperlukan kerja sama yang bermartabat antar berbagai bangsa di dunia, kerja sama yang saling menguntungkan, bukan kerja sama yang tidak bermartabat dan bukan pula peperangan yang saling meniadakan antar peradaban umat. Selamat berharlah NUku, NUmu, NUkita. Wallahu a'lam



H Mohamad Muzamil, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah


Opini Terbaru